Baiti Jannati

Membangun Mental Pejuang Pada Anak Sejak Dini

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati bapakmu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng arang di kening keluargamu.

Jika kalian telah melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majulah paling depan niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat. Negeri keabadian. Wahai anakku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah. Inilah kebenaran sejati. Untuk itu berperanglah dan demi itu pula bertempurlah sampai mati.

Wahai anakku, carilah maut niscaya dianugrahi hidup.”

 

+++++++

 

ebuah motivasi yang luar biasa dari seorang ibu ketika melepas anak-anaknya berjihad. Perempuan luar biasa ini adalah al-Khansa yang dikenal sebagai Ummu Syuhada (Ibunda Para Syuhada). Dengan pendidikan, pembinaan dan motivasi dari seorang ibu yang tangguh, yang dibersamai suami yang tangguh pula, keempat anak lelakinya tampil menjadi para pejuang Islam terpercaya. Mereka pergi ke medan perang dengan gagah berani dan syahid di medan al-Qadisiyah. Ketika al-Khansa mendengar kesyahidan semua anaknya, sedikit pun dia tidak merasa sedih atau gundah gulana. Bahkan ia berkata, “Alhamdulillah, Allah telah memuliakan diriku dengan syahidnya putra-putraku.”

Fakta tak terbantahkan, ketika Islam diterapkan secara kâffah, banyak para pejuang dan pembela Islam lahir dari para ibu dan keluarga beriman. Sebabnya, memang keluarga Muslim pada masa Rasulullah dan sahabat adalah keluarga pejuang. Dari merekalah seharusnya kita banyak belajar dan meneladani.

 

Keluarga Pejuang Islam

Ketika sistem Islam ditegakkan, kita akan melihat bahwa keluarga Muslim pada masa itu adalah keluarga pejuang Islam terpercaya. Dalam diri mereka tertanam mental pejuang yang luar biasa. Keluarga Rasulullah saw. dan para Sahabat merupakan sosok teladan bagi umat Islam. Mereka adalah keluarga yang senantiasa gigih berjuang menegakkan kebenaran di muka bumi. Mereka mampu menjadi imam bagi orang-orang bertakwa. Mereka bertanggung jawab menjaga, membela dan menyebarkan risalah ini serta melibatkan keluarga dalam memperjuangkan Islam.

Pada kisah keluarga al-Khansa di atas, tampak nyata mental pejuang dalam keluarga ini. Tanggung jawab terhadap umat membuat dirinya menyemangati keempat putranya untuk berjuang membela Islam. Demikian halnya keluarga Muslim lainnya pada masa itu. Di antaranya keluarga Yasir bin Amir bin Malik ra. selalu lekat dalam ingatan kita. Yasir bersama istrinya, Sumayyah binti Khubath ra., dan anak mereka, Amar bin Yasir ra., termasuk tujuh orang pertama yang masuk Islam. Mereka adalah keluarga sakinah sekaligus pejuang dan penegak Islam yang tangguh. Siap mempertaruhkan nyawa untuk membela Islam. Mereka menjadikan kemuliaan akhirat sebagai tujuan, sekaligus poros hidup mereka.

Tampak jelas betapa pentingnya peran keluarga dalam menumbuhkan mental pejuang dan ruh perjuangan dalam diri anak. Oleh karena itu, para pejuang dan pembela Islam harus mempersiapkan keluarganya agar selalu berada dalam barisan dakwah, menjadi penerus estafet perjuangan dan senantiasa siap membela Islam.

 

Bagaimana Mempersiapkan Anak Bermental Pejuang?

Orangtua manapun tentu sangat menginginkan anak-anaknya memiliki tekad yang kuat, bersungguh-sungguh dan tidak mudah menyerah saat mereka berusaha meraih cita-citanya atau menghadapi kondisi buruk apapun yang menimpanya.

Anak-anak kita hari ini berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Beragam pemikiran dan budaya melingkupi mereka, yang memengaruhi pola pikir dan pola sikap mereka. Sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang mencengkeram negeri ini memang memberi andil besar bagi kondisi anak hari ini. Anak-anak malas beribadah. Sulit diajak shalat. Tidak biasa menutup aurat. Tidak mau belajar. Mendapat pemakluman dari orangtua dan lingkungan sekitar. Mager. Sering menunda sesuatu yang harus segara dikerjakan. Bad mood. Ingin serba instan. Semua ini senantiasa mewarnai kehidupan anak-anak hari ini. Keadaan ini harus menjadi warning bagi para orangtua.

