Opini

Paradoks Pemilu Demokrasi

Pemilu 2024 menyapa rakyat. Masyarakat cukup dikagetkan dengan berjibunnya orang yang berminat untuk menjadi “caleg” (calon legislator) dari puluhan partai. Semua orang bisa melihat gambar, iklan di media cetak/elektronik serta foto-foto pada selebaran, spanduk dan baliho yang bertebaran dengan berbagai pose dan gaya bak foto model. Semua itu lalu dibumbui dengan pujian terhadap diri sendiri/partainya. Tidak ketinggalan, janji-janji manis menjadi bumbu penyedap untuk memikat rakyat.

Layakkah mereka? Sulit menjawabnya. Pasalnya, banyak partai patut diduga condong menjadi “broker politik”, terutama bagi para caleg. Apalagi sistem demokrasi memberikan lahan luas bagi berdirinya partai politik apapun warnanya selama prinsip dasarnya adalah menyokong tegaknya sistem tersebut. Kenyataannya, kebanyakan partai berdiri di atas ideologi yang kabur. Tujuannya tidak jelas. Ide-ide dan konsep-konsepnya samar. Metode perjuangannya pun sering pragmatis.

Kebanyakan partai saat ini berideologi sekuler. Artinya, sejak awal partai-partai ini telah menyepelekan agama (baca: Islam) yang seharusnya dijadikan dasar perjuangannya. Partai-partai ini, berikut para calegnya, jika meraih kemenangan dalam Pemilu dan berhasil menduduki kekuasaan, tentu tidak akan pernah menerapkan syariah Islam/hukum-hukum Allah. Mereka hanya akan menerapkan dan memperkokoh berlakunya hukum-hukum sekuler yang jauh dari nilai-nilai islami. Padahal harus diakui, justru sekularisme inilah yang selama puluhan tahun menjadi sumber masalah/krisis yang melanda bangsa dan negeri ini, hingga hari ini.

Memang ada sejumlah partai Islam. Namun, akhir-akhir ini, terutama setelah bergulirnya reformasi yang ditandai dengan semakin liberal (bebas)-nya kehidupan berbangsa dan bernegara, kebanyakan partai Islam mulai luntur basis ideologinya. Partai-partai Islam semakin pragmatis dan tidak setia lagi pada ideologi yang sejak semula menjadi dasar perjuangannya. Singkatnya, kebanyakan partai Islam saat ini sudah terperangkap dalam pusaran arus liberalisasi, terutama liberalisasi ideologi dan politik.

Selama ini baik partai-partai sekular maupun partai-partai Islam tidak memiliki ide-ide dan konsep-konsep yang jelas untuk menyelesaikan seluruh persoalan yang sedang dialami bangsa ini, misalnya dalam mengatasi krisis ekonomi. Sampai hari ini, tidak ada satu partai pun yang secara rinci dan jelas memiliki konsep untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang semakin mahal, perampokan kekayaan alam oleh pihak asing dll. Yang ada baru sebatas slogan, sementara konsep dan langkah nyatanya seperti apa tidak jelas.

Dengan kondisi seperti itu, haruskah rakyat berharap banyak pada partai-partai yang ada dan para calegnya, sementara mereka pasti tidak akan mampu menyelesaikan persoalan besar yang melilit bangsa ini? Faktanya, sudah belasan kali Pemilu digelar, persoalan bangsa semakin rumit, dan rakyat hanya dijadikan obyek eksploitasi elit-elit politik.[ Pompy Syaiful]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − 13 =

Back to top button