
Membalas Kemunafikan AS dan Sekutunya
Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dicap munafik setelah meratapi pembantaian warga sipil di Gaza oleh tentara Zionis, tetapi menyetujui transfer ribuan bom dan jet tempur senilai miliaran dolar ke Israel. Kecaman keras ini disampaikan oleh para senator ternama Amerika, termasuk Bernie Sanders.
Pengiriman tersebut mencakup lebih dari 1.800 bom yang masing-masing berbobot 2.000 pon, menurut The Washington Post. Amunisi semacam itu dikaitkan dengan meningkatnya jumlah korban sipil akibat serangan Israel yang tanpa henti dan tanpa pandang bulu di Jalur Gaza, Palestina. Inilah jatidiri AS yang munafik: meratapi pembantaian warga Gaza, tetapi mengirim 1.800 bom ke Israel.
Namun, ada yang lebih menyedihkan, yaitu kemunafikan para penguasa negeri Muslim yang membebek pada AS. Sungguh para penguasa itu telah melakukan kejahatan sejak mereka mengalihkan masalah Palestina dari agenda Islam menjadi agenda Arab, kemudian menjadi agenda Palestina. Mereka pun memposisikan diri sebagai pengamat yang bersikap netral.
Mereka juga berpihak kepada musuh. Sebagaimana yang terjadi dalam tragedi Pembantaian Gaza saat ini. Mereka hanya sibuk mengamati pesawat-pesawat tempur Yahudi yang terbang silih-berganti, lalu menghitung korban yang tewas dan terluka.
Setelah itu mereka berlomba-lomba mengeluarkan kecaman dan penolakan keras, baik mereka yang ikut memblokade Jalur Gaza secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Semuanya mengeluarkan kecaman dan penolakan keras.
Bahkan penguasa Mesir, As-Sisi, dari istananya mengancam dan berjanji akan melakukan serangan, jika Israel mengusik Mesir. Dia juga mengeluarkan kecaman dan penolakan keras.
Memang, para penguasa itu sudah tidak punya rasa malu, baik kepada Allah, Rasul-Nya maupun kepada orang Mukmin. Mereka telah memblokade Jalur Gaza sebelum diblokade oleh musuh. Mereka menginginkan warga Gaza menjadi mayat dan tidak menginginkan mereka hidup-hidup. Karena itu mereka menolak membuka pintu perbatasan mereka ketika denyut kehidupan itu masih ada. Mereka baru mau membukanya setelah darah mengalir di atas kolam. Sekarang mereka menyerukan serangkaian pertemuan untuk “mengkaji” respon yang harus diberikan terhadap Pembantaian Gaza, seolah-olah respon tersebut masih kabur.
Itulah kebiasaan yang mereka ikuti. Mereka berkumpul untuk sekadar makan dan minum. Kemudian mereka mengeluarkan pernyataan. Seakan menyampaikan bahwa itulah “sebaik-baik” pembelaan!
Mereka pun menyandang aib mereka dengan pergi ke PBB. Mereka meminta negara-negara yang telah mendirikan entitas Yahudi dan mendukungnya dalam merampas Palestina, agar negara-negara itu mengeluarkan resolusi untuk membantu Palestina dan rakyat Palestina.
Padahal respon terhadap Pembantaian Gaza itu sudah jelas, tidak membutuhkan rapat, pertemuan dan evaluasi. Respon itu juga tidak bergantung pada resolusi dari negara-negara yang telah mendirikan dan mendukung entitas Yahudi. Respon itu hanyalah dengan cara mengerahkan tentara untuk berperang dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk menjadi tentara. Tidak ada lagi yang lain. Para penguasa itu pun memahami hal itu. Namun, mereka itu memang sangat mahir dengan hanya bersilat lidah, melakukan kebohongan dan penyesatan. [Mahfud Abdullah; (Direktur Indonesia Change)]