Kalau saja kita dan para ibu lainnya memiliki orientasi hidup dan prinsip sebagaimana para ibunda seperti al-Khansa, Sumayyah dan ibu lainnya yang hidup pada masa sistem Islam tegak, maka kelak akan lahir sosok generasi Muda muslim yang memiliki mental pejuang yang tangguh. Lalu apa yang dapat kita lakukan agar lahir dari keluarga kita anak-anak yang bermental pejuang?

Pertama: Menanamkan keimanan yang kukuh. Sejak dini, anak-anak harus diperkenalkan dengan akidah Islam. Orangtua harus dengan sabar mengenalkan rukun iman dan Islam kepada anak. Ini adalah fondasi yang harus ditanamkan dengan benar dalam diri anak yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikan dirinya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR al-Bukhari).

Penanaman keimanan ini akan menjadikan anak kita mengenal Allah sebagai Al-Khâliq al-Mudabbir dan Rasulullah Muhammad saw. sebagai penyampai risalah Islam. Selanjutnya, akan tumbuh kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Cinta ini akan mendorong anak-anak kita untuk melakukan amal Dia dicintai dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Agar anak semakin mencintai Nabi Muhammad saw., orangtua harus rajin membacakan Sirah Nabawiyah yang menjelaskan cara Rasulullah saw. memperjuangkan dan menegakkan Islam di muka bumi. Dengan demikian, anak-anak akan paham Syariah, juga cara memperjuangkan dan membela Islam.

Kedua: Mengenalkan syariah Islam, termasuk adab dan akhlak mulia, sejak dini. Rasulullah saw. bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu agar mendirikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) ketika telah berumur sepuluh tahun.”

Hadis ini memberikan penjelasan tentang kewajiban orangtua mengajarkan salah satu syariah Islam, yaitu shalat. Demikian pula hukum-hukum yang lain, seperti kewajiban berpakaian sempurna, larangan mencuri, dan sebagainya. Orangtua juga harus menjelaskan hukum yang lima (ahkâm al-khamsah), adab dan akhlak. Orangtua bisa mengajak anak-anak ke majelis-majelis ilmu untuk memperkaya pemahamannya tentang syariah Islam, berdiskusi bersama, dan sebagainya.

Seiring berjalannya waktu, keimanan menguat, makin menguat pula dorongan mereka untuk belajar Islam. Tentu pemahaman terhadap syariah Islam makin luas. Mereka pun makin merasa bertanggung jawab melaksanakannya. Selanjutnya, mereka akan paham betapa istimewanya syariah Islam. Ini semua menjadi kekuatan pendorong dalam diri mereka untuk mengamalkan Islam dalam mengarungi kehidupan. Mereka akan merindukan penerapan syariah Islam di muka bumi. Akhirnya, mereka akan senantiasa terdorong untuk menyebarkan dan berjuang untuk Islam.

Ketiga: Menceritakan tentang kehidupan para Sahabat Nabi saw. Orangtua bisa menceritakan kepada anak-anak tentang kehidupan para Sahabat Nabi saw. Para Sahabat adalah orang-orang berkepribadian unggul dan mulia karena dorongan akidah Islam. Rasulullah saw. telah meletakkan fondasi akidah yang kukuh kepada para Sahabat.

Kepada anak prabalig, orangtua bisa menyampaikan cerita tentang para Sahabat berulang-ulang. Dengan demikian, anak-anak akan berkeinginan menjadi seperti Umar bin al-Khaththab, Khalid bin Walid, Asma binti Abu Bakar, dan sebagainya. Cerita keteguhan Bilal bin Rabbah, keberanian Hamzah bin Abdul Muthalib, kecerdasan Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar, serta masih banyak keutamaan orang-orang terdekat Nabi saw., bisa orangtua sampaikan kepada anak.

Keempat: Memahamkan agar anak menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan. Sesungguhnya perjuangan dakwah merupakan sunnatullah yang harus ditempuh umat Islam. Apalagi dalam situasi ketiadaan Khilafah saat ini. Tegaknya hukum Islam merupakan kewajiban. Karena itu mewujudkan adanya Khilafah di muka bumi ini merupakan kewajiban bagi kita semua. Hanya saja, perjuangan dakwah menuju tegaknya Khilafah bukanlah jalan mudah untuk dilalui oleh keluarga Muslim.

