Catatan Dakwah

Generasi

“Jadilah mujahid yang punya mimpi dan cita-cita yang besar, mengikuti petunjuk Nabi saw. Jika engkau tidak bisa mewujudkannya, anak keturunanmu akan melanjutkan perjuangan. Tanamlah benih yang akan terus tumbuh untuk 1000 tahun mendatang. Namun, ingat, untuk bisa mewujudkan cita-cita Nabi saw., kita harus mengikuti jalan kenabian. Tak ada yang bisa dicapai tanpa mengikuti jalan Nabi saw.”

(Nasihat Syaikh Adebali kepada Osman).

 

++++

 

Tengah bulan November 2024 lalu, selepas melaksanakan umrah, saya bersama jamaah berkunjung ke masjid dan makam Osman Ghazi di Bursa, Turki. Siapa Osman atau Utsman itu? Dia adalah peletak dasar Kesultanan, yang kemudian menjadi Kekhilafahan Utsmani.

Banyak pelajaran di sana. Di antaranya yang utama adalah betapa pentingnya pendidikan dan pembinaan generasi. Itu dibuktikan dari kisah Kabilah Kayi, dari mana Utsman dilahirkan. Ia dididik langsung oleh ayahandanya, Ertugrul, anak lelaki hebat dari pemimpin Kabilah Kayi, Sulaiman Syah.

Kabilah Kayi berasal dari Balkh, wilayah di utara Afganistan sekarang. Mereka hidup nomaden, karena tidak punya daerah sendiri. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan sekitar 400 tenda yang menampung 2000-an warganya. Meski begitu, kabilah ini memiliki karakter hebat. Pejuang yang tangguh, pantang menyerah, cinta pada keimanan dan pembela kebenaran yang gigih.

Di tenda-tenda yang terus berpindah-pindah itulah, Sulaiman Syah mendidik semua anak-anaknya, utamanya anak lelaki sulungnya, Ertugrul, dengan tauhid yang kokoh, ketaatan sepenuhnya pada Allah, semangat perjuangan dan jihad yang menyala-nyala, kerinduan pada syahid, tak takut mati. Berkat gemblengan Sulaiman Syah, Ertugrul tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah berani, dengan kepemimpinan, semangat perjuangan dan kecerdikan yang luar biasa.

Ertugrullah sesungguhnya yang mengubah arah perjalanan Kabilah Kayi ini. Dari bukan apa-apa, menjadi sebuah kabilah yang amat diperhitungkan oleh lawan-lawannya yang datang dari Kekaisaran Bizantium di arah matahari tenggelam dan Kekaisaran Mongol dari arah matahari terbit, maupun oleh kawan-kawannya utamanya dari Kesultanan Seljuk yang terus melemah dan kabilah-kabilah lain.

Dari Ertugrul lahirlah Utsman, yang seperti ayahnya, berkat pendidikan yang baik, tumbuh menjadi pemuda yang tak kalah hebat. Berkat perjuangan yang tak kenal lelah dan kepercayaan yang diberikan oleh para pimpinan kabilah lain, ia akhirnya menjadi seorang sultan seiring dengan redupnya Kesultanan Seljuk. Dari sinilah, mengapa disebut Kesultanan, dan kelak, Khilafah Utsmani.

Sikap kejuangan Utsman sangat dipengaruhi oleh guru spiritualnya, Syaikh Adebali. Salah satu pesannya tentang pentingnya membangun generasi guna melanjutkan estafeta perjuangan, “Tanamlah benih yang akan terus tumbuh untuk 1000 tahun mendatang’, seperti tersebut di muka. Hal ini sangat membekas pada diri Utsman dan menggelorakan semangat perjuangannya.

Bukan hanya itu. Utsman juga mendapat pesan dari Syaikh Adebali tentang pentingnya kekuatan spiritual, yang membuat Utsman hampir tak pernah meninggalkan shalat tahajud. Ia ingat betul nasihat gurunya, “Siapa yang tidak bisa mengalahkan selimut di malam hari, jangan harap bisa mengalahkan lawannya di siang hari. Siapa yang tidak bisa menegakkan iman di rumahnya, tidak akan bisa membangun peradaban dunia.”

Utsman kemudian melahirkan Orkhan, yang makamnya ada bersebelahan dengan dirinya. Orkhan melahirkan Murad1. Murad1 lalu melahirkan Beyezid 1. Beyezid1 melahirkan Muhammad 1. Muhammad 1 melahirkan Murad2. Murad2 lalu melahirkan Muhammad 2. Siapa dia? Dialah Muhammad al-Fatih, yang seperti moyangnya, berkat pendidikan yang luar biasa, tumbuh menjadi pemuda hebat. Sejarah kemudian mencatat, melalui perjuangan dahsyatnya dan kecerdikan luar biasa, ia pada usia belum genap 21 tahun, bersama 250 ribu pasukannya kemudian berhasil menaklukkan benteng Konstantinopel yang sepanjang lebih dari 1000 tahun tak tersentuh oleh lawan dari manapun.

