Judi Online Haram
Soal:
Maraknya Judi Online di Indonesia telah menarik perhatian publik, karena dilakukan oleh anggota pejabat, artis hingga rakyat jelata. Bahkan transaksi judi online di Indonesia tembus hingga Rp 200 triliun. Bagaimana hukum Judi Online menurut syariah Islam? Bagaimana pula solusinya?
Jawab:
Judi, dalam bahasa Arabnya, disebut al-Qimaar atau al-Maysiir, merupakan praktik muamalah yang marak pada zaman Jahiliah. Sebelum diharamkan, praktik perjudian sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Jahiliah. Mereka melakukan perjudian. Ada kalanya sebatas untuk bersenang-senang. Ada pula yang menjadikan judi sebagai salah satu mata pencaharian.
Al-Quran, ketika mengangkat masalah perjudian ini, menggunakan istilah, al-Maysir, yang secara harfiah satu akar kata dengan kata, al-Maysarah, yang berarti “mudah”. Kata “al-Maysir” diambil dari kata “Yusr[un]”, yang berarti “gampang” atau “mudah”. Disebut dengan menggunakan istilah ini karena orang yang berjudi ingin mendapatkan kekayaan dari orang lain tanpa harus bekerja keras atau memeras keringat.1
Penggunaan kata ini juga mencerminkan tradisi masyarakat Jahiliah saat itu. Mereka memang memiliki masalah moral yang akut, seperti sikap fanatisme kesukuan, membunuh anak perempuan, mabuk, berzina, dan lain-lain. Namun, mereka juga dikenal memiliki beberapa sifat luhur seperti dermawan, menepati janji, saling tolong-menolong, dan sebagainya. Al-‘Allamah al-Mubarakfuri menjelaskan, saking dermawannya masyarakat Jahiliah, ketika mereka mempunyai tamu, meski kondisi ekonomi keluarganya sangat buruk, mereka tetap menghormati tamunya dengan jamuan terbaik. Bahkan andai hanya memiliki seekor unta, mereka pun akan menyembelih unta itu untuk memuliakan tamunya.
Di antara wujud kedermawanan ini adalah kebiasaan minum khamr dan berjudi. Mengonsumsi khamr bagi mereka merupakan simbol kedermawanan. Dengan minum khamr ini mereka bisa menghambur-hamburkan uang. Begitu pun dengan judi. Biasanya hasil judi ini akan dibagikan kepada fakir miskin.2
Bagi masyarakat Jahiliah judi sudah begitu mentradisi; menjadi bagian life style mereka. Karena itu Allah SWT tidak langsung menurunkan ayat yang mengharamkan judi. Allah SWT lebih dulu menjelaskan bahwa dalam judi ini banyak madarat yang merugikan banyak pihak. Allah SWT berfirman:
۞يَسۡئَلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسَۡٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ ٢١٩
Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Namun, dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka pun bertanya kepada engkau (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah. “Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian agar kalian memikirkan.” (QS al-Baqarah [2]: 219).
Ayat ini belum mengharamkan judi secara langsung. Allah hanya menyinggung judi, bahwa judi itu sebenarnya memiliki manfaat meski madaratnya jauh lebih besar. Judi menyebabkan banyak kerugian, melalaikan dari zikir, menimbulkan permusuhan dan sebagainya. Setelah turun ayat ini, sebagian orang mulai meninggalkan judi, tetapi masih banyak juga yang tetap melakukannya.
Imam al-Qurthubi, dengan mengutip Ibnu Abbas ra. menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat ini. Diesbutkan, sekali waktu pada masa Jahiliah ada seorang laki-laki beradu spekulasi dengan laki-laki lain dengan taruhan berupa keluarga dan harta bendanya. Siapa yang undiannya keluar, ia berhak membawa harta laki-laki lainnya beserta keluarga.3
Kemudian, setelah masyarakat sudah mulai mengerti bahaya judi, Allah SWT menurunkan ayat yang mengharamkan permainan merugikan ini. Disebutkan dalam Al-Quran sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ ٩١
Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian serta menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Karena itu tidakkah kalian mau berhenti? (QS al-Maidah [5]: 90-91).
Al-Qurthubi menjelaskan, alasan Allah menurunkan keharaman judi dan minum khamr secara bersamaan karena keduanya memiliki kemiripan. Pertama, meminum sedikit khamr, meski tidak memabukkan, hukumnya tetap haram. Persis sebagaimana judi, mau banyak atau sedikit, hukumnya tetap haram. Kedua, meminum khamr bisa membuat orang lalai beribadah karena pengaruhnya yang memabukan. Demikian juga dengan judi. Judi pun bisa membuat pemainnya larut dalam kesenangan sehingga membuat dia lalai.4
Selain khamr, keharaman judi di dalam ayat ini juga dibarengi dengan keharaman mengundi nasib (nashab). Maysir itu sendiri dinyatakan oleh para ulama:
اَلْمَيْسِرُ هُوَ كُلُّ عَمَلِيَّةٍ يَكُوْنُ الْمُشَارِكُ فِيْهَا إِمَّا غَانِماً وَإمَّا غَارِماً
Maysir (judi) itu adalah setiap tindakan saat para pihak yang terlibat di dalamnya bisa menang (mendapatkan keuntungan) atau kalah (menderita kerugian).
