Haram Penguasa Membiarkan Pembantaian Kaum Muslim Di Gaza, Dll
Soal:
Bagaimana hukumnya penguasa kaum Muslim yang membiarkan pembantaian yang dilakukan kaum Kafir terhadap kaum Muslim di Gaza, dll?
Jawab:
Allah SWT telah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَواْ وَّنَصَرُوٓاْ أُوْلَٰٓئِكَ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُم مِّن وَلَٰيَتِهِم مِّن شَيۡءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُواْۚ وَإِنِ ٱسۡتَنصَرُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ فَعَلَيۡكُمُ ٱلنَّصۡرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوۡمِۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَٰقٞۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٧٢
Sungguh orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah, juga orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada kaum muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. (Terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, tidak ada kewajiban sedikit pun atas kalian melindungi mereka sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, kalian wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dan mereka. Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan (QS al-Anfal [8]: 72).
Ayat ini menjelaskan tentang tiga kelompok orang Mukmin. Pertama, Mukmin yang telah berhijrah dari darul kufur ke Darul Islam, berjihad dengan harta dan jiwa mereka.
Kedua, Mukmin yang memberikan tempat hijrah dan nushrah (pertolongan) kepada Mukmin yang pertama. Dua kelompok ini merupakan teman setia dan pelindung satu sama lain.
Ketiga, Mukmin yang belum berhijrah dari darul kufur ke Darul Islam. Terhadap Mukmin yang ketiga ini, baik Mukmin yang pertama maupun kedua, hukum asalnya tidak wajib memberikan perlindungan atau pertolongan, sampai Mukmin yang ketiga ini hijrah dari dari darul kufur ke Darul Islam.
Meski demikian, di bagian akhir ayat ini, Allah mengecualikan dengan takhshîsh bi as-syarth (pengecualian dengan syarat):1
وَإِنِ ٱسۡتَنصَرُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ فَعَلَيۡكُمُ ٱلنَّصۡرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوۡمِۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَٰقٞۗ ٧٢
(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, kalian wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dan mereka (QS al-Anfal [8]: 72).
Ini mengecualikan dari kondisi sebelumnya:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يُهَاجِرُواْ مَا لَكُم مِّن وَلَٰيَتِهِم مِّن شَيۡءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُواْۚ ٧٢
(Terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.
Ibn ‘Asyur dalam kitab tafsirnya, At-Tahriir wa at-Tanwiir, menjelaskan frasa:
وَإِنِ ٱسۡتَنصَرُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ ٧٢
(Akan tetapi), jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama…
Zharaf yang ditunjukkan pada kata fii dalam firman Allah “wa in istansharuukum fii ad-diini” adalah zharaf majaz (kiasan), yang bisa ditakwilkan pada makna ta’liil (alasan hukum). Dengan kata lain, “Mereka minta pertolongan kepada kalian agar kalian menolong merek demi mempertahankan agama mereka, yaitu untuk mengelak fitnah dalam agama mereka terhadap diri mereka.” Ketika kaum musyrik berusaha mengembalikan mereka kepada agama syirik, maka wajib hukumnya menolong mereka karena faktor agama itu bukan termasuk melindungi pribadi mereka, tetapi termasuk melindungi dan menolong agama. Itu hukumnya wajib bagi mereka, apakah mereka telah ditolong oleh orang, atau belum. Jika faktor penyebab peperangan tersebut ada, maka Allah menjadikan permintaan tolong kaum Muslim yang belum hijrah itu sebagai bagian dari faktor diperintahkannya jihad.2
Ibnu ‘Asyur melanjutkan:
