Catatan Dakwah

Belajar Dari Abu Bakar ra.

“Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah. Sungguh jabatan itu merupakan amanah. Pada Hari Kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambil amanah itu dengan haq dan melaksanakan amanah tersebut dengan benar.”

(HR Muslim).

 

++++

 

Hadis shahih di atas berisi petikan respon Nabi saw. saat Abu Dzar al-Ghifari meminta jabatan kepada beliau. Intinya ada dua: Pertama, Abu Dzar dinilai lemah oleh Nabi saw. Tidak memiliki kapabilitas untuk memegang jabatan itu. Melalui hadis ini, Nabi saw. sejak 1400 tahun lalu telah menunjukkan kepada kita tentang satu prinsip penting yang dalam manajemen sekarang dikenal dengan istilah the right man on the right place. Artinya, kompetensi seseorang harus diperhatikan ketika dia hendak diberi jabatan.

Kedua, Nabi saw. mengingatkan bahwa jabatan adalah amanah. Pemangkunya pasti akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Siapa saja yang tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, apalagi jabatan itu didapat dengan jalan tidak benar, pasti akan menderita di akhirat. Alih-alih membawa dia pada kebahagiaan, jabatan itu justru malah menjadi pangkal kehinaan dan penyesalan di sana.

Jadi, melalui hadis ini Nabi saw. telah memberikan kepada kita perspektif tentang pentingnya kesadaran akan pertanggungjawaban di akhirat kelak. Artinya, jabatan adalah amanah. Pemangkunya pasti akan dimintai pertanggunjawaban bukan hanya di dunia, tetapi hingga di akhirat nanti. Kesadaran semacam inilah yang juga langsung ditunjukkan oleh Sayidina Abu Bakar dalam pidatonya sesaat setelah ia terpilih sebagai khalifah. Sebagaimana diceritakan oleh Ahmad Sya’labi dalam Mawsuu’ah Taariikh al-Islâmi wa al-Hadhaarah al-Islâmiyyah, saat itu Sayidina Abu Bakar ra. berkata:


Wahai manusia, sungguh aku telah didaulat sebagai pemimpin atas kalian. Akan tetapi, aku bukanlah manusia terbaik di antara kalian. Jika aku membuat kebijakan yang baik, maka sudilah kalian membantuku. Jika aku bersikap buruk, maka luruskanlah diriku.

Kejujuran itu amanah. Dusta adalah pengkhianatan. Orang tertindas di tengah kalian adalah orang kuat di mataku. Akan aku singkirkan keluhannya, insya Allah. Sebaliknya, orang kuat (yang berbuat sewenang-wenang) di tengah kalian merupakan pihak lemah. Akan aku ambil hak orang lain dari dirinya, insya Allah.

Tidaklah suatu bangsa meninggalkan jihad di jalan Allah SWT, melainkan Dia akan mendatangkan kehinaan kepada mereka. Tidaklah suatu bangsa melakukan banyak perbuatan faahisyah (keburukan), melainkan Allah akan menimpakan bala (siksa) kepada mereka seluruhnya.

Taatilah aku selama aku patuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Jika aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, tidak ada kewajiban atas kalian taat kepadaku. Bergegaslah menuju shalat kalian. Semoga Allah merahmati kalian semua.

 

Dari kutipan pidato Sayidina Abu Bakar ra. yang sangat bernas itu, kita bisa memetik beberapa pelajaran penting. Pertama: Ketaatan kepada pemimpin itu penting, bahkan sangat penting. Pasalnya, visi misi dan tujuan sebuah organisasi, apalagi negara, tak bisa dicapai tanpa kepemimpinan yang ditaati. Namun, Sayidina Abu Bakar ra. mengingatkan bahwa ketaatan kepada pemimpin bukanlah ketaatan mutlak, tetapi bersyarat; yakni selama pemimpin itu mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jika tidak, tidak ada kewajiban atas rakyat untuk mentaati pemimpinnya.

Dengan demikian tolok ukur yang mesti dipakai dalam menilai kualitas seorang pemimpin dan kewajiban mentaati dirinya adalah sejauh mana dia menunjukkan ketaatannya pada aturan atau syariah Allah SWT. Karena itu pula dikatakan oleh Sayidina Abu Bakar ra., “Jika aku membuat kebijakan yang baik maka sudilah kalian membantuku. Jika aku bersikap buruk maka luruskanlah diriku.” Ini sama sekali berbeda dengan yang acap kita lihat sekarang. Apa saja yang dilakukan pemimpin, meski jelas-jelas menyimpang, tetap saja didukung, bahkan tak jarang malah dibenarkan dan dipuji. Sebaliknya, bawahan yang menyimpang, seperti kasus yang terjadi pada seorang Menko yang disebut-sebut terlibat dalam 12 kasus korupsi, alih-alih diperingatkan, malah dimanfaatkan untuk kepentingan politik dirinya. Tak aneh jika akhirnya negeri ini tak ubahnya bagai dipimpin oleh persekutuan jahat antara pemimpin dan para pembantunya. Tujuannya semata-mata guna memuaskan hasrat akan kekuasaan dan kekayaan.