Jarak antara al-Fatih dan moyangnya Sulaiman Syah, kurang lebih 230 tahun. Itu artinya, setelah lebih dari 2 abad, cita-cita besar yang selalu ditanamkan oleh Sulaiman Syah kepada anak-anaknya tentang perjuangan untuk merebut Apel Merah (simbolisasi dari Konstantinopel) baru terwujud. Bagi al-Fatih, ini tentu adalah anugerah besar. Sejak amat belia, ia sangat ingin menjadi seperti yang disebutkan oleh Nabi saw. dalam hadisnya 825 tahun sebelumnya, yakni: sebagai sebaik-baik panglima perang. Dialah yang menaklukkan Konstantinopel.

Perjalanan anak keturunan Sulaiman Syah terus berlanjut. Tak berhenti di situ. Muhammad al-Fatih kemudian melahirkan Beyezid 2. Lalu Beyezid2 melahirkan Sultan Selim1. Dialah yang kemudian menjadi khalifah pertama dari Kekhilafahan Utsmani. Hal itu terjadi saat Kekhilafahan Abbasiah meredup. Di antaranya karena gempuran hebat kekaisaran Mongol. Khalifah terakhir dari Kekhilafahan Abbasiah, Mutawakkil ‘Alallah, menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Selim sebagai khalifah.

Khilafah Utsmani memimpin Dunia Islam lebih dari 450 tahun. Bahkan jika dihitung mulai saat Utsman mulai berkuasa, maka kepemimpinannya lebih dari 600 tahun. Menebarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke wilayah Nusantara, khususnya di wilayah Aceh dan Banten. Memberikan jalan terang risalah Ilahi, keimanan dan ketaatan kepada Allah, kedamaian, ketenteraman serta kemajuan di berbagai bidang.

Di bidang pendidikan, Khilafah Utsmani mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah dan universitas. Beberapa universitas terkenal pada masa itu termasuk Universitas Istanbul, yang didirikan pada tahun 1453 dan Universitas Al-Qarawiyyin di Fes, Maroko. Pendidikan tinggi ini menyediakan lingkungan yang mendukung pengembangan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Di antaranya ilmu medis. Di bawah Khilafah Utsmani, ilmu kedokteran mengalami kemajuan penting. Beberapa dokter masa itu menghasilkan karya-karya berpengaruh dalam bidang anatomi, farmakologi, bedah, dan ilmu medis lainnya. Salah satu yang terkenal adalah Ibnu Sina (Avicenna). Karya besarnya, al-Qanun fî At-Thibb atau The Canon of Medicine (Kitab Pengobatan), menjadi rujukan utama dunia kedokteran Eropa hingga abad ke 17 dan memberikan pengaruh besar dalam perkembangan ilmu kedokteran hingga kini.

Secara ekonomi, Khilafah Utsmani menjadi pusat perdagangan dunia, dengan pedagang dari berbagai penjuru dunia berdatangan. Secara militer, Khilafah Utsmani dikenal memiliki pasukan militer yang tangguh di darat, kuat di laut dan hebat di udara. Mereka memiliki sistem teknologi modern yang canggih untuk mendukung pertempuran. Dengan kekuatan itu, Khilafah Utsmani berhasil melakukan futûhât ke berbagai wilayah di Eropa, termasuk akhirnya bisa mengalahkan bangsa Mongol, yang sebelumnya pernah menghancurkan Khilafah Abbasiyah.

 

++++

 

Sejarah Utsman membuktikan, pendidikan dan pembinaan generasi yang digarap sungguh-­sungguh mampu membawa perubahan besar, dari semula sekadar sebuah kabilah, akhirnya bisa menjadi Khilafah. Sejarah ini kemudian ditulis sebagai disertasi doktoral di Universitas Oxford oleh Prof. Muhammad Khulaif, lalu diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul: Qiyamu Ertugrul minal Kabilah ilal Khilafah.

Oleh Fernand Grenard, sejarahwan Prancis, sejarah Utsmani ini disebut sebagai peristiwa terbesar dalam sepanjang kehidupan manusia, dilihat dari awalnya dibandingkan dengan akhirnya. Awalnya hanyalah sebuah kabilah yang bahkan tempat tinggal pun tidak punya, tetapi akhirnya menjadi sebuah Khilafah yang berhasil menguasai 2/3 belahan dunia lebih dari 450 tahun lamanya, sebelum akhirnya runtuh pada 1924.

Tampak sangat jelas, itulah pentingnya pendidikan generasi. Maka dari itu, di situ pula sangat penting kita memberi atensi bila kita ingin Kekhilafahan yang sudah runtuh bisa terwujud kembali. Insya Allah. [H. M. Ismail Yusanto, M.M.]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − 4 =

Back to top button