“Wa ‘alaykum an-nashr” (kalian wajib menolong mereka) adalah salah satu bentuk redaksi yang berkonotasi wajib. Maksudnya, kalian wajib menolong mereka. Khabar (predikat) didahulukan, yakni “alaykum”, untuk menjadi perhatian. Adapun huruf “Al” dalam kata an-Nashr berkonotasi, “ahd dzikri” (mengingatkan momen), ketika mereka meminta tolong. Karena frasa “istansharuukum” (mereka meminta tolong kepada kalian) menunjukkan adanya pemintaan tolong. Maknanya, “Kalian wajib menolong mereka.”3
Imam al-Qurthubi menjelaskan:
Firman Allah “wa in istansharuukum fii ad-diini” (Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian karena agama) maksudnya: ketika kaum Mukmin yang belum berhijrah dari darul kufur itu meminta pertolongan kalian, baik dengan memobilisasi pasukan atau harta, untuk menyelamatkan mereka dan menolong mereka, maka itu hukumnya fardhu bagi kalian, dan janganlah kalian menghinakan mereka. Kecuali jika mereka meminta tolong kalian untuk memerangi kaum kafir yang antara kalian dengan mereka ada perjanjian, maka janganlah kalian menolong mereka, dan janganlah kalian menodai perjanjian tersebut hingga selesai masa berlakunya. Ibn al-‘Arabi berkata, “Kecuali mereka menjadi tawanan dan lemah, maka menolong mereka itu berlaku, dan memberikan pertolongan kepada mereka wajib. Dengan itu tidak ada lagi mata yang berkedip di antara kita sampai keluar untuk menyelamatkan mereka, jika jumlah kita memungkinkan untuk itu, atau kita kerahkan semua harta kita untuk mengirim mereka hingga tak tersisa satu dinar pun.” Begitu juga Malik dan semua ulama berkata, “Inna lilLaahi wa inna ilayhi raaji’uun” atas apa yang menimpa makhluk. Ini karena mereka meninggalkan saudara mereka menjadi tawanan musuh, sementara di tangan mereka banyak kekayaan yang tersimpan dan memiliki berbagai kelebihan, baik keadaan, kemampuan, jumlah, kekuatan dan daya tahan.” 4
Dari penjelasan para ulama di atas, jelas bisa dikesimpulan bahwa hukum menolong kaum Muslim adalah wajib. Baik di Palestina, Rohingnya, India atau yang lain, yang meminta tolong karena faktor agama mereka. Kaum Muslim yang mempunyai harta, kemampuan, kekuatan bahkan pasukan wajib menolong mereka. Membiarkan mereka diserang dan dibantai, bahkan dibumihanguskan, sebagaimana yang terjadi di Gaza hari ini, sementara banyak penguasa kaum Muslim—terutama yang dekat dengan wilayah tersebut, seperti Mesir, Yordania, Suriah, Saudi, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan sebagainya—diam, maka mereka semuanya telah melakukan keharaman dan dosa.
Jika karena alasan adanya perjanjian antara entitas Yahudi itu dan mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam ayat di atas, maka alasan itu pun batil. Sama sekali tidak mempunyai nilai dalam pandangan syariah. Pasalnya, entitas Yahudi ini penjajah. Mereka menjajah, merampok, memperkosa dan membunuh serta melakukan kebiadaban yang luar biasa. Bagaimana mungkin berdamai dengan mereka. Apalagi menjaga perjanjian dengan mereka. Padahal mereka sendiri telah mengkhianati perjanjian itu berkali-kali. Mereka bahkan tidak pernah peduli dengan perjanjian apapun.
WalLaahu a’lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]
Catatan kaki:
1 Takhshîsh bi as-syarth di sini dengan menggunakan huruf, “In” al-Khafifah (yang tidak ditasydid), didahului dengan huruf ‘Athaf, “wau” yang bersambung ke kalimat sebelumnya, “Wa aladzina amanu wa lam yuhajiru..” (orang-orang yang beriman dan belum berhijrah). Lebih jauh, silahkan dibaca dalam pembahasan kitab ushul fikih. Lihat, ‘Atha’ bin Khalil, Taisir al-Wushul il al-Ushul, Dar al-Ummah, Beirut, cet. III, 1421 H/2000 M, hal. 214-215.
2 Muhammad At-Thahir bin ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet. I, 1443 H/2021 M, Juz V, hal. 71.
3 Muhammad At-Thahir bin ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, Juz V, hal. 72.
4 Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, cet. IV, 1435 H/2014 M, Juz VIII, hal. 37.