
Mengajak Anak Mengambil Ibrah Dari Palestina
Sore itu Salman tampak sibuk membuka lemari bajunya dan mengeluarkan beberapa potong pakaiannya. Sang bunda yang memperhatikan lantas bertanya kepada anak 5 tahun itu. “Mengapa Salman keluarkan baju-baju ini? Ini baju-baju kesukaan Salman bukan?”
Salman mengulurkan baju-baju itu kepada sang bunda. “Aku mau sumbangkan baju-baju ini ke saudara-saudaraku di Palestina, Bunda. Biar mereka senang pakai baju bagus. Baju mereka kan habis karena rumah mereka dibom, Bunda.”
Sang Bunda tidak bisa berkata-kata. Dia peluk anak kecil itu dengan berurai air mata. Semalam, mereka memang nonton berita tentang Palestina. “Mereka adalah saudara-saudara kita. Mereka menderita dan butuh pertolongan kita,” ucapnya waktu itu.
Palestina, terutama Jalur Gaza, saat ini kondisinya semakin memprihatinkan. Menurut data yang dihimpun oleh United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), selama 7 Oktober 2023-27 Maret 2024 warga Jalur Gaza yang tewas akibat serangan Israel sudah mencapai 32.490 jiwa, dan korban luka 74.889 orang (Katadata.co.id, 28/03/2024). Dari total korban, sekitar 12.300 di antaranya adalah anak-anak (Tempo.co, 05/03/2024).
Belum lagi korban yang jatuh akibat embargo zionis Yahudi yang menahan seluruh pasokan bantuan makanan dan obat-obatan dari luar. Saat ini, kondisi malnutrisi menjadi “pencabut nyawa utama” anak-anak Palestina. Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan 27 anak meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi di Gaza sejak 7 Oktober (Bbc.com, 21/03/2024).
Namun. di balik berbagai peristiwa memilukan di Palestina, banyak sekali ibrah yang bisa kita petik, terutama untuk kita ajarkan kepada anak-anak kita yang tidak mengalami penderitaan seperti anak-anak Palestina.
Iman dan Sabar
Sebuah video yang diunggah oleh seorang fotografer asal Gaza, Mahmoud Sami Alhissi, melalui akun Instragram-nya memperlihatkan seorang anak perempuan berbaju merah muda berbicara dengan lantang akan keberaniannya pada apapun kecuali Allah SWT. Ia menantang tentara zionis di depan RS Al Shifa. Berkali-kali terlihat ia mengucapkan lafal HasbunalLaah wa Ni’mal Wakiil (DetikHikmah, 07/11/2024).
Dalam kisah lain seorang jurnalis menanyakan pada anak-anak yang menghadang tentara zionis, apakah mereka tidak takut ditembak?
“Tidak!” Sebab aku yakin bahwa setiap peluru tentara Israel, jika memang ditakdirkan untuk mematikan, berarti telah ada nama siapa yang akan terkena dan tidak mungkin tertukar dengan nama lainnya,” jawaban bocah itu membuat sang jurnalis tertegun (Hajinews.co.id, 25/05/2021).
Luar biasa! Itulah jawaban yang berakar dari ideologi yang kokoh. Anak-anak Palestina sudah sampai di level itu. Anak-anak kita belum tentu sudah mencapai level tersebut.
Itulah iman. Iman yang telah dimiliki anak-anak sekecil itu. Iman kepada Allah Yang meneguhkan keyakinan bahwa hanya Dia Yang Mahakuasa, Yang menghidupkan dan mematikan. Iman pada takdir yang melahirkan keyakinan bahwa bila ajal belum tiba, tak mungkin seseorang meninggal dunia. Meskipun tentara Israel menembakkan peluru-peluru tajam, jika takdir kematian belum tiba, peluru itu tak akan menembus jantungnya. Iman ini pula yang membuahkan sabar sekalipun ujian itu tak terbayangkan beratnya.
Iman inilah yang harus Ayah dan Bunda tanamkan. Kita cari video dan kisah-kisah ini di internet. Mengajak anak-anak untuk menyaksikannya. Biarlah anak kita belajar dari para pelaku ujian keimanan ini secara langsung. Kita minta pendapat mereka. Baru sampaikan apa yang harus mereka lakukan untuk sampai pada level keimanan itu. Menempa diri dengan ilmu, merenungi ciptaan Allah dan mengkaji al-Quran.
Anak-anak Palestina bukan anak-anak yang menghabiskan waktu dengan bermain game dan berselancar di medsos. Mereka menghabiskan waktu dengan menghapal al-Quran, berzikir dan menuntut ilmu. Syahid menjadi cita-cita mereka. Bahkan mereka telah menuliskan nama-nama mereka di lengan mereka agar jika kelak mereka mati syahid, jenazah mereka dikenal identitasnya.
Adakah cara yang lebih baik untuk menanamkan benih kerinduan akan mati syahid dan mengokohkan perjuangan selain mengajak anak-anak kita merenungi kisah-kisah anak Palestina?
Persaudaraan Islam
Mari ajak anak-anak untuk melihat berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum Muslim di berbagai negara di seluruh dunia untuk membela Palestina. Banyak di antara para peserta aksi yang harus berhadapan dengan polisi dan aparat berwenang. Namun, mereka tidak gentar. Bagi mereka, rakyat Palestina adalah saudara. Mereka tidak akan diam melihat saudaranya menderita.
