
Ibu Tangguh: ‘Arsitek’ Generasi Mumpuni
Senantiasa melekat dalam benak umat Islam sosok-sosok generasi terdahulu yang berkualitas prima. Tentu kita mengenal sosok Imam Syafii, Abdulah bin Zubair atau Muhammad al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel. Ini semua menunjukkan keberhasilan para ibu terdahulu—pada masa kegemilangan Islam—dalam mendidik anak-anak mereka. Mereka mampu melahirkan generasi rabbani yang handal, yang mengerti tentang arti dan hakekat hidup, makna kebahagiaan hakiki dan memiliki semangat pengabdian pada Islam.
Dalam sosok para ibu terdahulu tertanam keyakinan yang kuat dalam diri mereka, bahwa anak adalah amanah dari Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Para ibu ini juga mengerti bahwa tidak ada satu pun yang bisa memberikan kebahagiaan hakiki kepada anak-anak mereka selain iman dan ketakwaan. Karena itu tak ada yang mereka wariskan kepada anak-anak mereka selain keimanan yang kuat, kecintaan akan ilmu dan amal shalih serta semangat berkorban demi kemuliaan umat dan Islam semata. Bahkan tak jarang kita mendapati kenyataan, bagaimana para ibu pada masa itu rela melepas anak-anak kesayangan mereka untuk meraih kemuliaan yang mungkin diperoleh di medan-medan jihad fî sabilillah.
Dari ibu-ibu tangguh ini, biidznilLâh, lahir generasi yang mumpuni. Generasi ini menjadikan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul-Nya di atas kecintaannya yang lain. Halal dan haram dijadikan landasan dalam menjalani kehidupannya. Mereka siap terjun dalam kancah kehidupan dengan membawa Islam dalam setiap langkah-langkah mereka.
Ibu sebagai Mashna’ ar- Rijâl
Bagaimanapun masa depan generasi Muslim pada masa mendatang menjadi salah satu tanggung jawab kita semua, termasuk para ibu. Termasuk upaya untuk mengembalikan kemuliaan umat dengan membangun kembali sosok generasi mumpuni sebagaimana generasi terdahulu. Caranya tidak lain dengan membimbing dan membina diri kita dan para ibu saat ini agar memiliki kualitas sebagaimana para ibu terdahulu. Tentu saja dengan merujuk pada standar Islam.
Islam telah menempatkan sosok Ibu dalam posisi yang sangat mulia. Bahkan fungsi ibu bukan bersifat biologis semata. Ibu juga memiliki peran strategis dan politis sebagai mashna’ ar-rijâl, ‘arsitek’ generasi pemimpin masa depan. Oleh karena itu Islam menuntut agar kaum perempuan benar-benar menjalankan fungsi keibuan ini dengan sebaik-baiknya selain sebagai bagian dari masyarakat. Ini karena tugas utama perempuan adalah sebagai ummun wa rabbat al-bayt (ibu dan pengatur rumah suaminya). Di sinilah dibutuhkan sosok ibu yang tangguh dan mumpuni.
Ibu Tangguh
Ibu memiliki peran yang sangat penting sebagai ‘pencetak’ generasi yang mumpuni. Karena itu kita harus memiliki karakter sebagai ibu yang berkualitas prima. Dengan merujuk pada beberapa nas dan teladan shahabiyat, ada beberapa kriteria yang harus kita miliki sebagai seorang ibu, sehingga kita mampu mengoptimalkan peran kita sebagai arsitek generasi mumpuni. Antara lain:
- Memiliki iman dan ketakwaan yang kokoh.
Seorang ibu dengan keimanan dan ketakwaan yang tinggi akan sangat memahami makna dan hakikat hidup. Ia sangat paham bahwa kemuliaan setiap orang di hadapan Allah adalah karena ketakwaannya (lihat: QS al-Hujurat [49]: 13).
Ia hanya takut kepada Allah SWT. Karena itu ia akan selalu berusaha melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ibu seperti ini akan senantiasa menggembleng anaknya agar hanya takut kepada Allah, memahami hakikat dan tujuan hidup, menanamkan keimanan yang kokoh, sekaligus mengajarkan untuk tunduk dan patuh pada aturan Sang Pencipta. Ia akan tampil sebagai teladan bagi anak-anaknya dalam hal berpikir dan bersikap.
- Memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT.
Islam telah memposisikan anak sebagai amanah dari Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orangtua. Orangtua diberi amanah oleh Allah SWT dengan kehadiran anak, bukan hanya di dunia semata, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat. Karena itu seorang ibu harus mempersiapkan diri untuk menjaga anak sejak dalam kandungan hingga dilahirkan. Ia akan mengasuh dan mendidik anak dengan penuh sayang hingga dewasa. Harapannya, anak bisa menikmati perjalanan hidupnya sebagai anak yang shalih atau shalihah dan mencapai kemandirian. Selanjutnya ia akan mampu mengarungi kehidupan dengan baik, penuh tanggung jawab dan akhirnya menjadi seseorang yang siap berkorban untuk memperjuangkan Islam.
