Desain Terakhir Suriah
Revolusi Suriah sudah berlangsung sejak 2011. Revolusi ini menjadi ancaman akan tercerabutnya kekuasaan Bashar Assad di Suriah. Ide-ide Islam menyebar dalam Revolusi Suriah. Tentu, bila ini berhasil, akan mengubah wajah kawasan ke arah Islam.
Berdasarkan hal itu, Revolusi Suriah menjadi peristiwa yang penting dari dari dua hal. Pertama: Revolusi Suriah akan melahirkan kekuatan lokal yang kuat, yang mengancam hegemoni Amerika dan Eropa di kawasan. Kekuatan ini tidak loyal, tidak bisa dikendalikan oleh Barat.
Kedua: Amerika, kekuatan yang menghegemoni Suriah, tidak mampu mengatasi Revolusi Suriah. Tidak ada pertarungan internasional di Suriah. Yang ada adalah pertarungan antara Amerika dan pengikutnya melawan warga Suriah. Eropa juga tidak memiliki pengaruh di Suriah. Namun demikian, Amerika mengendalikan rezim di Suriah.
Jadi, pertarungan yang ada adalah antara Amerika dan antek-anteknya melawan orang-orang mukhlis warga Suriah. Meski demikian, Revolusi Suriah tetap mengguncang peraduan Amerika hingga mantan Presiden AS Obama menyebutkan, “Saya percaya bahwa sebagian besar uban di kepala saya disebabkan pertemuan-pertemuan yang digelar tentang Suriah.” (Ra’yu al-Yawm, 5/8/2016).
Langkah AS Menghentikan Revolusi
- Menghancurkan revolusi.
Upaya untuk menghancurkan Revolusi Suriah dilakukan dengan menyediakan semua dukungan finansal dan militer untuk rezim di Damaskus. Di antaranya, mendorong Iran dan milisinya ke Suriah dan berperang bersama Bashar. Amerika juga mendorong Rusia untuk turut berperang. Putin, Presiden Rusia, telah mengumumkan intervensi Rusia di Suriah pada akhir September 2015, langsung setelah pertemuannya dengan Presiden Amerika Obama di New York.
Amerika juga berupaya menghalangi semua institusi dan lembaga internasional untuk mengeluarkan kecaman apapun yang signifikan terhadap rezim Bashar. Bagaimanapun kerasnya kejahatan Bashar yang sudah menggunakan senjata kimiawi. Padahal Amerika sebelumnya mengancam rezim jika menggunakan senjata kimiawi, tetapi itu sekadar kecaman belaka.
Inilah yang terjadi. Ketika rezim menggunakan senjata kimiawi di Ghouta pada 21/8/2013, Amerika mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk menyerang rezim. Namun, Amerika menarik diri supaya serangan ini tidak mempengaruhi mental rezim sehingga rezim jatuh sebelum antek alternatifnya matang.
Hal itu karena AS belum melihat koalisi nasional Suriah yang AS bentuk memiliki kemampuan mengisi kekosongan. Apalagi telah tersingkap hubungan koalisi itu dengan Amerika dan antek-anteknya. Karena itu Amerika mundur. Mundurnya Amerika merupakan bukti jelas atas penjagaan Amerika terhadap rezim meskipun serangan kimiawi sangat brutal dan mengerikan. Meski demikian, Revolusi di Suriah tetap berjalan, bahkan terus mengalami kemajuan.
- Melanjutkan pemerintahan Bashar.
Yang lebih berbahaya adalah pendekapan (ihtiwâ’/containment). Amerika mengumumkan bersama Revolusi Suriah, menipu faksi-faksi itu. Amerika tidak memerangi mereka secara terang-terangan. Seandainya mereka paham, niscaya mereka tahu bahwa Amerika mewakilkan kepada yang lain untuk memerangi faksi-faksi itu.
Amerika menyatakan mendukung oposisi dengan dana dan senjata, tetapi itu hanya omong-kosong tanpa bukti. Sebab Amerika menghalangi sampainya senjata apapun yang efektif untuk kelompok revolusioner melalui Turki atau Yordania. Amerika mengirimkan beberapa bantuan dari jenis rompi anti peluru untuk menancapkan ide bahwa Amerika bersama revolusi. Amerika mengumumkan dukungan dan training yang hanya bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang, yang kadang tidak lebih dari lima orang. Tujuan di balik hal itu adalah mendorong faksi-faksi untuk berorientasi ke Amerika.
Amerika memprediksi bahwa klaim-klaimnya ini akan tersingkap cepat atau lambat. Oleh karena itu, Amerika meminta tolong kepada para pengikutnya di kawasan, khususnya Turki dan Saudi pada masa Raja Salman awal 2015. Kedua negara ini ditugasi mendekap revolusi dan mengambil loyalitas para pemimpin berbagai faksi dan mencairkan kondisi islami revolusi. Kedua negara ini lalu menggunakan alat-alat intelijennya, dukungan dana dan para ulama. Kedua negara itu juga memberikan pelayanan, menyediakan tempat yang aman, mimbar media dan dana.
