Afkar

Pentingnya Keyakinan Di Jalan Dakwah

Dakwah adalah perjalanan panjang berliku. Manisnya akan terasa ketika seseorang bersabar menjalaninya. Di antara modal penting dalam dakwah adalah keyakinan. Keyakinan ini akan mengobarkan api semangat yang menyala-nyala. Keyakinan akan membuat pengemban dakwah berdiri tegak dan terus maju. Keyakinan tersebut adalah keyakinan tentang: balasan bagi yang berjuang di jalan dakwah, jalan perjuangan ini didasarkan kepada manhaj dakwah Rasulullah, kemenangan bagi dakwah, kekalahan orang-orang kafir dan nasib buruk penentang dakwah dan balasan bagi para pengemban dakwah yang istiqamah dan sabar. Keyakinan tersebut tumbuh karena didasarkan pada dalil yang qath’i (meyakinkan) atau karena didasarkan pada akidah Islam.

 

Balasan Agung

Dakwah merupakan sebaik-baik perkataan dan seruan. Allah SWT berfirman:

وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik ucapannya daripada ucapan orang yang menyeru manusia kepada (agama) Allah dan beramal salih serta berkata, ‘Aku termasuk orang yang berserah diri  (QS Fushshilat [41]: 33).

Sebagaimana pesan hadis Nabi saw., “Ad-Dîn an-nashîhah” (HR Muslim dan Abu Dawud), belia secara khusus telah memuji aktivitas mengoreksi penguasa zalim, untuk mengoreksi kesalahannya dan menyampaikan kebenaran kepada dia:

أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang haq pada pemimpin yang zalim (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Dawud, at-Thabarani dan al-Baihaqi).

 

Diperjelas lagi oleh hadis lainnya:

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَمَنْ قَامَ أَمَامَ إِمَامٍ جَائِرٍ فَنَصَحَهُ فَقَتَلَهُ

Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zalim lalu memerintah dia (kebaikan) dan mencegah dia (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zalim itu) membunuhnya (HR al-Hakim dan al-Thabarani).

Kalimat afdhal al-jihâd dalam hadis pertama merupakan bentuk tafdhîl (pengutama-an). Ini menunjukkan secara jelas keutamaan mengoreksi penguasa, menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang berbuat zalim.

Dalam hadis kedua, orang yang mengoreksi penguasa, lalu dizalimi dan dibunuh, maka dianugerahi predikat sebagai sayyid asy-syuhadâ’ (penghulu mereka yang mati syahid).

Kedua kalimat ini jelas merupakan indikasi pujian atas perbuatan mengoreksi penguasa, dalam bentuk ikhbâr (pemberitahuan) yang berfaedah wajib. Itu semua menunjukkan bahwa orang yang berdakwah dan berjuangan di jalan Allah, termasuk aktivitas politik untuk mengoreksi penguasa zalim, akan diganjar oleh Allah SWT dengan balasan yang besar.

 

Mengikuti Manhaj Dakwah Rasulullah saw.

Dakwah yang benar adalah dakwah yang didasarkan pada manhaj dakwah Rasulullah saw. Ini adalah prinsip. Allah SWT berfirman:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا

Sungguh bagi kalian pada diri Rasulullah saw. itu terdapat teladan yang baik, yakni bagi siapa saja yang menginginkan Allah dan Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah (QS al-Ahzab [33]: 21).

Keteladanan ini mencakup metode dakwah untuk menegakkan kehidupan Islam secara totalitas (kâffah). Dengan merujuk pada Sirah Nabawiyah, dapat disimpulkan bahwa tharîqah dakwah itu harus melalui jalan umat (‘an tharîq al-ummah), dengan tiga tahapan di dalamnya, yakni: tahapan pembinaan (tatsqîf), tahapan interaksi dengan umat (tafa’ul ma’a al-ummah), dan tahapan penyerahan kekuasaan (istilâm al-hukm) yang ditandai dengaan penerapan hukum Islam secara menyeluruh dan daakwah ke seluruh penjuru dunia.

