Siyasah Dakwah

Pemilihan dan Pengangkatan Kepala Negara Dalam Islam

M. Shiddiq Al-Jawi

Cara pemilihan Khulafaur Rasyidin yang tidak baku pasca wafatnya Nabi SAW sering dijadikan alasan oleh sebagian pihak untuk menolak Khilafah. Hal itu karena ketidakbakuan tersebut dianggap bukti bahwa Islam tak mengajarkan sistem pemerintahan tertentu. Karena itu umat Islam dianggap sah-sah saja mengadopsi sistem pemerintahan apa pun seperti republik, kerajaan (monarki), dan sebagainya. (Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, Kuwait: Darul Buhuts al-‘Ilmiyah, 1980, hlm. 85).

Padahal dalam pemilihan dan pengangkatan Khulafaur Rasyidin tersebut ada hal yang memang baku. Hal yang baku adalah pembaiatan khalifah. Pengangkatan sekaligus pembaiatan seseorang menjadi khalifah oleh umat Islam selalu ada dan tidak pernah ditinggalkan oleh umat Islam, baik pada masa khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, ataupun khalifah Ali, ridhwanulLâh ‘alayhim. Pembaiatan ini baku sehingga dapat disebut sebagai satu-satunya metode pengangkatan khalifah (tharîqah li nashb al-khalîfah).

Adapun yang tidak baku adalah teknis pemilihan khalifah sebelum pembaiatan yang memang tidak tunggal, tetapi mengambil cara yang berbeda-beda. Perbedaan teknis pemilihan khalifah pra-baiat tersebut diketahui secara luas oleh para Sahabat Nabi saw.. Tak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari perkara ini. Dengan demikian telah terwujud Ijmak Sahabat mengenai kebolehan berbagai macam cara pemilihan khalifah sebelum pembaiatan khalifah. (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fî al-Hukm wa al-Idârah. Beirut: Darul Ummah, 2005, hlm. 27).

Pembaiatan Khalifah: Perkara Baku

Dalam pengangkatan khalifah (nashb al-khalîfah), terdapat hal yang baku, yaitu baiat. Baiat adalah metode satu-satunya untuk mengangkat khalifah. Baiat ini adalah istilah lain untuk akad (kontrak) politik di antara dua pihak: (1) Umat Islam atau para wakil umat yang sering disebut Ahlul Halli wa Aqdi atau Majelis Umat di satu pihak. Kedua: Seorang kandidat khalifah di pihak lain. Baiat mengandung komitmen dari pihak umat untuk menaati khalifah yang dibaiat. Adapun khalifah yang dibaiat berkomitmen untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya di tengah-tengah umat (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm. Beirut: Darul Ummah, 2002, hlm. 56).

Pada masa Khulafaur Rasyidin, pembaiatan khalifah selalu terjadi. Tidak ada satu orang pun khalifah kecuali pasti dibaiat oleh umat, baik pada masa Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, ataupun khalifah Ali ridhwânulLâh ‘alayhim. Jadi pembaiatan khalifah ini adalah hal yang baku (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fî al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 26).

Mengapa pembaiatan khalifah ini bersifat baku dalam arti selalu diamalkan oleh para Sahabat Nabi saw. pada masa Khulafaur Rasyidin tanpa kecuali? Alasannya, karena terdapat nas-nas al-Quran dan as-Sunnah yang mewajibkan umat Islam untuk membaiat khalifah. Dalam al-Quran terdapat perintah kepada kaum Muslim untuk membaiat Nabi saw. sebagai Imam (pemimpin) mereka saat itu (Lihat: QS al-Mumtahanah [60]: 12 dan QS al-Fath [48]: 18). Dalam as-Sunnah banyak pula nas-nas yang menjelaskan kewajiban umat Islam untuk membaiat seorang imam (khalifah). Nabi saw., misalnya, bersabda:

وَ مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِّهِ وَ ثَمْرَةَ قَلْبِهِ، فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخِرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ اْلآخِرِ

Siapa saja yang membaiat seorang imam (khalifah), lalu dia memberikan kepada imam itu genggaman tangan dan buah hatinya, maka hendaklah dia menaati imam itu dengan sekuat kemampuan dia. Kemudian jika datang orang lain yang hendak merebut kepemimpinan imam itu, maka penggallah lehernya (HR Muslim).