- Memiliki rasa kasih sayang yang benar.
Islam telah memberikan posisi penting dan mulia bagi perempuan, khususnya seorang ibu. Syariah telah mewanti-wanti agar memilih pasangan yang subur, penyayang dan memiliki pemahaman Islam yang mumpuni. Sebabnya, nantinya seorang perempuan akan menjadi ibu yang memiliki peran sangat penting dalam sebuah keluarga. Rasulullah saw. Bersabda, “Nikahilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi subur (banyak anak). Sungguh aku akan menyaingi umat-umat yang lain dengan bilangan kalian pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad).
Seorang ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan kasih-sayang yang benar, yaitu mendahulukan rasa cinta dan sayang kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Dengan itu mereka kelak mempunyai rasa cinta dan kasih sayang yang benar pula kepada Allah dan Rasul-Nya, orangtua dan keluarganya. Rasa cinta seorang ibu kepada anaknya tidak menghalangi dia untuk mendidik anaknya menjadi mujahid yang rela berkorban untuk Islam. Sebaliknya, seorang anak tidak terhalang untuk mengorbankan miliknya yang paling berharga untuk memperjuangkan Islam walaupun ia harus berpisah dengan orangtua dan keluarganya.
- Memahami bahwa anak adalah asset perjuangan dan masa depan umat.
Saat ini umat membutuhkan para pemimpin yang tangguh dalam perjuangan untuk bangkit kembali sebagai khayru ummah sebagaimana yang seharusnya (QS Ali Imran [3]: 110). Pemimpin yang tangguh hanya akan lahir dari ibu yang tahu persis posisi anak sebagai aset perjuangan dan masa depan umat. Ia akan berusaha menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak, membekali anak dengan sifat-sifat terpuji bagi seorang pemimpin seperti mandiri, rela berkorban, bertanggungjawab, peduli umat dan sebagainya.
- Memiliki kesadaran politik Islam.
Kesadaran politik Islam artinya memahami dan meyakini bahwa pemeliharaan urusan umat harus diatur dengan syariah Islam. Inilah bentuk kesadaran politik yang paling mendasar. Karena itu seorang ibu harus memiliki ilmu yang utuh tentang syariah Islam, bagaimana penerapannya dalam kehidupan, siapa yang berkewajiban menerapkan, urusan apa yang menjadi hak dan kewajibannya dan apakah hukum-hukum itu sudah tertunaikan. Dengan demikian, seorang ibu yang memiliki kesadaran politik Islam akan peka dalam melihat kezaliman yang menimpa umat akibat aturan-aturan Islam tidak diterapkan. Dia pun akan berperan untuk menghilangkan kezaliman itu dengan aktivitas dakwah dan menjadikan anak-anaknya juga menjadi kader dakwah yang turut mengawal pelaksanaan syariah Islam dalam mengatur urusan-urusan kehidupan masyarakatnya.
- Memahami dengan benar Kaidah kausalitas.
Kaidah kausalitas adalah upaya untuk mengaitkan sebab-sebab fisik dengan akibat-akibatnya yang juga bersifat fisik dalam rangka mencapai target dan tujuan tertentu. Upaya ini dilakukan dengan mengetahui seluruh sebab yang bisa mengantarkan pada pencapaian tujuan dan mengaitkannya dengan seluruh akibat secara benar. Sebagai ibu, kita harus menempuh berbagai upaya yang mungkin bisa dilakukan agar anak-anak kita menjadi generasi berkualitas. Diiringi pula dengan senantiasa bertawakal dalam setiap langkah kita. Sabar menjalani prosesnya. Dengan menempuh jalan ini maka ruh perjuangan akan selalu ada dalam setiap gerak langkah kita. Kita berusaha maksimal, tetapi tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Allah terkait hasilnya.
- Memiliki ilmu dan wawasan yang luas tentang konsep pendidikan anak.
Pada tataran praktis seorang ibu membutuhkan ‘ilmu tambahan’ terkait dengan konsep pendidikan anak sesuai dengan tahapan perkembangannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Tentu agar pembentukan generasi unggul dapat terwujud dengan baik. Termasuk pengetahuan terkait masa emas anak yang harus ditangani secara optimal oleh setiap ibu. Tidak lain agar pembentukan dasar-dasar proses berpikir anak dan tumbuh kembangnya bisa dimaksimalkan.
Khatimah
Pada akhirnya, semoga para Muslimah kembali menyadari akan besarnya tanggung jawab mereka terhadap masa depan Islam dan kaum Muslim. Dengan itu mereka akan terpacu untuk berlomba meraih kembali kemuliaan sebagaimana para ibu pada masa Islam terdahulu. Mereka membina diri mereka dan masyarakat dengan pemikiran-pemikiran Islam. Mereka membentuk pola sikap mereka dengan aturan-aturan Islam. Mereka pun berjuang menegakkan syariah Islam dalam wadah Khilafah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Najmah Saiidah]