
Solusi Islam Meningkatkan Gizi Anak Indonesia
Ketahanan keluarga kembali terguncang. Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 memicu reaksi negatif kaum ibu. Bagaimana tidak? Kenaikan PPN pasti berkorelasi dengan turunnya daya beli rumah tangga, termasuk terhadap barang-barang kebutuhan pokok keluarga. Yang paling tertekan dengan kenaikan PPN tentulah ibu rumah tangga.
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berisiko mengurangi konsumsi rumah tangga hingga Rp 40,68 triliun serta berpotensi memukul daya beli masyarakat. PPN 12% akan meningkatkan pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 perbulan, kelompok rentan miskin sebesar Rp 153.871 perbulan dan kelas menengah hingga Rp 354.293 perbulan.1
Bagimana dengan susu bayi, susu formula, roti, snack, pampers, dan kebutuhan lain bagi bayi dan anak-anak?! Kebijakan kenaikan PPN sungguh kontra produktif dengan target meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga. Ujungnya para ibu juga yang terbebani harus mencari sumber tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kepala keluarga tetap kesulitan mendapatkan lapangan kerja yang layak.
Anak Bermasalah Gizi
Pihak yang paling rentan dan lemah akibat dampak kenaikan PPN 12% adalah bayi dan anak-anak. Segala upaya intensif untuk mengatasi problem rendahnya gizi anak Indonesia yang selama satu dekade dilakukan Pemerintah, dapat diprediksi akan mengalami hambatan besar. Bahkan program andalan Pemerintahan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis (MBG), alih-alih mampu meningkatkan gizi anak, menurunkan prevalensi stunting dan gizi buruk di Indonesia. Yang bakal terjadi adalah sebaliknya.
Meskipun prevalensi stunting nasional menunjukkan penurunan dari 30,8% (2018) menjadi 21,5% (2023), capaian ini patut dinilai jauh dari target 14% pada tahun 2024. Pasalnya, 2024 menjadi tahun terakhir pelaksanaan percepatan strategi nasional percepatan pencegahan stunting yang dimulai sejak 2018. Selain itu, tahun 2024 juga merupakan tahun terakhir implementasi Perpres Nomor 72 Tahun 2021.
Pemerintah juga masih punya PR dengan 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting: 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi (Provinsi NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, NTB, dan Provinsi Aceh) dan 5 provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak (Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Provinsi Banten).
Indonesia bukanlah Gaza. Sungguh tragis, sebagai negara dengan klaim memiliki kedaulatan dengan sumber kekayaan alam yang melimpah, Indonesia belum mampu menghapus angka stunting, merealisir zero stunting. Jangankan berhasil mengatasi stunting, sesungguhnya pekerjaan rumah Indonesia masih banyak. Balita dengan wasting (gizi kurang dan gizi buruk) meningkat dari 7,7% menjadi 8,5%. Overweight (kelebihan berat badan) pada balita meningkat dari 3,5% menjadi 4,2%.
Generasi dengan masalah kesehatan, lemah secara fisik, rendah kualitas pemikiran, rapuh mental dan psikologis, sulit menjadi tumpuan harapan memajukan bangsa menjawab tantangan jaman. Harapan kosong Indonesia mampu meraih Visi Indonesia Emas 2045: menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta mewujudkan misi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Generasi Sehat Berkualitas Unggul
Mewujudkan generasi salih, sehat, kuat dan berkualitas harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan manusia. Sebabnya, manusia adalah unsur utama dalam pembangunan negara, apapun ideologi yang dianut suatu negara. Untuk itu Islam memberikan perhatian serius terhadap sejumlah aspek dalam kerangka pembangunan manusia mewujudkan generasi sehat berkualitas unggul.
Aspek kesejahteraan keluarga. Negara perlu memastikan setiap kepala keluarga memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi gizi keluarga secara layak. Negara menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga para penanggung jawab nafkah. Negara juga bertanggung jawab untuk mencerdaskan kaum ibu, sehingga mereka memiliki wawasan gizi dan nutrisi serta kesehatan keluarga sebagai bekal dasar menjalankan peran sentral ibu. Sebabnya, setiap makanan dan minuman yang menjadi asupan nutrisi anak harus dalam kontrol ibu, penanggung jawab urusan rumah tangga.
