
Peduli Palestina
Palestina, khususnya Gaza, menjadi salah satu potret pilu umat Muslim sekarang ini. Akibat militer zionis Yahudi yang terus melakukan berbagai serangan dan pengeboman. Mereka pun tak segan melakukan pemenjaraan, aneka penyiksaan dan pemerkosaan. Tak peduli orang tua, perempuan, anak-anak bahkan bayi-bayi yang baru dilahirkan. Semua jadi sasaran kebiadaban Yahudi Jahanam.
Ramadhan lalu, kita di sini, dan umumnya umat Islam di berbagai belahan dunia, berpuasa hanya sebulan lamanya, yakni selama Bulan Ramadhan saja. Adapun kaum Muslim Gaza telah “berpuasa” sejak beberapa bulan sebelumnya. Sebabnya jelas. Karena sering tak ada makanan yang bisa mereka makan. Akibatnya, banyak dari mereka yang terpaksa berpuasa dan kerap kelaparan. Hal itu berlangsung selama berbulan-bulan. Sekadar untuk menahan lapar, mereka sering terpaksa makan rerumputan. Ada pula yang terpaksa memakan pakan hewan. Sebagian mereka yang kehausan, terpaksa minum dari air kotor yang tergenang di jalanan. Sungguh pemandangan yang seharusnya menyayat hati bagi siapapun, yang masih punya rasa kemanusiaan.
Saat Idul Fitri yang baru lewat pun, saat kita bergembira dan bahagia merayakan Idul Fitri, sambil menikmati aneka makanan lezat dan bersilaturahmi, dengan berpakaian baru yang serba trendi, kaum Muslim Palestina boleh jadi sedang “merayakan” ragam duka dan tragedi. Mereka menderita kelaparan. Juga kehausan. Setiap detik mereka pun dilanda kengerian. Ngeri jika sewaktu-waktu bom-bom Zionis Yahudi dijatuhkan. Di atas tenda-tenda pengungsian. Di atas ribuan kepala yang tak pernah bisa merasakan tidur nyenyak barang semalam.
Setiap hari berjatuhan ratusan korban. Sampai hari ini sudah ada kurang lebih 32 ribu nyawa melayang. Sekitar 7.000 lainnya masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. Sebagian besar dari para korban tersebut adalah anak-anak dan kaum perempuan.
Yang lebih menyakitkan, para penguasa Muslim, khususnya para pemimpin Arab, sampai saat ini tetap bergeming. Mereka seolah tuli dan buta. Derita kaum Muslim Palestina yang begitu luar-biasa. Tak sedikit pun menyentuh hati mereka. Juga tak sedikit pun mengusik rasa kemanusiaan mereka. Sebagian besar mereka hanya melayangkan kutukan dan kecaman. Itu pun penuh kepura-puraan. Sekadar pencitraan. Agar dianggap punya kepedulian. Sebagian pemimpin Arab/Muslim lainnya bahkan tetap bergandeng tangan. Dengan Zionis Yahudi yang terkenal kejam. Padahal tangan Yahudi durjana itu masih berlumuran darah ribuan para syuhada, juga puluhan ribu Muslim yang terluka.
Menyaksikan semua derita kaum Muslim Palestina yang amat menyakitkan ini, sepantasnya kita bertanya: Dimana umat Islam? Bukankah mereka umat terbaik (QS Ali Imran [3]: 110)? Dimana ukhuwah islamiyah yang sering disuarakan? Bukankah semua kaum Muslim bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10)?
Banyak nas yang menuntut setiap Muslim untuk mempedulikan dan menolong saudara-saudaranya sesama Muslim. Di manapun dan kapanpun. Rasulullah saw., misalnya, bersabda: “Perumpamaan kaum Mukmin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw. pun bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Dia tak boleh menzalimi saudaranya dan membiarkan saudaranya itu (dizalimi). Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya. Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan satu kesulitan saudaranya (di dunia), Allah akan menghilangkan satu kesulitan dari dirinya pada Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari).
Jelas, berdasarkan nas-nas ini, tidak sepantasnya kaum Muslim untuk berdiam diri. Berpangku tangan. Tidak mempedulikan saudaranya. Termasuk saudara-saudara Muslim di Palestina yang telah lama menderita.
Keadaan umat Islam semacam ini tentu tak boleh kita biarkan. Umat Islam harus bangkit. Kaum Muslim harus kembali menjadi umat terbaik. Sebabnya, itulah jatidiri dan karakter asli umat Baginda Nabi saw. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT dalam al-Quran (QS Ali Imran [3]: 10),
Predikat umat terbaik tentu hanya dimiliki oleh kaum Muslim yang bertakwa. Takwa sendiri adalah hikmah yang semestinya terwujud pada diri setiap Muslim yang berpuasa selama Bulan Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183).
Ketakwaan adalah ketaatan secara total pada syariah Allah SWT. Ketakwaan ini harus ada pada kaum Muslim. Baik di level pribadi, di level masyarakat secara kolektif, bahkan di level negara. Ketakwaan total semacam ini hanya bisa terwujud dengan adanya Khilafah/Imamah. Ini karena ada sejumlah hukum syariah, semisal hudûd, yang bukan kapasitas individu sebagai pelaksananya. Pelaksananya tidak lain adalah Imam/Khalifah (Fakhr ad-Din Muhammad bin Umar ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 11/356).
Imam dalam ungkapan di atas adalah Khalifah. Ini di satu sisi, yakni kewajiban adanya Imam (Khalifah) yang menerapkan syariah Islam secara total (kaaffah).
Dengan demikian ketakwaan tercermin dalam dua hal: (1) ketundukan secara totalitas pada syariah Allah; (2) persatuan kaum Muslim sedunia dalam satu kepemimpinan, yakni Khilafah. Inilah yang akan menjadikan Allah menurunkan keberkahan dan kemenangan kepada kaum Muslim atas semua penganut agama dan ideologi lain.
Itulah sebabnya keberadaan Khilafah mutlak dibutuhkan. Wajib secara hukum syariah. Mendesak secara realitas politik. Tanpa Khilafah, umat bak anak ayam kehilangan induknya. Mereka tanpa perlindungan sama sekali. Inilah yang terjadi hari ini. Salah satunya dialami oleh Muslim Palestina sejak puluhan tahun lamanya. Juga dialami oleh Muslim Xingjiang, Muslim Rohingnya, Muslim India, dll. Karena itu benarlah sabda Nabi saw.: “Sungguh Imam/Khalifah adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dirinya dan menjadikan dia sebagai pelindung.” (HR Muslim).
Semua ini seharusnya menjadikan kita makin semangat dalam memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah. Khilafahlah yang akan membebaskan Palestina, juga negeri-neggeri Muslim lainnya yang terjajah.
Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah. [Arief B. Iskandar]