Imam Mujahid
Mujahid rahimahulLaah adalah salah seorang imam muqri sekaligus imam mufassir terkemuka dari kalangan Taabi’iin. Nama lengkapnya adalah Mujahid bin Jabir al-Makky Abul Hajjad al-Makhzumy al-Muqry. Ia dilahirkan pada tahun 21 H (642 M) pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Menurut Imam adz-Dzahabi rahimahulLaah, Mujahid adalah seorang ulama besar Taabi’iin dalam bidang ilmu qiraa’ah (bacaan) dan tafsir. Ia adalah salah satu murid senior Ibnu Abbas ra. yang sangat terkenal sehingga menjadi rujukan ilmu tafsir pada zamannya.
Dalam sebuah kesempatan, Mujahid pernah mengakui bahwa ia menyetorkan pemahaman al-Qurannya kepada Ibnu Abbas sekitar 30 kali. Karena begitu mendalam pengetahuan Mujahid dalam bidang tafsir ini, ia pernah direkomendasikan oleh Imam ats-Tsauri sebagai orang yang perlu dirujuk pengetahuan al-Qurannya. Imam ats-Tsauri berkata: “Ambillah ilmu tafsir al-Quran dari empat orang berikut: Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah dan adh-Dhahhak bin Mazahim.” (Al-Mufassiruun min at-Taabi’iin wa Thabaqaatihim, hlm. 141, Maktabah Syamilah).
Mujahid memang banyak menimba ilmu dan riwayat dari Ibnu Abbas ra. sehingga sangat mumpuni dalam ilmu tafsir. Selain Ibnu Abbas ra., Mujahid berguru kepada sejumlah Sahabat terkemuka lainnya semisal Abu Hurairah, Aisyah, Saad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Amr, Abdullah bin Umar, Rafi’ bin Khadij, Jabir bin Abdillah, Abu Said al-Khudry, Ummu Hani’, Usaid bin Hudhair, dll.
Imam Mujahid mempunyai semangat yang tinggi dalam melakukan safari ilmiah untuk meraih ilmu. Tidaklah beliau mendengar sesuatu yang dikagumi melainkan beliau pasti akan mendatangi dan melihatnya. Tercatat beliau pernah melakukan rihlah ilmiah ke Hadramaut di negeri Yaman untuk mengunjungi sumur Barhut dan Babil. Beliau pernah berkunjung ke Mesir. Ulama yang meriwayatkan dari beliau di negeri tersebut cukup banyak. Pernah pula beliau menetap di Kufah dalam jangka waktu yang cukup lama. Bahkan beliau terhitung sebagai ulama besar di Irak saat itu.
Tafsir Mujahid sangat populer di kalangan para ulama dan pakar ilmu tafsir sejak zaman Imam al-Bukhari sampai zaman Imam ath-Thabari. Bahkan tafsir beliau masih terus eksis dari zaman ke zaman hingga saat ini. Imam ath-Thabari termasuk ulama yang memberikan perhatian lebih terhadap tafsir Mujahid. Tentang Tafsir Mujahid ini, Imam an-Nawawi rahimahulLaah pernah berkata, “Jika datang kepadamu tafsir dari Mujahid maka itu sudah cukup bagimu.” (Al-Mufassiruun min at-Taabi’iin wa Thabqaqaatihim, hlm. 141, Maktabah Syamilah).
Qatadah dalam kesempatan lain pernah memuji Mujahid. Ia menyebut, “A’lamu man baqiya bi at-tafsiir Mujahid (Orang yang paling alim yang ada hari ini terkait tafsir al-Quran adalah Mujahid).”
Selain dikenal dengan keilmuannya yang amat mumpuni, Mujahid juga dikenal dengan integritasnya di kalangan ulama. Misal, seperti yang menjadi kisah dari Salamah bin Kuhail. Ia menulis, “Aku tak pernah melihat seorang pun yang mereka dengan ilmunya hanya berharap ridha Allah kecuali tiga orang. Mereka adalah Atha’ bin Abi Rabah, Thawus bin Kaisan dan Mujahid bin Jabir.”
Imam Mujahid juga mendapat banyak pujian dari kalangan ulama terkemuka lainnya. Ibnu Sa’ad rahimahulLah, misalnya, berkata, “Mujahid adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), faqih, berilmu dan banyak meriwayatkan hadis.”
Yahya bin Main dan Ibnu Hibban mengatakan, “Mujahid adalah seorang yang faqih, wara’, ahli ibadah dan kuat hapalannya.”
Al-Hafiz Ibnu Hajar juga berkomentar, “Dia seorang yang tsiqah, imam dalam tafsir dan ilmu agama.”
Khusaif bahkan mengatakan, “Mujahid adalah yang paling berilmu di bidang tafsir di antara mereka.”
Qatadah juga berkata, “Orang yang paling berilmu tentang tafsir saat ini adalah Mujahid.”
Imam Mujahid juga mempunyai sekian banyak murid terkemuka. Di antaranya adalah Ikrimah, Thawus, Atha’, Amr bin Dinar, Abu Zubair, Al-Hakam bin Utaibah, Ibnu Abi Najih, Manshur bin al-Mu’tamir, Sulaiman bin Mihran al-A’masy, Ayyub as-Sikhtiyani, Qatadah bin Di’amah, Al-Fadhl bin Maimun, Bukair bin al-Ahnas, dan masih banyak lainnya.
Karena itulah tidak aneh jika Imam Syafii, Imam al-Bukhari dan sejumlah ulama besar lainnya banyak bertumpu dalam hal penafsiran al-Quran pada Imam Mujahid (Al-Mufassiruun min at-Taabi’iin wa Thabaqaatihim, hlm. 141, Maktabah Syamilah).
Imam Mujahid terkenal dengan kata-katanya yang bernas. Ia, misalnya, pernah menyatakan, “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah meskipun ilmunya sedikit. Adapun orang yang jahil adalah orang yang bermaksiat kepada Allah meskipun ilmunya banyak.”
Ia pun pernah berkata, “Siapa saja yang meninggikan dan memuji dirinya maka rendahlah agamanya. Siapa saja yang merendahkan dirinya maka ia telah memuliakan agamanya.”
Ia juga bekata, ”Orang yang mati pasti akan dikumpulkan bersama teman-temannya ketika di dunia. Jika ia dari golongan ahli zikir, maka ia akan dikumpulkan pula dengan golongan ahli zikir. Jika ia dari golongan orang yang lalai, maka ia akan dikumpulkan dengan golongan orang yang lalai pula.”
Mujahid juga pernah berkata, “Tidak akan mendapat ilmu orang yang pemalu dan orang yang sombong.”
Menurut beberapa sejarahwan, Mujahid wafat tahun 100 Hijrah atau 102 Hijrah di Makkah dalam usia 83 tahun. Ia wafat dalam keadaan sujud. Demikian seperti yang ditulis oleh al-Zarikli dalam al-A’lam: Annahu maata wa huwa saajid (Sungguh Mujahid wafat dalam keadaan sujud).”
Ibnu al-Jauzi dalam Shafwah al-Shafwah juga memberikan kesaksian yang sama, “Mujahid wafat pada tahun 102 Hijrah pada hari Sabtu. Ia wafat dalam keadaan sujud.”
Sungguh akhir kehidupan yang demikian merupakan keutamaan yang besar bagi Imam Mujahid. Betapa tidak. Beliau meninggal di kota suci dalam kondisi sedang beribadah kepada Allah SWT. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Aamiin.
Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah. [Arief B. Iskandar]