Gizi generasi juga harus ditopang oleh negara melalui kebijakan dan program swasembada pangan. Produksi pangan dalam negeri harus mencukupi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Kebijakan impor tidak boleh menjadi andalan negara dalam menjamin kecukupan pangan dalam negeri. Kebijakan dan program swasembada pangan membutuhkan regulasi yang benar dan kuat dalam menjaga keamanan pangan. Negara menjadi tulang punggung keamanan pangan di mana jaminan makanan halalan-thayyiban lahir dari paradigma layanan publik berbasis syariah.
Berikutnya aspek distribusi bahan pangan. Aspek ini membutuhkan peran negara secara mutlak dalam menyediakan infrastruktur transportasi memadai seperti jalan, lalu lintas barang dan jasa, angkutan pangan baik di kota maupun daerah terluar, terdepan dan terjauh. Agar keterjangkauan bahan pangan merata bagi seluruh rakyat.
Kesehatan bukan hanya perkara asupan gizi yang masuk melalui makanan. Aspek papan atau rumah tinggal menjadi faktor lain yang tidak kalah penting. Rumah layak tinggal di mana kebersihan dan bebas dari najis, ventilasi, sanitasi, pencahayaan, air bersih, material ramah lingkungan, aman, nyaman, dll harus tersedia secara memadai. Keseluruhan aspek ini sangat terbatas bila dibebankan kepada kemampuan keluarga, sehingga Islam meletakkan tanggung jawab pemenuhannya kepada negara dengan mekanisme yang telah rinci dijelaskan oleh syariah.
Anggaran Negara Berbasis Syariah
Islam memiliki konsep penyusunan APBN yang diterapkan oleh Negara (Khilafah), yang dikenal dengan sebutan Kas Baitul Mal. Perbedaan yang prinsip berkaitan dengan sumber-sumber utama pendapatan maupun alokasi pembelanjaan. Sumber utama penerimaan Baitul Mal ada tiga: Pertama, sektor kepemilikan individu, seperti sedekah, hibah, zakat dll. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Kedua, sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan dll. Ketiga, sektor kepemilikan negara, seperti: jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur dll.
Pendapatan Baitul Mal sama sekali tidak mengandalkan sektor pajak dan lebih dari cukup untuk memberikan layanan publik gratis berkualitas bagi rakyat. Misalnya, dari perhitungan produksi batubara Indonesia 687 juta ton, harga rata-rata 345 per ton, dan nilai tukar Rp 15.600/USD, serta gross profit margin 57,4% maka laba yang diperoleh sebesar Rp 2.002 triliun. Adapun hasil hutan produksi pendapatan per lima tahun dari luas hutan produksi adalah sebesar Rp 8.247 T atau Rp 1.649 T pertahun. Lalu laba sektor kelautan yang masuk ke APBN dapat mencapai sekitar Rp 1.040 T jika dikelola menggunakan prinsip-prinsip syariah.2
Indonesia jelas kaya-raya dengan beragam barang tambang dan hasil sumber energi lainnya. Bukankah persoalan jaminan pemenuhan gizi generasi yang selama ini dianggap problem besar, akan menjadi sangat mudah diselesaikan dengan anggaran negara berbasis syariah?!
Adapun penetapan belanja negara, kepala negara (Khalifah) hanya tunduk pada garis-garis atau kaidah-kaidah yang telah ditetapkan syariah Islam. Di antaranya agar jangan sampai harta itu berputar di kalangan orang-orang kaya saja (QS al-Hasyr [59]: 7). Khalifah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluarannya, besaran dana yang harus dialokasikan dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi rakyat. Di antara pos-pos pembelanjaan yang wajib diambilkan dari Kas Baitul Mal adalah untuk pembangunan sarana kemaslahatan rakyat yang bersifat wajib, yang jika sarana tersebut tidak ada maka akan menimbulkan kemadaratan bagi rakyat. Contohnya adalah pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, masjid, air bersih dsb.
Sungguh luar biasa ketangguhan dan ketahanan Kas Baitul Mal ini. Betapa persoalan jaminan pemenuhan gizi generasi yang selama ini dianggap problem besar, akan menjadi sangat mudah diselesaikan dengan anggaran belanja negara berbasis syariah.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Endiyah Puji Tristanti]
Catatan kaki:
- https://www.antaranews.com/berita/4501997/celios-ppn-12-persen-berisiko-kurangi-konsumsi-rumah-tangga-rp4068-t
- https://alwaie.net/iqtishadiyah/sumber-penerimaan-negara-islam-tanpa-pajak-dan-utang/