Siyasah Dakwah

Partai Politik Islam

Gonjang-ganjing perpolitikan di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini seperti tak ada habisnya. Perilaku para elit politik semakin hari semakin bejat dan memprihatinkan. Jauh dari nilai-nilai kemanusian. Apalagi nilai-nilai Islam. Partai-partai politik pun berlomba berebut kekuasaan. Tak jarang terjadi konflik, baik internal mapun eksternal. Namun, pada akhirnya mereka berdamai. Disatukan kembali oleh—dan berkoalisi demi—kepentingan. Wajah partai politik pun tidak tampak kecuali sebagai kumpulan manusia rakus kekuasaan, jabatan dan kedudukan. Hal ini mendorong sebagian Muslim yang apolitik—dengan  alasan bahwa politik adalah kotor—menjadi semakin mantap dengan pandangannya.

Pada saat yang sama, kondisi kaum Muslim semakin memprihatinkan. Pasalnya, berbagai kebijakan dan hukum negara semakin zalim. Masalahnya, bagaimana jika partai politik dan kadernya-kadernya justru menjadi sumber kezaliman dan sumber masalah?

Di sinilah pentingnya kembali mengkaji dan memahami partai politik (parpol) dalam Islam. Bagaimana parpol dibentuk, asas berdirinya, tujuan pembentukannya dan amal serta fungsinya.

 

Politik dalam Islam

Dalam Islam, politik (as-siyaasah) adalah ar-ri’aayah (pemeliharaan, pengaturan, penjagaan dan pengurusan) terhadap berbagai urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan syariah Islam, yang dilakukan oleh negara sebagai pelaksana dan oleh umat dengan melakukan koreksi dan muhaasabah terhadap negara1.

Definisi ini terpancar dari hadits Nabi Muhammad saw. tentang peran para nabi di tengah kaumnya dan para khalifah (pemimpin negara Islam) di tengah-tengah umat:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

Dulu Bani Israil dipimpin (dipelihara, diatur, diurus) oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sungguh tidak ada nabi setelah aku. Yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak (HR al-Bukhari).

 

Dari paparan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas politik wajib dilakukan oleh negara dalam bentuk pengurusan umat secara praktis sesuai syariah Islam.  Aktivitas politik juga wajib dilakukan oleh umat dalam wujud amar makruf nahi mungkar serta koreksi dan kontrol (muhaasabah) atas kebijakan-kebijakan negara agar sesuai dengan syariah Islam.

Karena itu keberadaan partai politik (parpol) yang bergerak di tengah-tengah umat sangatlah penting. Parpol memiliki tugas membimbing dan mengedukasi umat serta menggerakkan mereka. Dengan itu aktivitas politik umat yang merupakan hak dan sekaligus kewajiban dapat tertunaikan dengan baik dan sempurna.

Karena itulah Allah memerintahkan agar ada—setidaknya satu—parpol yang bergerak di tengah-tengah umat untuk melakukan tugas-tugas di atas. Allah SWT berfirman:

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ  ١٠٤

Hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah kaum yang beruntung (QS Ali ‘Imran [3]: 104).

 

Partai Politik dalam Islam

Syaikh Ziyad Ghazal, di dalam kitabnya, Masyruu’ Qaanuun al-Ahzaab fii Dawlah al-Khilaafah, menjelaskan: “Partai politik adalah organisasi yang bersifat permanen dari kaum Muslim yang bertujuan melakukan aktivitas politik dengan izin dari Allah sebagai Pemilik syariah.”2

Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa partai politik di dalam Islam ada karena diizinkan oleh Allah. Karena itu mendirikan partai politik tidak perlu mendapatkan izin dari pemerintah. Sebabnya, Allahlah yang telah mengizinkan, bahkan mewajibkan, sebagaimana dalam QS Ali ‘Imran ayat 104.

Partai politik dalam Islam juga berdiri secara permanen. Tidak berhenti pada masa tertentu. Juga tidak berakhir hanya karena para pendirinya meninggal dunia. Sebabnya, berpolitik (mengontrol kebijakan negara dan melakukan muhasaabah serta amar makruf nahii mungkar) merupakan kewajiban yang permanen. Dengan demikian keanggotaan partai politik Islam wajib dari kalangan kaum Muslim.

