Tarikh

Islamisasi Karawang Raya (Dari Syaikh Qura Hingga Kesultanan Islam) (Selesai)

Susuhunan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuannya adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten dan mempersiapkan logistik untuk penyerangan kembali kafir Belanda di Batavia. Ini sebagaimana tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal. Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan dilaporkan kepada Susuhunan Agung. Wiraperbangsa dianugerahi jabatan wedana (setingkat bupati) di Karawang Raya dan diberi gelar Adipati Kertabumi III. Dia pun diberi hadiah sebilah keris Karosinjang. Kemudian Wiraperbangsa wafat dan digantikan sang putra, Raden Singaperbangsa, yang bergelar Adipati Kertabumi IV. Tugas pokoknya ialah mengusir kafir Belanda dengan mendapat tambahan prajurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung logistik kebutuhan perang. Selanjutnya peran Aria Wirasaba juga terlaporkan kepada Mataram.

Atas jasa keduanya dibuatkan sebuah piagam yang dikenal sebagai Piagem Kuningan Kandangsapi. Berikut ini isi dari piagam yang dimaksud:

“Panget ingkang piagem Kangjeng ing Ki Rangga Gede ing Sumedang kagadahaken ing si Astrawadana, milane sun gadehi piagem sun kongkon angraksa kagengan Dalem Siti Nagara Agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, sirta sun kon anunggoni lumbung isinipun pari limang takes punjul tigawelas jait. Wondening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa. Basa kala tan angrawahi piagem, lagi lampahipun Kiai Judabangsa kaping kalih Ki Wangsaturuna. Ingkang putusan Kangjeng Dalem Ambakta tata titi ang kalih ewu, wedanasipun Ki Singaperbangsa kalih Ki Wirasaba kang dipunawadanaken ing manira. Sasangpun katampi dipun prenahaken ing Waringinpitu lan ing Tanjungpura. Angraksa Siti gung Bungas kilen kala nulis piagem ing dina Rebo tanggal ping sapuluh sasih Mulud taun Alip, kang anulis piagem manira Anggaprana Ti Ti”. (Diperingatkan tentang piagem dari Kangjeng [Susuhunan Agung] kepada Ki Rangga Gede Sumedang, yang dititipkan kepada si Astrawadana. Oleh karena dia (Astrawadana) membawa tugas memelihara (memeriksa) tanah kekuasaan Ratu Nagara Agung Keprabon itu sebelah barat dibatasi oleh Cipamingkis dengan sebelah timur oleh Cilamaya. Selanjutnya Astrawedana harus menunggu lumbung padi yang berisi lima takes 13 jahit. Padi tersebut kemudian harus di angkut oleh Ki Singaperbangsa jika surat perintahnya sudah diterima. Surat itu kemudian akan disampaikan oleh Kyai Judabangsa dan Ki Wangsataruna yang sekarang sedang dalam perjalanan membawa dua ribu orang. Kedua ribu orang tersebut akan diserahkan di bawah Ki Singaperbangsa dan Ki Wirasaba sebagai wedana. Keduanya telah diangkat oleh Ratu. Bila surat pengangkatannya itu sudah datang, mereka harus ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga Nagara Agung dari sebelah barat. Piagem ini ditulis pada hari Rebo tanggal 10 Mulud tahun Alip. Penulisnya Anggaprana Ti Ti).

Dari piagem tersebut dapat dipahami bahwa akan datang Kyai Judabangsa dan Ki Wangsataruna membawa sebanyak dua ribu orang rakyat. Rangga Gede Sumedang diperintahkan melantik Ki Adipati Singaperbangsa dan Aria Wirasaba masing-masing sebagai Wadana (Bupati) Negara Agung (Karawang). Batas-batasnya sebelah barat dibatasi Cipamingkis dan sebelah timur dibatasi Cilamaya, dengan pembagian wilayah Tanjungpura dan Waringinpitu. Sebagaimana disebutkan dalam nukilan angraksa kagengan Dalem Siti Nagara Agung, peranan Karawang Raya sangat penting sebagai batas wilayah Priangan – Mataram, serta untuk logistik mujahidin, anunggoni lumbung isinipun pari. Jejak paling jelas ialah proyek lumbung padi yang hingga kini masih terlihat dengan betapa luasnya bentangan persawahan di Karawang Raya. Penataan sawah berpetak jelas berbeda dengan ngahuma yang menjadi budaya urang Sunda.

