
Hentikan Ekspor Pasir Laut!
Keputusan Pemerintah dengan mengeluarkan sejumlah peraturan terkait penamba-ngan sedimen, kemudian disusul dengan peraturan tentang ekspor sedimen dan pasir laut, merupakan kebijakan yang sangat ekstrim. Kebijakan ini ekstrem karena telah menganulir sejumlah kebijakan yang melarang penambangan pasir dan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama 20 tahun.
PP 26 tahun 2023 dan turunannya dinilai sabagian pihak telah mengkerdilkan aturan-aturan sebelumnya di era Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menangani dan menghentikan penambangan dan ekspor pasir laut yang merusak lingkungan secara masif dan menimbulkan kerugian ekonomi. Pada tahun 2002, Presiden Megawati mengeluarkan Inpres No. 2 tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut.
Publik patut bertanya: Apa latar yang mendasari keputusan Pemerintah mengeluarkan kebijakan penambangan sedimen hingga berniat menjualnya ke luar negeri. Selama 20 tahun, larangan penambangan dan penjualan pasir laut keluar negeri tentu dengan alasan yang sangat kuat, yakni melindungi kepentingan wilayah dan rakyat Indonesia.
Di sisi lain, masyarakat di wilayah pesisir dan pulau kecil menghadapi dua tekanan yang besar: Pertama, tekanan oleh dampak krisis iklim. Kedua, tekanan oleh kebijakan yang melahirkan proyek-proyek yang merusak ekosistem pesisir dan laut seperti penambangan pasir dan reklamasi.
Ini berpotensi mengundang ancaman yang serius bagi kehidupan masyarakat di sekitar. Terdapat ribuan desa dan kelurahan tepi laut yang notabene kehidupan masyarakatnya dipengaruhi oleh sumberdaya pesisir laut yang sehat.
Belum puas melakukan penambangan di pulau kecil, kini pesisir dan laut juga akan di tambang untuk dijual di dalam dan keluar negeri. Ini ironis di tengah banyaknya jargon visi maritim dan negara maritim dikumandangkan selama satu dekade ini.
Ekspor pasir laut merupakan praktik eksploitasi yang menimbulkan ketidakberlanjutan dan ketidakadilan sosial-ekonomi. Tolak! [M. Nur Rakhmad ; (Justice Monitor)]