Dunia Islam

Perdamaian Taliban-Amerika: Kemenangan Taliban?

Setelah mengalami dialog yang cukup alot akhirnya Perjanjian Taliban-Amerika disepakati di Dhoha Sabtu (29/2). Dalam laporannya, VOA Indonesia online (1/3) menyebut  hal ini sebagai langkah berserajah AS-Taliban  menuju Perundingan Damai. Amerika Serikat (AS) berjanji akan membawa pulang pasukannya dari Afganistan dalam 14 bulan. Pengurangan pertama, dari 13.000 menjadi 8.600 tentara, akan dilakukan dalam 135 hari pertama.

Namun, Amerika menekankan penarikan pasukan ini bergantung sepenuhnya pada kemampuan memenuhi kewajibannya. Dalam kesepakatan ini, Taliban diminta untuk mengendalikan semua kelompok bersenjata berada di wilayah kekuasaannya termasuk al-Qaeda. Memastikan kelompok-kelompok ini tidak mengancam Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

“Kami akan mencermati komitmen Taliban dan menyesuaikan laju penarikan dengan aksi mereka,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam pernyataannya pada upacara penandatanganan perjanjian itu di Dhoha.

Beberapa pihak menyatakan, langkah menuju perdamaian Taliban-Washinton ini merupakan bentuk kemenangan Taliban melawan Amerika. Namun, benarkah demikian?

 

Exit Strategi Amerika

Perjalanan menuju perdamaian Taliban-Washington bukan terjadi dalam waktu singkat. Road Map perdamaian dua negara ini tidak bisa dipisahkan dari strategi umum Amerika di Afganistan. Setelah bertahun-tahun, berusaha menghabisi kekuatan Taliban, ternyata Amerika dengan sekutu NATO-nya, mengalami kendala yang sangat sulit, untuk tidak dikatakan gagal, terutama merealisasikan kemenangan militer. Banyak wilayah Afganistan yang masih dikendalikan secara militer oleh Taliban. Di sisi lain, rezim boneka Afganistan justru semakin melemah pengaruhnya.

Kondisi perekonomian Amerika yang terus memburuk, dengan bertambahnya utang negara itu akibat krisis tahun 2008, membuat Amerika harus mengkaji ulang keberadaan pasukannya yang masif secara langsung di kawasan dunia, terutama Timur Tengah dan Afganistan. Amerika telah menggelontorkan tujuh triliun dolar untuk perang di Timur Tengah. Tanpa hasil yang optimal. Seperti yang dinyatakan Trump dalam tweeter-nya (22/1/2017), “Setelah kami membelanjakan secara bodoh sebanyak tujuh triliun dolar di Timur Tengah, tiba waktunya untuk mulai membangun kembali negeri kami.”

Di Afganistan, seperti yang dilaporkan BBC (9/1/2016) dengan mengutip majalah Forbes Amerika, “Perang di Afganistan membebani Amerika hingga sekarang sekira 1,07 triliun dolar, di samping tewasnya lebih dari 2.400 orang tentara Amerika dan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka dan cacat permanen. Meski dengan kerugian besar di bidang sumberdaya manusia  dan finansial itu, Amerika telah gagal menghancurkan gerakan (Taliban)…”

Setelah kegagalan Amerika menghancurkan Taliban secara militer dan melakukan beberapa opsi politik yang gagal, Amerika akhirnya melihat tidak ada jalan kecuali menarik Taliban ke meja perundingan. Inilah jalan penting Amerika untuk keluar dari kubangan lumpur Afganistan, tanpa kelihatan kalah.  Untuk itu secara khusus Kementerian Luar Negeri Amerika pada (5/9/2018), seperti yang diberitakan Anadolu Agency Turky (12/1/2019), menunjuk Zalmay Khalilzad sebagai utusan Amerika ke Afganistan. Misi khususnya adalah mengkoordinasikan dan mengarahkan upaya Amerika untuk menjamin kesediaan Taliban duduk di meja perundingan.

 

Langkah Busuk Amerika

Untuk memuluskan niat jahat Amerika ini, negara teroris ini telah merancang berbagai langkah busuk dengan memanfaatkan agen-agen regionalnya seperti Iran, Qatar, Saudi dan Pakistan. Langkah penting pertama adalah menghabisi faksi-faksi di tubuh Taliban yang menolak untuk berunding dengan Amerika. Pada sekitar bulan Mei 2016, Amerika membunuh pemimpin Taliban Akhtar Manshur yang oleh Amerika dicap sebagai penghalang perdamaian dan rekonsiliasi rezim boneka Afganistan dan Taliban. Pada Juli 2018, Nato mengatakan telah menghabisi dua pemimpin Taliban di Provinsi Kapisa. Beberapa bulan setelah itu, pada bulan Desember, komandan Taliban Mullah Manan terbunuh dalam serangan Amerika.