Kedua, Sayidina Abu Bakar ra. mengingatkan pentingnya bersikap jujur dan menghindari dusta. Kejujuran bagi seorang pemimpin implikasinya sangat besar dan luas. Jika, misalnya, seorang pedagang tak jujur, yang bakal dirugikan paling hanya seorang atau beberapa pembeli. Namun, jika pemimpin tidak jujur, maka petaka akan menimpa seluruh bangsa dan negara. Tiada kedustaan kecuali pasti di baliknya ada kejahatan. Hal itu pulalah yang kita lihat selama ini di negeri ini. Banyak kedustaan yang dilakukan oleh penguasa. Soal mobil Esemka yang katanya sudah dipesan ribuan. Soal dana Rp 11 ribu triliun yang katanya sudah di tangan. Koar-koar pro wong cilik, tetapi faktanya tak lebih dari centeng oligarki. Ngomong anti korupsi, tetapi terus saja membiarkan korupsi terjadi tiada henti. Masih banyak yang lainnya. Setelah ditelisik ternyata benar, banyak kejahatan yang disembunyikan di belakang sana.

Ketiga, Sayidina Abu Bakar ra. memberikan satu prinsip penting berkenaan dengan buah dari ketaatan pada syariah Allah SWT, yakni taat pada syariah-Nya pasti akan membawa berkah. Sebaliknya, kemaksiatan kepada Allah SWT pasti akan membawa bencana. Katanya, “Tidaklah suatu bangsa melakukan banyak perbuatan faahisyah (keburukan), melainkan Allah akan menimpakan bala (siksa) kepada mereka seluruhnya.

Banyak persoalan di negeri ini. Di antaranya: makin senjangnya kaya miskin, meningkatnya kerusakan moral, korupsi dan kriminalitas, juga LGBT yang makin marak di mana-mana, pornografi dan pornoaksi yang terus terjadi dan sebagainya. Semua itu adalah sebagian dari tanda-tanda bencana yang menimpa.

Tentang keberkahan yang bakal didapat sebagai buah dari taat kepada Allah SWT sangat jelas disebutkan dalam hadis qudsi. Intinya, Allah SWT akan ridha jika ditaati. Dengan keridhaan itu, Allah SWT akan memberikan berkah-Nya. Sekali Allah SWT memberikan berkah, berkah itu akan datang melimpah ruah. Itu pula yang dijanjikan Allah kepada penduduk sebuah negeri jika penduduknya betul-betul beriman dan bertakwa (QS al-A’raf [7]: 96).

Kesadaran akan pertanggungjawaban di akhirat itulah yang akan membawa seorang pemimpin untuk selalu bersikap jujur, amanah dan senantiasa memberikan keteladanan yang baik dalam memimpin. Beratnya pertanggungjawaban itu pula yang membuat Sayidina Abu Bakar, juga para khalifah sesudahnya, takut melakukan penyimpangan.

Ketika seorang pemimpin di sebuah negara tak lagi memiliki rasa takut kepada Allah SWT dan tak lagi punya rasa khawatir akan beratnya pertanggungjawaban di akhirat nanti, karena semuanya sudah ada dalam kendali dirinya, lalu apa yang akan bisa mencegah dirinya untuk tidak berbuat jahat?

Seorang lurah sangat mungkin tak berani berbuat jahat karena takut kepada pak camat. Pak camat tak berani berbuat neko-neko karena takut kepada walikota. Walikota takut kepada gubernur. Gubernur atau menteri takut kepada Presiden. Terus, presiden takut kepada siapa?

++++

 

Nyatalah, Sayidina Abu Bakar ra. telah memberikan pelajaran penting bagi kita. Utamanya terkait pemimpin dan kepemimpinan. Inilah sebuah pelajaran yang amat berharga di tengah kehidupan sekularistik, yang telah nyata-nyata menjauhkan masyarakat dan para pemimpinnya dari kesadaran transedental; juga di tengah miskinnya keteladanan dari pemimpin yang lebih banyak bekerja atas dorongan materialisme dan hedonisme.

Kita tentu saja sangat merindukan lahirnya kembali sosok pemimpin seperti Sayidina Abu Bakar ra. Kapan hal itu bisa terwujud? Pemimpin seperti itu akan lahir dalam kehidupan Islam yang di dalamnya diterapkan syariah secara kâffah. Tanpa itu, yang terjadi justru sebaliknya. Pemimpin yang semula baik pun bisa berubah menjadi jahat. Yang jahat akan makin jahat, seperti yang terlihat selama ini. Ngeri. [H.M. Ismail Yusanto]     

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 5 =

Check Also
Close
Back to top button