Telaah Kitab

Investasi Dan Pengelolaan Modal Asing Di Negara Khilafah

(Telaah Kitab Muqaddimah ad-Dustuur Pasal 164)

Telaah Kitab edisi kali ini membahas Pasal 165 tentang larangan investasi dan pengelolaan modal asing di negara Khilafah, termasuk di dalamnya larangan memberikan hak-hak istimewa kepada pihak asing. Redaksi pasal tersebut berbunyi:

يُمْنَعُ اِسْتِغْلاَلُ وَاسْتِثْمَارُ اْلأَمْوَالِ اْلأَجْنَبِيَّةِ فِي الْبِلاَدِ كَمَا يُمْنَعُ مَنْحُ اْلاِمْتِيَازَاتِ لِأَيِّ أَجْنَبِّيٍ .

Investasi dan pengelolaan modal asing  di seluruh negara dilarang sebagaimana pemberian hak istimewa kepada pihak asing dilarang.

 

Kata al-istitsmaar (investasi) dan kata al-istighlaal (pengelolaan modal asing) merupakan dua kata yang berasal dari Barat. Kata istitsmaar bermakna menjadikan harta menghasilkan keuntungan (investasi).  Istitsmaar (investasi) adalah memberikan harta dengan riba.

Adapun kata al-istighlaal (pengelolaan modal asing)  maknanya adalah mengelola harta di sektor industri, pertanian dan perdagangan untuk mendapatkan keuntungan.

Berdasarkan definisi dan makna tersebut,  semua investasi dilarang. Sebabnya, ia adalah riba, dan riba adalah haram.  Ketetapan atas investasi asing semata-mata didasarkan pada hukum, bahwa harbi (warga negara negara kafir harbi) diharamkan melakukan pengelolaan modal yang disertai dengan riba. Ketentuan ini sama dengan kafir dzimmi dan Muslim tanpa ada perbedaan. Ini berdasarkan keumuman Firman Allah SWT:

وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ ٢٧٥

Allah telah mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]: 275).

 

Tidak ada satu pun nash shahih yang mengkhususkan ayat ini untuk riba tertentu. Dengan demikian ia tetap berada dalam keumumannya, baik riba yang dipraktikkan di Negara Islam maupun negara kafir.

Memang ada Hadis Nabi saw. berikut:

لاَ رِبَا بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِ الْحَرْبِ فِي دَارِ الْحَرْبِ

Tidak ada riba antara kaum Muslim dan penduduk negara kafir harbi di negara kafir harbi.

 

Dikatakan, hadis ini telah mengkhususkan keumuman ayat-ayat yang melarang riba secara umum.  Tentu tidak bisa dikatakan demikian, Sebabnya, hadis ini dhaiif.  Hadis ini mursal dari Makhul.  Imam Syafii menilai hadits ini di dalam Kitab Al-Umm sebagai tidak tsaabit dan tidak bisa dijadikan hujjah.   Ibnu Muflih berkata bahwa hadis ini adalah khabar majhuul (tidak diketahui).

Dengan demikian hadis ini tidak layak dijadikan hujjah atas kebolehan riba. Hadis ini juga tidak mengkhususkan ayat tentang keharaman riba. Keharaman riba tetap umum. Karena itu investasi modal asing yang berbasis riba juga haram. Sama dengan investasi modal yang dimiliki oleh rakyat dari kalangan kaum Muslim maupun kafir dzimmi tanpa ada perbedaan.  Sebabnya, ia mengandung riba, sementara riba itu haram.

Pengelolaan modal asing juga haram.  Sebabnya, ia bisa mengantarkan pada keharaman. Ini sesuai dengan kaedah:

اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ حَرَامٌ

Sarana yang mengantarkan pada keharaman adalah haram.

 

Dalam pengharamannya cukup dengan dugaan kuat.  Lantas, bagaimana pengelolaan modal asing bisa mengantarkan pada keharaman yang pasti? Bukti inderawi dan berbagai informasi yang terpercaya kebenarannya memperlihatkan bahwa pengelolaan modal asing di suatu negara adalah jalan yang benar-benar lebar bagi intervensi kaum kafir terhadap negara tersebut.  Karena itu memberikan jalan bagi intervensi mereka adalah haram.

Adapun hak-hak istimewa (privileges) sesungguhnya ia adalah istilah Barat.  Ia memiliki dua makna: Pertama, maknanya adalah memberikan hak-hak tertentu kepada negara asing di dalam negara yang berbeda dengan negara-negara lain. Dengan asumsi hal itu wajib diberikan oleh Negara Islam kepada negara tersebut.  Ini sama seperti hak-hak istimewa yang diberikan Negara Islam pada abad 19 ketika Negara Islam lemah.  Misalnya saja hak-hak istimewa untuk Inggris dan Perancis di Mesir. Contoh: warga negara asing dihukum dengan undang-undang negara mereka. Bukan dengan dengan undang-undang Islam. AKibatnya, Negara Islam seperti tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang asing (kafir).

Hak-hak Istimewa dengan makna seperti ini haram dilihat dari dua sisi:

(1)      Hak-hak istimewa tersebut telah melanggar kedaulatan Negara Islam dan menjadikan negara-negara kafir memiliki kekuasaan atas Negara Islam.  Hal ini haram secara pasti.

(2)      Hak-hak istimewa tersebut menghalangi penerapan hukum Islam atas non-Muslim di Negara Islam dan menjadikan hukum kufurlah yang diterapkan.  Hal ini haram secara pasti.   Oleh karena itu, hak-hak istimewa dengan makna seperti ini dilarang.

Kedua, maknanya adalah memberikan lisensi pada satu perbuatan dari perbuatan-perbuatan mubah, dengan melarang selain orang yang diberi (lisensi).   Ini juga haram. Sama saja lisensi itu diberikan kepada orang asing atau bukan orang asing. Sebabnya, semua yang mubah adalah mubah bagi semua orang.   Pengkhususan hanya kepada seseorang dan pelarangannya atas orang lain merupakan tindakan mengharamkan yang mubah kepada manusia.

Benar. Negara boleh mengatur hal mubah ini dengan usluub-usluub yang memungkinkan pemanfaatannya secara terbaik.  Hanya saja, pengaturan tersebut tidak boleh mengharamkan yang mubah (halal) kepada seseorang.

Dengan demikian hak-hak istimewa dengan makna seperti ini juga haram, bagi orang asing maupun bukan.  Disebutkan hanya kepada orang asing karena pemberian hak istimewa kepada mereka menyebabkan bahaya, Sebabnya, hal itu bisa menyebabkan mereka memiliki dominasi di dalam Negara Islam. Ini sama seperti hak-hak istimewa atas minyak.

WalLaahu alam. [Gus Syams]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × two =

Back to top button