Baiat yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin ada dua macam:

  1. Baiat in’iqâd. Disebut juga dengan baiat khâshash (baiat khusus). Inilah baiat untuk mengangkat seseorang menjadi khalifah, yang dilakukan oleh wakil-wakil umat (Ahlul Halli wal ‘Aqdi). Pada masa Abu Bakar, baiat in’iqâd ini terjadi di Saqifah Bani Saidah, juga ketika para Sahabat dari Muhajirin dan Anshar sebagai Ahlul Halli wal ‘Aqdi saat itu membaiat Abu Bakar sebagai khalifah.
  2. Baiat taat. Disebut juga dengan baiat ‘âmmah (baiat umum). Baiat ini diberikan oleh umat Islam pada umumnya dalam bentuk kepatuhan terhadap kekuasaan politik yang telah dimiliki Khalifah. Pada masa Abu Bakar baiat ‘âmmah (baiat umum) ini terjadi di Masjid Nabawi setelah shalat shubuh berjamaah pada hari kedua (Selasa). Ini terjadi setelah baiat in’iqâd sehari sebelumnya (Senin) di Saqifah Bani Saidah pasca Nabi saw. wafat (Al-Khalidi, ibid., hlm. 262-263; Ahmad Mahmud Alu Mahmud, Al-Bay’ah fî al-Islâm: Târîkhuhâ wa Aqsamuhâ bayna an-Nazhariyah wa at-Tathbîq, Bahrain: Dar ar-Razi, t.t., hlm. 164-165; Ahmad Fuad Abdul Majid, Al-Bay’ah ‘inda Mufakkir Ahl as-Sunnah, Kairo: Dar Quba, 1998, hlm. 03-104).

Baiat in’iqâd inilah yang sering disinggung oleh ulama ketika membicarakan akad Khilafah (in’iqâd al khilâfah) antara kandidat khalifah dan Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Imam an-Nawawi dalam kitabnya Nihâyah al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj (VII/390) telah berkata:

وتنعقد الإمامة بالبيعة والأصح بيعة أهل الحل والعقد…الذين يتيسر اجتماعهم

Akad Imamah (Khilafah) sah dengan adanya baiat atau lebih tepatnya baiat dari Ahlul Halli wal ‘Aqdi…yang mudah untuk dikumpulkan.

Baiat in’iqâd inilah yang menjadi satu-satunya metode (tharîqah) syar’i untuk mengangkat seorang khalifah. Baiat inilah perkara yang baku dalam pengangkatan khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin.

Perlu ditambahkan, para ulama memang menyebut ada tiga metode lain di luar baiat untuk mengangkat khalifah (nashb al-khalîfah), namun dalilnya tidaklah kuat. Tiga metode tersebut adalah: (1) penunjukkan khalifah sebelumnya, atau disebut juga sistem putra mahkota, yang disebut dengan istilah al-istikhlâf atau wilâyah al-‘ahdi; (2) pengambilan kekuasaan secara paksa dengan kekuatan fisik (disebut dengan al-ghalabah wa al-qahr wa al-istilâ`); (3) dengan penetapan (nas, teks) dari Allah SWT, sebagaimana pendapat golongan Syiah (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 260-261).

Mengenai istikhlâf atau wilâyah al-‘ahdi, menurut Abdul Qadim Zallum, tidak sah menjadi metode pengangkatan khalifah. Alasannya, kekuasaan (ash-sulthân) itu milik umat Islam, bukan milik khalifah sebelumnya. Adapun penunjukan pengganti (istikhlâf) yang dilakukan Khalifah Abu Bakar terhadap Umar, sifatnya hanya pencalonan (tarsyîh), bukan akad pengangkatan Umar sebagai khalifah. Umar menjadi khalifah bukan karena penunjukan oleh Abu Bakar, melainkan karena baiat yang diberikan umat setelah Khalifah Abu Bakar wafat (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 86-87).