Karena itu, betapa pentingnya peran keluarga bagi keberlangsungan perjuangan. Oleh karena itu para pejuang Islam harus menyiapkan keluarga agar selalu berada dalam barisan dakwah, penerus estafet perjuangan, saling menyemangati yang satu dengan yang lainnya. Hanya dengan dakwah sajalah mental dan semangat pejuang akan senantiasa terpelihara sehingga tetap istiqamah dan konsisten dalam medan perjuangan.

Di sinilah pentingnya peran orangtua untuk terus menanamkan pentingnya dakwah kepada anak-anak sejak dini agar ruh perjuangan selalu ada dalam diri mereka. Dengan itu mereka menjadi para pembela Islam terpercaya. Dengan demikian rintangan, tantangan dan hambatan apa pun di jalan dakwah akan disikapi sebagai risiko atau konsekuensi perjuangan.

Kelima: Memberikan teladan bagi anak. Bagaimana pun anak-anak membutuhkan qudwah dan teladan yang baik, bahkan hingga mereka dewasa. Sudah seharusnya orangtua selalu memberikan contoh yang baik kepada anak cara menjadi pembela Islam terpercaya. Tentu agar benih-benih kebaikan tertanam dan menghunjam dalam jiwa dan sanubari mereka. Selanjutnya, hal itu akan terbawa dalam setiap sikap dan perilaku mereka bahwa syariat Islam harus diterapkan dan ditegakkan.

Orangtua harus memberikan teladan untuk menjadikan Islam sebagai standar setiap perbuatan, juga sebagai rujukan dalam berpikir atau berdiskusi. Buatlah mereka bangga menjadi seorang Muslim dengan aturannya yang sempurna. Mereka akan semangat menjalankan dan menyebarkan syariah-Nya meskipun tidak mudah. Inilah yang akan mengokohkan jiwa untuk menjadi pembela Islam tepercaya saat syariah Islam dan umatnya direndahkan oleh musuh-musuh Islam. Mereka akan menyampaikan kebenaran Islam di mana pun berada.

Keenam: Senantiasa taqarrub kepada Allah SWT. Membela Islam memang bukan tanpa hambatan dan tantangan. Namun, semuanya akan dapat dihadapi. Saat kita makin dekat kepada Allah, Dia pun makin dekat kepada kita. Pada saat itulah pertolongan dan kemudahan akan Allah berikan kepada kita.

Banyak hal yang bisa dilakukan bersama anak-anak kita untuk makin dekat pada Allah SWT, seperti banyak melakukan shalat sunnah, banyak berzikir, banyak berdoa, banyak shaum sunnah, banyak tilawah al-Quran, dan banyak muhasabah. Dengan taqarrub kepada Allah, berarti kita telah mengundang bantuan, pertolongan dan pemeliharaan-Nya. Rasulullah saw. bersabda, ”Pada setiap malam, Tuhan kami Yang Mahasuci dan Mahatinggi turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Dia berfirman, ‘Siapa saja yang berdoa kepada Diri-Ku, Aku akan memperkenankan doanya. Siapa saja yang meminta kepada Diri-Ku, Aku akan mengabulkan permintaannya. Siapa meminta ampunan kepada Diri-Ku, Aku pun akan mengampuninya.’” (HR al-Bukhari Muslim).

Ketujuh: Berusaha menghadirkan ‘ruh perjuangan’ setiap hari’ di rumah. Bukan hal mudah memang memelihara mental pejuang atau ruh perjuangan di tengah situasi sistem yang rusak hari ini. Oleh karena itu, kita harus senantiasa memberi pemahaman kepada anak-anak bahwa antara kebenaran dan kebatilan senantiasa bertarung dan kebenaran harus bisa melenyapkan kebatilan. Karena itu terus mengkaji Islam kâffah menjadi kunci bagi kita dan anak-anak. Dengan itu kebenaran Islam dalam benak kita tetap terjaga kemurniannya.

Selain itu sering berdiskusi tentang berbagai permasalahan yang menimpa umat menjadi momen yang baik bagi anak dan orangtua untuk mengasah pemahaman Islam, semakin yakin bahwa sistem Islamlah yang benar dan satu-satunya yang mampu memberi solusi permasalahan manusia. Inilah yang akan menguatkan semangat juang keluarga kita untuk melawan segala kebatilan.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Najmah Saiidah]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × 1 =

Back to top button