Tantangan dakwah Nabi saw. mulai muncul secara nyata pada tahapan kedua. Setelah Nabi saw. dan para sahabat melakukan aktivitas tafa’ul tam (berinteraksi dengan umat secara sempurna), yang ditandai tawaf Nabi saw. dan para sahabat mengelilingi Ka’bah. Itu setelah masuk Islamnya orang-orang kuat di kalangan kafir Quraisy, seperti Hamzah bin ‘Abdul Muthallib dan ‘Umar bin al-Khaththab. Kemudian diikuti dengan aktivitas shirâ’ al-fikr (perang pemikiran), kifâh as-siyasi (perjuangan politik), tabanni mashâlih al-ummah (mengadopsi kemaslahatan umat) dan kasyf al-khuthath (membongkar makar jahat penguasa).

Kaum kafir Quraisy memahami benar, bahwa dakwah Nabi Muhammad saw. adalah dakwah pemikiran, yang ingin mengubah pemikiran mereka yang salah. Namun, mereka juga sadar, bahwa dakwah Nabi saw. juga merupakan dakwah politik, yang akan bisa mengubah pandangan hidup, sikap dan peradaban mereka. Mereka paham, jika ini berhasil, maka kaum mereka akan meninggalkan mereka, dan mengikuti Nabi Muhammad saw. dengan Islam yang beliau emban.

 

Janji Pertolongan dan Kemenangan

Kemenangan dakwah adalah suatu keniscayaan. Pertolongan itu ternyata ada pada puncak penderitaan dan kesabaran. Ketika Rasul saw. dan para sahabat mengalami penderitaan, mereka tetap bersabar dan tetap berpegang teguh pada syariah-Nya. Diriwayatkan bahwa karena penderitaan yang luar biasa yang mereka alami, akibat berbagai macam siksaan dan penganiayaan orang-orang kafir, mereka sampai bertanya-tanya kapan pertolongan Allah akan datang. Allah SWT lalu berfirman:

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ

Apakah kalian mengira akan masuk surga, padahal belum datang atas kalian cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan berbagai macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS al-Baqarah [2]: 214).

Karena itu yang dituntut dari para pengemban dakwah dalam menghadapi semua tantangan, gangguan dan ancaman dalam dakwah adalah meneladani Rasul saw dan para sahabat beliau. Mereka selalu yakin dengan pertolongan Allah SWT sehingga mereka selalu berkata:

حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِيلُ

Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan sebaik-baik Pelindung (QS Ali Imran [3]: 173).

Sesungguhnya cahaya Allah tidak akan pernah bisa dipadamkan oleh makar manusia. Islam pasti menang. Sesuai janji Allah SWT, sebentar lagi pertolongan-Nya akan segera datang. Islam akan menjadi satu-satunya mabda (ideologi) yang menang atas semua ideologi lain. Allah SWT telah berfirman:

يُرِيدُونَ أَن يُطۡفِ‍ُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ

Orang-orang kafir itu kehendak memadamkan cahaya (agama) Allah, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya (agama)-Nya meskipun orang-orang kafir itu membencinya (QS at-Taubah [9]: 32).

 

Penentang Dakwah Pasti Kalah

Para penentang dakwah pada setiap zaman akan senantiasa ada. Allah SWT berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا شَيَٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ

Demikianlah Kami telah menjadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan jin (QS al-An’am [6]: 112).

Imam Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa ujian yang disebutkan Allah SWT dalam ayat ini tidak hanya menimpa Rasulullah saw., tetapi juga berlaku umum bagi orang-orang yang mengikuti beliau dalam dakwah.

Di antara upaya menjegal dakwah adalah dengan berbagai propaganda atau pemberian stigma negatif baik pada Islam maupun kepada para pejuangnya. Rasulullah saw. dan para sahabat telah mengalami kondisi demikian. Bahkan Rasulullah saw. pernah disebut sebagai orang gila (QS al-Hijr [15]: 6), tukang sihir (QS Shad [38]: 4), penyair gila (QS Shaffat [37]: 37), pemecah-belah persatuan kaumnya, dsb.

Ajaran Islam juga tak lepas dari berbagai cacian. Al-Quran, misalnya, disebut sebagai ayat-ayat sihir (QS al-Muddatsir [74]: 24), kumpulan dongeng (QS al-Muthaffifin [83]: 13); juga dituding sebagai karya orang ‘ajam (non Arab), bukan kalamullah (QS an-Nahl [16]: 103).