Pengambilan kekuasaan secara paksa dengan kekuatan fisik juga jelas tidak sah menjadi metode pengangkatan khalifah. Alasannya, di sini terjadi pemaksaan (ikrâh) yang menjadikan akad Khilafah itu cacat. Padahal Khilafah adalah suatu akad (baiat) yang wajib didasarkan pada kerelaan tanpa ada pemaksaan, sebagaimana akad-akad lainnya. Adapun jika pengambil kekuasaan itu (mutasallith) berhasil meyakinkan umat untuk membaiat dia, dan kemudian umat membaiat dia secara rela tanpa paksaan, maka dia baru menjadi khalifah sejak baiat ini, bukan sejak dia mengambil kekuasaan secara paksa (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 57-58).

Adapun pengangkatan khalifah berdasarkan nas sebagaimana pendapat Syiah, hal ini tidak benar. Alasannya antara lain, bahwa nas-nas al-Quran dan as-Sunnah secara jelas hanya menjelaskan metode pengangkatan khalifah, yaitu baiat, namun tidak menjelaskan secara khusus siapakah sosok khalifah yang dimaksudkan. Adanya nas-nas syariah tentang baiat telah menafikan apa yang diklaim sebagai wasiat Nabi saw. mengenai Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra. pasca Nabi saw. wafat (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, Juz II, Bab Lam Yu’ayyin asy-Syar’u Syakhsh[an] Mu’ayyanan li al-Khilâfah. Beirut: Darul Ummah, 2003, hlm. 54-95).

Teknis Pra Pembaiatan Khalifah

Pada masa Khulafaur Rasyidin terdapat hal yang tidak baku, yaitu teknis pemilihan khalifah sebelum pembaiatan. Memang  cara pemilihan yang terjadi pada masa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali berbeda-beda.

Abu Bakar dipilih oleh Muhajirin dan Anshar sebagai Ahlul Halli wal ‘Aqdi di Saqifah Bani Saidah pasca Nabi saw. wafat. Umar dipilih berdasarkan istikhlâf (penunjukkan pengganti) oleh Abu Bakar meski ini sifatnya hanya pencalonan (tarsyîh), bukan pengangkatan Umar sebagai khalifah. Umar baru menjadi khalifah setelah dibaiat oleh umat setelah Abu Bakar wafat. Utsman dipilih oleh Panitia Enam yang dibentuk oleh Khalifah Umar di bawah pimpinan Abdurrahman bin Auf setelah peristiwa penikaman terhadap Umar. Adapun Ali dipilih oleh mayoritas umat Islam di Kota Madinah dan Kufah pasca Utsman terbunuh.

Ringkasnya, memang terdapat perbedaan teknis pemilihan khalifah sebelum terjadinya pembaiatan khalifah dengan baiat in’iqâd. Teknis pra-baiat ini memang tidak baku (Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fî al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 27-29).

Namun demikian, perlu diingat bahwa yang tidak baku itu hanyalah teknis sebelum pembaiatan. Adapun baiat yang menjadi metode pengangkatan khalifah sifatnya baku atau wajib seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Perlu diingat pula, teknis yang berbeda-beda itu sah dalam Islam berdasarkan Ijmak Sahabat sebagai sumber hukum ketiga sesudah al-Quran dan as-Sunnah.

Penutup

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan dan pengangkatan Khulafaur Rasyidin ada yang baku dan ada yang tidak baku. Hal yang baku adalah pembaiatan khalifah yang menjadi metode satu-satunya untuk mengangkat seseorang menjadi khalifah. Adapun hal yang tidak baku adalah teknis sebelum pembaiatan khalifah terjadi.

Kaum sekular yang menolak Khilafah dengan alasan adanaya mekanisme yang tidak baku tersebut sebenarnya telah gagal memahami kedudukan baiat yang justru menjadi metode baku untuk mengangkat khalifah dalam sistem Khilafah. Pikiran mereka telah buta dan tersesat sehingga tidak mampu membedakan baiat yang baku dengan teknis pra-baiat yang memang boleh tidak baku.

WalLâhu a’lam. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − 8 =

Back to top button