Pada era berikutnya terjadi banyak dinamika antara Banten, Sumedang, Cirebon dan Mataram. Setelah Mataram gagal kedua kalinya mengalahkan kafir Belanda di Batavia, terjadi “konflik internal” antara Adipati Ukur dan Mataram dan pendukungnya. Selanjutnya, penguasa Banten dan Mataram mendapat gelar Sultan dari Khalifah Utsmaniyah melalui Syarif Makkah. Kemudian pasca wafatnya Sultan Abu al-Mafakhir dan Sultan Agung Hanyakrakusuma, terjadi upaya pembebasan Tatar Sunda dan Tlatah Jawi dari pengaruh kafir Penjajah Belanda. Upaya tersebut merupakan kerjasama antara Wakil Khalifah Sultan Ageung Tirtayasa dari Banten, Aria Tangerang Imam Wangsakara, Panembahan Maduretna Trunajaya, Sultan Sepuh Cirebon, Bupati Ukur Wiraangunangun dan Bupati Sukapura Wiradadaha serta Cili Widara Bali. Disayangkan, posisi Karawang Raya saat itu menjadi “pusaran konflik” karena Bupati Karawang lebih memilih setia dengan penguasa Mataram Amangku Rat I, sekutu kafir Penjajah Belanda. Pada akhirnya, upaya jihad semesta tersebut belum berhasil mengusir kafir Belanda namun cukup menunjukkan betapa perjuangan Islam begitu kuat di Tatar Sunda, sekaligus membuktikan sikap khianat dan berpecah-belah menjadi “kekuatan utama” bagi kafir Belanda menjajah Bilad al-Jawi.

 

Khatimah

Demikianlah lintasan sejarah Islam yang dilalui Karawang Raya sejak era Syekh Qura hingga masa Kesultanan. Pada intinya, Karawang Raya merupakan negeri para pejuang Islam! Peristiwa Rengasdengklok hanyalah bagian kecil dari sejarah Karawang Raya. Selanjutnya, islamisasi Karawang Raya diemban oleh para menak Sunda trah Aria Wangsagoparana dan ulama alumni al-Haramain, Ashab al-Jawiyyah. Di antara tokohnya semisal Bupati Karawang Dalem Solawat Rd. H. Muhammad Siraj Suriawinata dan Penghulu Karawang Syekh Baing Rd. H. Muhammad Yusuf serta Mama Sempur Plered Syaikh Tubagus Ahmad Bakri dan para muridnya di Karawang, Bekasi, Subang dan Purwakarta.

WalLâhu a‘lam. [Tamat]

 

Referensi Utama

  1. Sunan Gunung Jati (Antara Fiksi dan Fakta), karya Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum.
  2. Menyusuri Jejak Kesultanan Banten, karya Prof. Dr. Titik Pudjiastuti
  3. Menuju Keemasan Banyumas, karya Prof. Dr. Sugeng Priyadi
  4. Aria Wangsakara Tangerang, karya Mufti Ali, Ph.D.
  5. Sajarah Sukapura, karya Dr. Emuch Herman­soemantri

 

Lampiran Daftar Tokoh

  1. Syaikh al-Qurra‘ atau Syekh Qura Maulana Hasanuddin, Tanjungpura
  2. Syekh Bentong putra Syekh Qura, Tanjungpura
  3. Nyai Subanglarang santri Syekh Qura, Tanjungpura
  4. Pangeran Senapati Mangkubumi atau Banyak Belanak, Udug – Udug
  5. Aria Wirasaba Surengrana, Waringinpitu
  6. Adipati Kertabumi III Wiraperbangsa, Tanjungpura
  7. Adipati Kertabumi IV Singaperbanga, Tanjungpura

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 + five =

Back to top button