 

Asas Partai Politik

Dalam Islam, partai politik wajib berasaskan Islam. Visi-misi, program kerja dan berbagai usluub-nya yang ditempuh wajib berdasarkan syariah Islam. Ukhuwah islamiyah merupakan ikatan dalam keanggotaan partai. Ikatan kepartaian tidak boleh berupa kesukuan, mazhab, ras, dll. Semua itu adalah ‘ashabiyyah yang diharamkan oleh Islam. Allah SWT berfirman:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ ١٠٣

Berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan jangan bercerai-berai! (QS Ali Imran [3]: 103).

 

Nabi saw. juga bersabda:

مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَة عُمِيَّةً، يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ أَوْ يَدْعُوْ إِلَى عَصَبِيَّةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةٍ، فَقُتِلَ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ

Siapa saja berperang di bawah panji buta; marah karena ‘ashabiyyah, atau menyerukan ‘ashabiyyah, atau mendukung ‘ashabiyyah, lalu dia mati, maka matinya adalah mati jahiliah (HR Muslim).

 

Tujuan Partai Politik

Tujuan partai politik dalam Islam adalah mendakwahkan Islam, amar makruf nahi mungkar, melakukan muhaasabah dan kontrol atas pemerintah. (Lihat: QS Ali ‘Imran [3]: 104).

Rasulullah saw.  bersabda:

إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ، فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ، فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ، وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ، وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ

Sungguh akan berkuasa atas kalian para pemimpin. Kalian akan melihat perbuatan makruf dan perbuatan mungkar dari mereka. Siapa saja yang membenci (kemungkaran mereka), sungguh dia telah bebas. Siapa saja yang mengingkari (kemungkaran mereka), suangguh dia telah selamat. Namun, siapa saja yang ridha dan mengikuti (sungguh dia celaka, red.).” (HR Muslim).

 

Boleh saja partai politik menjadi sebuah jalan menuju kekuasaan. Melalui partai, seseorang dapat menyampaikan dan mesosialisasikan visi dan misinya dalam mengurus pemerintahan berdasarkan Islam. Namun, kekuasaan tidak boleh menjadi tujuan partai. Sebabnya, tugas partai adalah dakwah, amar makruf nahi mungkar dan melakukan muhaasabah terhadap kekuasaan.

 

Aktualisasi Parpol Saat Ini

Pada saat adanya pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah), parpol dibentuk untuk melakukan dakwah, berkonsentrasi pada amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah umat, melakukan edukasi politik kepada umat, melakukan kontrol dan koreksi terhadap pemerintahan, serta menjaga penerapan Islam oleh negara baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Adapun pada saat tidak adanya pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah), maka partai politik wajib didirikan dengan tujuan melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’naaf al-hayaah al-islaamiyyah) melalui penegakan kembali Khilafah Islam yang akan menerapkan Islam. Sebabnya, sumber utama semua masalah saat ini adalah lenyapnya Islam dari kehidupan manusia. Karena itu satu-satunya jalan untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut adalah dengan mengembalikan Islam yang mewjud ke dalam sistem kehidupan Islam yang diterapkan oleh negara dalam semua aspeknya.

Dalam perjuangannya, partai politik wajib meneladani Rasulullah Muhammad saw.  dalam menegakkan negara Islam pertama. Rasulullah saw. berjuang mengubah pemikiran, perasaan, perilaku dan peraturan hidup jahiliah menjadi pemikiran, perasaan, perilaku dan peraturan Islam. Beliau membentuk generasi Sahabat dalam meneruskan risalah dakwah hingga tersebar ke seluruh pelosok dunia. Ciri khas dakwah beliau adalah pemikiran (fikriyyah). Rasulullah saw. memulai dakwahnya dengan menyebarkan pemikiran berupa akidah, pandangan hidup dan pemahaman Islam. Beliau sekaligus mendobrak segala bentuk pemikiran dan pandangan hidup sesat serta  menghancurkan semua bentuk kepercayaan dan tradisi nenek moyang jahiliah.