Tantangan para pengemban dakwah pada hari ini pun tak berbeda dengan apa yang pernah dialami oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Berbagai upaya dilakukan untuk menjegal dan membungkam dakwah, antara lain dengan cara: Pertama, mengkriminalisasi para da’i dengan tuduhan kaum radikal, mengancam kebhinekaan, membawa ajaran yang tidak sesuai budaya lokal, dll. Kedua, menangkap para pegiat dakwah. Ketiga, mengkriminalisasi ajaran Islam, terutama syariah dan khilafah.

Ketahuilah bahwa para penentang dakwah akan mengalami kehinaan di dunia dan di akhirat. Mereka akan dikalahkan dengan izin Allah SWT sebagaimana para penentang dakwah Nabi saw. Adapun di akhirat, mereka akan mendapat siksa yang pedih. Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَتَنُواْ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَتُوبُواْ فَلَهُمۡ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمۡ عَذَابُ ٱلۡحَرِيقِ

Sungguh orang-orang yang menimpakan fitnah kepada kaum Mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertobat, bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar (QS al-Buruj [85]: 10).

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ

Sungguh orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Ke dalam Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan (QS al-Anfal [8]: 36).

 

Balasan atas Kesabaran dan Keistiqamahan

Orang yang istiqamah dan sabar di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan banyak keutamaan. Allah SWT telah menjelaskan masalah ini dengan sangat jelas di dalam al-Quran dan al-Hadits. Di antara ayat-ayat yang berbicara tentang keutamaan istiqamah adalah ayat berikut ini:

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ

Sungguh orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih serta bergembiralah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushshilat [41]: 30).

Ayat di atas dan ayat lainnya (seperti QS Fushshilat [41]: 31-32 dan QS al-Ahqaf [46]: 13) menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwa orang yang istiqamah di jalan Allah akan memperoleh banyak keutamaan.

Di antara keutamaan tersebut adalah: Pertama, Allah akan menurunkan malaikat kepada orang-orang yang beriman dan beristiqamah di jalan Allah. Malaikat tersebut menghibur dengan ucapan, “Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih serta bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadalian.” (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 15/358).

Kedua, malaikat akan menjadi penolong (wali) orang yang istiqamah di kehidupan dunia dan akhirat. Menurut Mujahid, malaikat akan menjadi sekutu orang-orang yang istiqamah di kehidupan dunia, dan kelak di akhirat. Malaikat itu tidak akan berpisah dengan orang tersebut hingga ia masuk ke dalam surga Allah. As-Sudi menyatakan, malaikat akan menjadi penjaga amal orang yang istiqamah di kehidupan dunia dan penolong di hari akhir. (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 15/360).

Demikian juga dengan sabar. Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا كَانَ مُخَالِطًا النَّاسَ وَيَصْبرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيرٌ مِنَ الْمُسْلِمِ الَّذِى لاَيُخَالِطُ النَّاسَ وَلا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

Jika seorang Muslim berinteraksi dengan masyarakat, lalu ia bersabar dari perlakuan buruk masyarakat terhadap dirinya (dalam dakwah), hal itu adalah lebih baik daripada seorang Muslim yang tidak mau berinteraksi dan tidak bersabar dari perlakuan buruk masyarakat (HR al-Tirmidzi).

Imam al-Shan’ani menjelaskan, “Hadis tersebut menjelaskan keutamaan bagi orang yang berinteraksi, menyeru masyarakat pada kemakrufan, mencegah kemungkaran dan memperbaiki sistem sosial mereka. Hal demikian lebih baik ketimbang orang yang menyendiri dan tidak mau bersabar dalam berinteraksi.” (As-Shan’ani, Subul as-Salâm, V/245).

Al-Hafizh al-Munawi berkata, “Kesabaran yang paling besar adalah, sabar berinteraksi dengan masyarakat dan menahan semua perlakuan buruk mereka (Al-Munawi, Faydh al-Qadîr, VI/332).

Bahkan Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

وَالصَّابِرُ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ اْلمُنْفِقِ لِأَنَّ حَسَنَتَه مُضَاعَفَة إِلَى سَبْعِمِائَةٍ

“Orang sabar mendapat pahala lebih besar dari orang yang suka berinfak karena kebaikan orang sabar dilipat gandakan menjadi 700 kebaikan.” (Ibnu Hajar, Fath al-Bâri, XVII /274).

WalLâhu a’lam. [Yuana Ryan]

Penulis adalah Mudir Pusat Pendidikan Hadits Ma’had Khadimus Sunnah Bandung

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen − 13 =

Back to top button