Seperti biasa, Amerika memanfaatkan agen-agen regionalnya untuk mencapai target-target kebijakannya. Dalam hal ini adalah menyeret Taliban ke meja perundingan. Untuk itu Iran mengulurkan tangannya, seolah menyelamatkan Taliban. Sayang, Taliban tidak menyadari tindakan Iran itu tidak lain demi kepentingan Amerika. Taliban terkecoh pencitraan palsu selama ini seolah Amerika musuh sejati Iran dan mengira akan selamat di tangan Iran. Beberapa pihak yang dianggap merupakan representasi dari Taliban pun datang ke Iran melakukan berbagai dialog yang intinya mendorong Taliban untuk mau berunding.

Qatar, atas dorongan Amerika, membuka khusus kantor gerakan Taliban di Doha. Pembukaan kantor ini seolah membuat Taliban menjadi gerakan ‘legal’, bukan bukan teroris seperti yang selama ini dicap oleh Amerika. Qatar sendiri tidak menutupi pembukaan kantor ini dalam koordinasi dengan Amerika. Pernyataan mantan direktur CIA David Petraeus menunjukkan hal itu ketika menyebutkan pertemuan Taliban dan Hamas di Doha terjadi berdasarkan permintaan Amerika. Sebagai sesama negara Muslim, Taliban mengira Qatar berada dalam barisannya. Sebaliknya, Qatar yang merupakan agen Inggris. Qatar menggunakan kesempatan ini untuk meminta perhatian kepada Amerika dalam menghadapi tekanan Saudi selama ini.  Saudi juga berlomba untuk mengajak Taliban berunding di Jeddah dengan tujuan yang sama. Tampak jelas, bagaimana agen-agen Amerika di Saudi bersaing dengan agen-agen Inggris di Emirat dan Qatar untuk bersaing melayani Amerika dan mendapatkan keridhaannya.

Peran Pakistan, untuk dimainkan Amerika, tentu sangat penting. Posisi negara itu yang berbatasan dengan Afganistan. Pakistan juga merupakan tempat lahirnya gerakan Taliban. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan secara terbuka, sebagaimana yang diberitakan Geo TV Pakistan pada Desember 2018, menyatakan Donal Trump meminta bantuannya dalam proses perdamaian Afganistan.

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menegaskan, “Negaranya akan melakukan semua yang mampu dilakukan untuk memperkuat proses perdamaian Afganistan. Ia mengisyaratkan bahwa negaranya berkontribusi dalam dialog antara gerakan Taliban dan Amerika Serikat di Abu Dhabi belakangan.” (Al-Yawm as-Sabi’, 18/12/2018).

Sepertinya Taliban melupakan Pakistan yang pernah mengkhianatinya. Pakistan mendukung Taliban pada tahun 1996 agar Taliban memerintah Afganistan. Namun, negara itu kemudian berlepas diri saat invasi Bush Jr pada tahun 2001. Bahkan bersama Amerika, Pakistan memerangi Taliban.

 

Bunuh Diri Politik

Sikap Taliban melakukan perundingan dengan Taliban adalah bunuh diri secara politik. Pasalnya, track record Amerika dalam berbagai perundingan damai kerap mengambil keuntungan sendiri. Seharusnya Taliban belajar dari muhajidin sebelumnya, yang dimanfaatkan Amerika untuk memerangi Soviet. Kemudian berakhir pada pendudukan Amerika di Afganistan dengan alasan memerangai terorisme. Amerika pun memerangi mujahidin yang tidak sejalan lagi dengan kepentingannya.

Alhasil, kerjasama dengan Taliban hanyalah “exit strategy” Amerika untuk mengurangi pasukannya di Afganistan. Di sisi lain AS menggunakan Taliban untuk memerangi mujahidin yang masih melakukan perlawanan terhadap Amerika atas nama perang melawan ISIS dan al Qaidah.  Ini menjadi syarat utama Amerika dalam berunding dengan Taliban. Gerakan Taliban justru akan digunakan Amerika untuk memerangi kawannya sendiri dengan alasan mengacau perdamaian.

Kesapakatan damai dengan Amerika adalah bagian dari politik belah-bambu. Amerika sudah melakukannya saat membentuk pemerintahan boneka Afganistan. Rezim boneka ini digunakan untuk menghentikan perlawanan terhadap Amerika namun tidak berhasil.

Sikap yang benar yang seharusnya ditempuh Taliban adalah melanjutkan memerangi Amerika dan boneka-bonekanya yang sesungguhnya sudah sekarat dan kepayahan. Justru inilah saat yang tepat mengusir Amerika sampai akar-akarnya di bumi Afganistan, sebagaimana yang pernah dilakukan para mujahidin saat memerangi Soviet. Bumi Jihad Afganistan seharusnya menjadi pelopor penting terusirnya Amerika dari negeri Islam. Hal ini  akan memberikan inspirasi yang kuat untuk seluruh negeri Islam, bahwa Amerika, teroris yang membunuhi umat Islam, bisa diusir! [Abu Sholahuddin]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × 3 =

Back to top button