Selain dakwah pemikiran, gerakan dakwah Rasulullah saw. adalah gerakan siyaasah (politik). Beliau mengarahkan potensi umat pada pembentukan suatu kekuatan politik sebagai pelindung dan pendukung dakwah. Semua itu tentu dilakukan tanpa kekerasan. Sebabnya,  aktivitas dakwah dilakukan dengan pemikiran, bukan dengan senjata atau kekerasan.

Gerakan dakwah politik kutlah Rasulullah Muhammad saw. dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, marhalah tasqiif wa takwiin, yaitu tahap pembinaan dan pengaderan. Tahapan dakwah ini terjadi pada Periode Makkah. Beliau membentuk kepribadian Islam pada diri para Sahabat yang telah masuk Islam, dan membentuk mereka menjadi kelompok dakwah.

Pada fase ini, Rasulullah saw. menyembunyikan kelompok dakwahnya dan juga aktivitasnya. Namun,  setiap anggota kelompok dakwah tidak pernah menyembunyikan keislaman mereka. Dengan demikian  setiap individu Sahabat telah dikenal sebagai Muslim yang mendakwahkan agama barunya, yaitu Islam. Mereka berdakwah di tengah-tengah masyarakat Makkah hingga Allah memerintahkan mereka menunjukkan diri. Artinya, yang dimaksud dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi adalah menyembunyikan kelompok dakwahnya, bukan keislaman para Sahabat.

Kedua, berinteraksi dengan umat. Fase ini diawali dengan turunnya firman Allah SWT yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan (QS al-Hijr [15]: 94). Ayat ini menunjukkan bahwa pada mulanya dakwah Rasulullah saw.  dilakukan secara tersembunyi.  Saat itulah Rasulullah saw. telah mengumumkan adanya kelompok dakwah yang kuat. Kejadian itu sangat mengagetkan masyarakat Makkah dan penguasa Quraisy. Sejak itu mulailah terjadi perlawanan besar terhadap dakwah.

Pada fase ini beliau juga melakukan as-shiraa’ al-fikri (pergulatan pemikiran) dan al-kifaah as-siyaasi (perjuangan politik). Beliau mencela praktik-praktik kesyirikan, kezaliman dan berhala-berhala; juga menegakkan hujjah atas orang-orang kafir. Beberapa ayat merekam aktivitas ini (Di antaranya: QS ath-Thur [51]: 35; QS al-Anbiya’ [21]: 98; dll).

Pada fase ini, Rasulullah saw. juga melakukan dharb al-‘alaqaat. Ini adalah upaya untuk memutus hubungan antara masyarakat dengan sistem/rezim yang tengah diterapkan dan para penjaganya. Ini dilakukan oleh beliau untuk merutuhkan tisqah (kepercayaan) masyarakat pada sistem Jahiliyah dan para penjaganya. Dengan itu masyarakat beralih pada Islam dan para pejuangnya.

Beliau juga melakukan thalab an-nushrah (menggalang dukungan) dari para pemilik kekuatan dengan dua tujuan: perlindungan terhadap dakwah dan pelimpahan kekuasaan yang ada di tangan mereka kepada Rasulullah saw. untuk menerapkan sistem Islam.

Pada akhirnya beliau dipertemukan dengan sebagian pemuka Yatsrib (yang kemudian oleh beliau diubah namanya menjadi Madinah). Mereka bersedia memeluk Islam dan siap mendakwahkan Islam kepada kaumnya.

Rasulullah saw. lalu mengutus Mushab bin ‘Umair ke Madinah untuk menyiapkan Madinah. Selama satu tahun berdakwah, Mushab bin Umair mampu menyiapkan Madinah. Ia mendapat dukungan dari para pembesar Madinah. Mereka bersedia memberikan kekuasaannya kepada Rasulullah saw. tanpa syarat apapun. Lalu terjadilah Baiat Aqabah kedua. Dari baiat ini Rasulullah menegakkan Negara Islam pertama di Madinah al-Munawarah.

WalLaah a’lam. [Utsman Zahid as-Sidany]

 

Catatan kaki:

1        Mafaahim Siyaasiyyah li Hizb at-Tahrir, hlm. 5.

2        Ziyad Ghazzal, Masyruu’ Qaanuun al-Ahzaab fii Dawlah al-Khilaafah, Dar al-Waddhah li an-Nasyr, hlm. 56.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 8 =

Back to top button