Mengenai judi online sebenarnya hanya sarana (wasilah)-nya saja yang berbeda dengan judi konvensional. Substansinya sama. Sama-sama judi. Karena itu dua-duanya sama-sama haram. Hanya saja, modus judi online mungkin perlu dipahami. Pertama, melalui pintu Game Online. Kedua, melalui situs judi online. Ketiga, melalui situs-situs yang secara langsung tidak terkait dengan judi, tetapi kemudian akses ke perjudian terbuka, seperti pornografi, dan sebagainya.
Meski awalnya judi online, termasuk taruhan dan mengundi nasib, itu dilakukan melalui permaian tanpa uang, maka para fuqaha’ menyebutnya tetap sebagai judi, dengan istilah, “Maysir al-Lahwi” (judi main-main). Karena itu mereka membagi judi menjadi dua kategori: Pertama, disebut Maysir al-Lahwi (judi main-main), yaitu judi yang dilakukan tanpa uang. Kedua, disebut Maysir Qimaar (judi beneran), yaitu judi yang dilakukan dengan uang. Di antara fuqaha’ Mutaqaddimin dan Muta’akhirin yang melakukan pembagian itu adalah Imam Malik bin Anas (w. 174 H), Ibn Taimiyah (w. 728 H) dan muridnya, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H).
Imam Malik menjelaskan:
الْمَيْسِرُ مَيْسِرَانِ : مَيْسِرُ اللَّهْوِ فَمِنْهُ النَّرْدُ وَالشّطْرَنْجُ وَالْمَلاَهِي كُلُّهَا، وَمَيْسِرُ الْقِمَارِ، وَهُوَ مَا يَتَخَاطَرُ النَّاسُ عَلَيْه. وَسُئِلَ الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ بَكْرٍ مَا الْمَيْسِرُ؟ فَقَالَ : كُلُّ مَاأَلْهىَ عَنْ ذِكْرِ الله وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهُوَ مَيْسِر.
Maysir (judi) itu ada dua: (1) Maysir al-Lahwi (judi main-main), antara lain seperti dadu, catur dan semua hiburan yang melalaikan; (2) Maysir al-Qimaar (judi beneran), yang masing-masing orang mendapatkan risiko yang menimpa dirinya. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar ditanya: Apa itu Maysir? Beliau menjawab, “Segala sesuatu yang mengalihkan perhatian dari mengingat Allah itu semuanya adalah Maysir (judi).”
Ibnu Taimiyah berkata:
إِنَّ مَفْسَدَة الْمَيْسِرِ أَعْظَمُ مِنْ مَفْسَدَةِ الرِّبَا لِأَنَّه يَشْتَمِلُ عَلَى مَفْسَدَتَ يْنِ: مَفْسَدَةِ أَكْلِ الْمَالِ بِالْحَرَامِ، وَمَفْسَدَةِ اللَّهْوِ الْحَرَامِ، إِذْ يَصُدُّ عَنْ ذِكْرِ الله وَعَنِ الصَّلاَة وَيُوْقِعُ فِي الْعَدَاوَة وَالْبَغْضَاءِ، وَلِهَذَا حُرِّمَ الْمَيْسِرُ قَبْلَ تَحْرِيْمِ الرِّبَا
Kerusakan yang ditimbulkan oleh judi lebih besar dari kerusakan akibat riba karena mencakup dua kerusakan: Kerusakan memakan harta secara haram, juga kerusakan pada hiburan yang diharamkan karena menghalangi seseorang dari Allah, dan shalat, serta mengarah pada permusuhan dan kebencian. Inilah sebabnya mengapa perjudian dilarang sebelum riba dilarang.
Jadi, jelas hukum judi online diharamkan di dalam Islam. Sama seperti judi konvensional. Begitu juga semua sarana yang bisa mengantarkan pada judi online ini juga bisa menjadi haram, jika memenuhi dua syarat. Pertama, secara “ghalabatu az-zhann” (dugaan kuat) akan mengantarkan pada perbuatan haram (judi). Kedua, perbuatan asalnya (judi) yang dinyatakan haram, jelas-jelas haram berdasarkan dalil. Jika dua syarat ini terpenuhi maka apapun yang bisa menjadi pintu ke sana hukumnya haram, dan harus ditutup.
WalLaahu a’lam. [KH Hafidz Abdurrahman, MA]
Catatan kaki:
1 Az-Zamaskhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, 1998: juz I, hal. 427.
2 Al-Mubarakfuri, Rahiq al-Makhtum, 2016: hal. 29.
3 Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2019: juz II, hal. 41.
4 Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2006: juz VIII, hal. 165.