Inilah konsep ukhuwah islamiyah yang harus kita kenalkan pada anak. Bahwa seluruh Muslim adalah bersaudara. Dalil-dalil yang bisa kita sampaikan di antaranya:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ ١٠
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10).
Rasulullah saw. juga bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi dan berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (HR al-Bukhari dan Muslim).
Untuk menguatkan rasa ukhuwah ini, ajak anak untuk selalu mengikuti berita Palestina dan mendiskusikan dengan mereka apa yang bisa kita lakukan. Ajak mereka untuk mendoakan dan melakukan qunut nazilah. Ajak mereka untuk terlibat mengumpulkan donasi dan memboikot produk-produk yang berafiliasi dengan Yahudi untuk menyalurkan semangat pembelaan mereka dalam jangka pendek.
Selanjutnya jelaskan kepada anak bahwa persoalan kaum Muslim tidak akan selesai tanpa ada ikatan ukhuwah islamiyah yang menjadi kesadaran bersama umat Muslim sedunia. Persoalan Palestina seharusnya bisa selesai ketika kaum Muslim bersatu untuk melawan Israel bersama-sama. Namun, dengan alasan persoalan dalam negeri, atau bukan masalah negara kita, negara-negara mayoritas Muslim diam saja atas persoalan yang menimpa sesama Muslim di negara lain. Sekat-sekat negara dan nasionalisme telah melunturkan persaudaraan Islam. Tugas mereka untuk merajutnya kembali dalam ikatan yang kokoh sebagaimana Rasulullah saw mengajarkannya.
Perjuangan Menegakkan Junnah
Kasus Palestina membukakan mata kita bagaimana lemahnya kaum Muslimin tanpa Khilafah. Hal ini lebih mudah untuk dipahami oleh anak-anak. Ini karena mereka melihat sendiri bagaimana kasus Palestina yang tak kunjung selesai. Padahal negara tetangganya adalah negara-negara kaya yang makmur dan cukup kuat persenjataannya. Namun, mengapa mereka tidak membantu rakyat Palestina?
Kita bisa menjelaskan pada anak, bagaimana negara zionis Yahudi sebenarnya mudah untuk dikalahkan. Hidup mereka pada dasarnya bergantung pada dunia luar. Minyak mereka impor dari negara-negara Asia Tengah yang Muslim dan dipasok melalui jalan darat melalui pipa-pipa yang melewati negara-negara Muslim juga. Senjata dan berbagai amunisi yang dibutuhkan negara zionis ini juga harus didatangkan dari luar, melewati Laut Merah dan laut Tengah yang dikuasai oleh negara-negara Muslim juga. Karena itu jika para penguasa Muslim bersatu maka negeri Yahudi ini tidak akan berdaya.
Namun masalahnya, bagaimana menyatukan negeri-negeri Muslim ini, yang para pemimpinnya adalah antek-antek Amerika? Di sinilah kita bisa menjelaskan kepada anak perlunya seorang pemimpin yang mampu menyatukan seluruh umat Islam. Dia ditaati dan mampu memimpin umat, menyatukan langkah dan kekuatan melawan kezaliman kaum kafir. Dia akan bertindak sebagai perisai sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
إِنَّماَ اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya sebagai pelindung (HR Muslim).
Ketika anak sudah memahami urgensi adanya pemimpin, insyaa Allah akan mudah untuk menggerakkan hatinya ikut terlibat dalam perjuangan mewujudkan pemimpin yang dimaksud. Pemimpin inilah yang akan membawa Palestina kembali ke pangkuan Islam, karena sejatinya Palestina adalah tanah kaum muslimin sejak masa Khalifah Umar bin al-Khaththab.
Khatimah
Anak-anak kitalah yang kelak akan menjadi pemimpin dunia. Mereka akan mewarisi dan melanjutkan perjuangan kita saat ini sampai Islam kembali tegak di muka bumi. Dari tangan mereka kita berharap kaum Muslim yang terzalimi di berbagai belahan dunia saat ini memperoleh uluran bantuan untuk mendapatkan kembali hak-haknya dan menggapai kemenangan.
Karena itulah, sangat penting bagi kita untuk mengajari anak tentang perjuangan membangkitkan kembali Islam. Kita harus membentuk generasi yang memiliki kepekaan dan kepedulian serta mampu merumuskan solusi yang tepat dan menyusun langkah yang diperlukan. Jangan sampai mereka menjadi generasi yang tak acuh. Sibuk bersenang-senang menumpuk harta. Menghabiskan harta untuk hal-hal tak berguna seperti membeli klub bola atau berpesta mengundang selebriti dunia seperti yang dilakukan para pangeran kaya dari negeri juragan minyak. Jangan pula menjadi seperti para pemimpin dunia Muslim yang duduk manis tanpa berbuat apa-apa untuk membela saudaranya yang teraniaya hanya karena beda negara. Derita anak-anak dan perempuan Palestina tak mampu mengusik nuraninya yang sudah dipenuhi syahwat kekuasaan dan kekayaan.
Kasus Palestina insyaa Allah akan menjadi titik balik sejarah umat dalam memulai langkah kebangkitannya setelah sekian lama terpuruk di bawah dominasi Barat dan sekutunya. Anak-anak kita, semoga menjadi para pejuangnya. Aamiin.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Ir. Arini Retnaningsih]