Desain Terakhir
Kekuatan militer yang dimiliki oleh rezim Suriah adalah lemah. Tidak mencukupi untuk mengontrol Suriah setelah solusi politik. Pasukan Bashar telah menjadi sangat lelah. Memang, ada dukungan tidak terputus dengan persenjataan yang disediakan oleh beragam saluran-saluran Amerika baik melalui Rusia, Iran atau lainnya. Namun, sumberdaya manusia tetap menjadi masalah utamanya. Oleh karena itu, yang bisa diprediksi bahwa solusi politik model Amerika apapun harus bersandar pada kekuatan yang mampu melindunginya. Amerika pun menempuh salah satu dari dua jalan atau keduanya sekaligus, yaitu: Pertama: Terus bersandar pada Iran dan Partainya serta milisinya yang lain yang terdiri dari orang-orang Iran, Afgan dan Pakistan.
Kantor Berita DW Jerman pada 30/4/2018 menyebutkan adanya sebanyak 45 milisi dan jumlah elemen-elemennya mendekati 40 ribu yang hadir di Suriah. Disebutkan bahwa milisi ini akan tetap bertahan di Suriah. Mereka ditempatkan di sabuk Damaskus. Milisi Syiah ada di Distrik as-Sayidah Zainab dan daerah lainnya. Iran berusaha menaturalisasi mereka atau menempuh jalan lain yang membantu mereka bertahan di wilayah tersebut.
Rezim memang meminta rakyat di wilayah yang kembali mereka kontrol untuk mengikuti wajib militer. Meski demikian, keraguan atas loyalitas mereka membuat rezim bersandar pada milisi-milisi yang telah berperang bersamanya selama tahun-tahun revolusi.
Kedua: Bersandar pada kekuatan regional untuk menjaga perdamaian.
Militer Mesir, Saudi dan Turki mungkin akan dimajukan untuk tujuan ini. Hal ini bukanlah baru. Al-Jazeera.net mengutip dari surat kabar Amerika pada 8/4/2018, “The National Interest menyatakan bahwa Suriah terjerumus dalam lumpur yang memerlukan kekuatan penjaga perdamaian, seperti apapun akhir dari perang tersebut.”
Persepsi Amerika untuk solusi di Suriah mengharuskan kekuatan dari luar didatangkan. Al-Jazeera.net memberitakan pada 17/4/2018, “Surat kabar Wall Street Journal mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump merencanakan untuk mendatangkan militer Arab menggantikan militer Amerika di Suriah untuk menjaga kestabilan di utara dan timur Suriah setelah kekalahan ISIS. Disebutkan juga bahwa Penasehat Keamanan Nasional John Bolton mengontak Direktur Intelijen Mesir Abbas Kamil untuk mengetahui sikap Mesir terhadap upaya ini juga kepada negara-negara Teluk lainnya untuk berpartisipasi dalam kekuatan ini dan memberikan dukungan dana untuknya. Para pejabat di pemerintahan Presiden Trump memprediksi negara-negara Arab akan memenuhi permintaan Trump khususnya dalam hal terkait dukungan finansial.”
Penutup
Inilah yang ditunjukkan oleh fakta-fakta yang sudah dan sedang terjadi seputar politik Amerika di Suriah. Menjadi jelas bahwa kelanjutan rezim dan ketidakjatuhannya bukan karena kekuatan rezim dan bukan pula dengan kekuatan Amerika dan para pegikutnya serta Rusia, Iran dan milisinya. Bukan pula dengan kekuatan para pengikut dan antek Turki dan Saudi, walaupun mereka memiliki pengaruh.
Sebab terbesarnya adalah pengkhianatan, tipudaya dan kolusi dari banyak pemimpin faksi karena kepercayaan mereka kepada Amerika bahwa Amerika bersama mereka dan mereka lupa bahwa Amerika adalah musuh Islam dan kaum Muslim. Demikian juga karena kepercayaan mereka kepada para pengikut dan antek Amerika, yakni Turki dan Saudi. Bagaimana penyerahan Aleppo terjadi dengan dibukanya front Perisai Eufrat dan penarikan para pejuang dari Aleppo. Berikutnya Ghushnu az-Zaytun saat para pejuang diarahkan ke sana dan meninggalkan selatan Idlib sehingga menjadi sasaran Russia dan rezim. Bagaimana pula Saudi menyiapkan mereka untuk perundingan dengan rezim tiran dalam pertemuan-pertemuan dan perundingan-perundingan yang lebih banyak menstabilkan rezim daripada melenyapkannya. Kemudian yang lebih pahit dan menyakitkan, Rusia membombardir mereka secara brutal. Meski demikian mereka berunding dengan Rusia dan menyerahkan senjata berat dan sedang mereka kepada Rusia.
Para pejuang revolusi Islam telah bertahan bertahun-tahun memerangi rezim dan bergerak maju di wilayah-wilayah rezim. Sayang, hanya dalam beberapa hari mereka keluar dari Aleppo melalui keterlibatan Turki. Dalam jangka waktu yang lebih cepat lagi mereka pun keluar dari selatan Suriah khususnya Daraa melalui keterlibatan Saudi. Itu semua akibat dari pengkhianatan. []