Aksi Hizbut Tahrir Palestina Tolak “Kesepakatan Abad Ini” Ala D Trump
Ribuan Pendukung Hizbut Tahrir (HT) Menolak Kesepakatan Trump. HT menegaskan masalah Palestina adalah Islam dan umat Islam.
Di Kota Hebron pada Selasa (22/11), aksi unjuk rasa masif menegaskan bahwa siapapun umat Islam di seluruh dunia wajib membebaskan Palestina. Para peserta protes itu mengibarkan spanduk, bendera dan slogan yang menyerukan mobilisasi tentara Muslim. Mereka mengecam Trump dan rezim Arab yang tunduk kepada Barat. Peserta aksi juga menyerukan perjuangan bersama untuk menegakkan Khilafah yang akan membebaskan Palestina dan mengusir entitas penjajah Yahudi, mencabut penjajah itu dari akarnya.
Kecam Abbas
Dalam waktu bersamaan Hizbut Tahrir juga mengeluarkan selebaran yang isinya mengecam presiden semu otoritas Palestina. Hizbut Tahrir menegaskan dalam judul selebaran itu: Menolak Kesepakatan dengan Donald Trump Bukanlah dengan Cara Membungkuk dan Mengemis Terhadap Kekuatan Kolonial Penjajah.
Sebagaimana diberitakan VOA Online (12/02) Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas hari Selasa (11/2) meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk tidak menerima usul perdamaian yang disampaikan Presiden Amerika Donald Trump, tetapi membuka kemungkinan perundingan dengan Israel.
Pemimpin Palestina itu mengatakan Amerika tidak lagi bisa menjadi satu-satunya mediator dalam isu Timur Tengah. Ia menyerukan pelaksanaan konferensi internasional yang akan menghidupkan kembali “Kuartet Timur Tengah” yang terdiri dari Amerika, Rusia, Uni Eropa dan PBB.
Menanggapi pidato Abbas, Hizbut Tahrir Palestina menegaskan: “Kami berharap dia diam, bukan berpidato yang menjijikkan yang menunjukkan penghinaan dengan memohon kekuatan kolonial yang justru mendirikan dan melegitimas entitas penjajah Yahudi di Palestina, yang ia gambarkan seolah-olah memiliki legitimasi tertinggi di dunia.”
Dalam pidatonya, Abbas bersikeras untuk mengikuti pendekatan negosiasi yang memalukan yang membawa kemalangan dan malapetaka pada Palestina dan rakyatnya. Abbas juga bersikeras, setiap tindakan perlawan bersenjata melawan Yahudi dia katakan sebagai kekerasan dan terorisme. Abbas membangga-banggakan 83 protokol keamanan yang telah ditandatangani oleh Otoritas Palestina dengan 83 negara untuk memerangi Islam dengan nama memerangi terorisme! Negara pertama dinyatakan Abbas itu adalah Amerika Serikat, negara teror sejati yang selama ini memerangi umat Islam dan melindung entitas penjajah Yahudi.
Dalam pidatonya, Abbas yang terputus dari orang-orang Palestina dan aspirasi mereka, tidak memperhitungkan perasaan mereka. Abbas malah membual dengan dokumen 300 perwira Yahudi (yang membunuh orang-orang Palestina) yang menolak Kesepakatan Trump. Abbas menyebut mereka para perwira Yahudi itu sebagai berjuang demi kebenaran. Abbas mencari simpati Barat dengan meminta belas kasihan untuk Rabin, tetapi tidak untuk para Suhada Palestina. Abbas menganggap bahwa harapannya terletak pada Dewan Keamanan dan lembaga-lembaga internasional (yang bahkan tidak menerapkan salah satu dari 87 resolusi menurut pernyataannya). Sebaliknya, rakyat Palestina bercita-cita untuk memiliki pemimpin ilahi seperti Salahudin untuk membebaskan Al-Aqsa dan mencabut akar entitas Yahudi. Abbas dalam pidatonya bernyanyi di luar kerumunan orang-orang Palestina, bahkan jika dia ingin mewakili mereka.
Dalam sebuah paradoks yang aneh, Abbas mengangkat peta Palestina dari tahun 1917 hingga hari ini, bertanya-tanya siapa yang memberi mereka hak untuk merobohkan Palestina. Abbas seolah-olah lupa siapa yang melakukan perjanjian kriminal yang ditandatangani oleh organisasi PBB, yang menyediakan 78% Palestina untuk orang-orang Yahudi, melupakan Perjanjian Oslo dan sejenis. Semua itu justru memberikan legitimasi yang kuat untuk penjajah Yahudi di bumi Palestina yang diberkati.
Abbas menolak Kesepakatan Trump karena itu menghancurkan solusi dua negara. Padahal rakyat Palestina menolak solusi dua negara yang berarti merupakan pengakuan terhadap keberadaan entitas penjajah Palestina. Dalam selebarannya Hizbut Tahrir menegaskan: “Semua Palestina adalah milik umat Islam dan itu bukan milik Trump atau Dewan Keamanan. Itu adalah tanah Islam menurut aturan Allah dan Rasul-Nya.”
Abbas berpegang teguh pada perdamaian dengan penjajah, sementara rakyat Palestina tidak percaya lagi. Umat Islam bercita-cita untuk memobilisasi pasukan ummah untuk mencabut entitas Yahudi. Pilihan strategis Abbas adalah perdamaian dengan entitas yang merampas kekuasaan. Adapun sedangkan pilihan rakyat Palestina adalah kembalinya Palestina ke kaum Muslim. Dengan itu Al Quds (Yerusalem) akan menjadi rumah mereka dan Ibukota Khilafah mereka berikutnya.
Hizbut Tahrir juga menegaskan solusi untuk masalah Palestina bukan dengan menyerukan konferensi internasional. Di dalamnya semua negara kolonial dan penjahat akan berkumpul melawan Palestina. Mereka berkumpul untuk menghilangkan Palestina demi kepentingan orang Yahudi. Umat Islam diharamkan untuk meminta pertolongan kepada negara-negara kolonial karena kekufuran dan kolonialisme adalah satu (dalam kepercayaan). Amerika, Eropa dan entitas Yahudi adalah satu aliansi melawan Muslim.
Solusi Palestina, tegas Hizbut Tahrir, juga bukan dengan mengikuti prakarsa Arab untuk normalisasi. Solusi Palestina adalah dengan mengembalikan masalah Palestina menjadi masalah Islam dan kaum Muslim. Menyerukan pasukan ummah untuk memobilisasi tentara-tentara mereka yang terlatih untuk menghapus entitas Yahudi. Semua solusi kolonial lainnya—keputusan, inisiatif dan konferensi internasional—tidak berbeda dari Kesepakatan Trump, kecuali dalam penampilan dan bentuk. [Abu Fatih Sholahuddin]