
Indonesia Gelap?
Indonesia Gelap. Itulah tajuk yang digemakan oleh mahasiswa mensikapi kondisi karut-marut nasional. Pada 19 Februari 2025, muncul demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa di Solo, Bandung, dan Surabaya. Sehari setelah itu, demo mahasiswa dengan tema sama muncul di Jakarta, Palembang dan Yogjakarta. Kebijakan penguasa yang tidak pro kepada rakyat menjadi pemicu utama digelarnya aksi-aksi tersebut. Hal ini tampak jelas pada poster yang mereka bawa seperti “Makan Gratis, Pendidikan Krisis”, ”RIP= Republik Indonesia Patriarki”, “Jangan Biarkan Militer Mengurusi Dapurmu!”, dan “Tolak Dwi Fungsi ABRI Gaya Oligarki”.
“Wajarlah didemo, wong sikapnya tidak menunjukkan pemimpin, kok,” ujar Mas Haryono. “Ada orang yang mengkritik kabinetnya terlalu gemuk, eh bilangnya pakai bahasa Jawa ‘Ndasmu’. Sebuah ungkapan yang sangat kasar dan arogan,” tambahnya.
“Bilangnya efisiensi, faktanya ketidakpedulian kepada rakyat,” sambut Kang Eman. “Kami berhasil mengamankan lebih dari Rp 300 triliun rupiah, hampir 20 miliar dollar (AS) dalam bentuk tabungan negara,” kata Presiden Prabowo (24/2/2025). Beliau menambahkan, “Akan dialokasikan untuk dikelola Danantara Indonesia, diinvestasikan dalam 20 atau lebih proyek-proyek nasional sebagai bagian dari industrialisasi kita dan hilirisasi kita.”
“Jadi, bilangnya efisiensi, tetapi dananya digunakan untuk investasi dan membiayai proyek nasional seperti IKN. Ketidakadilan dipertontonkan dengan telanjang,” Kang Eman berkomentar.
Realitas memang menunjukkan itu. Sekadar contoh, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkena pemangkasan sekitar Rp 8 triliun. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiksaintek) dipangkas hingga Rp 14 Triliun. Artinya, investasi lebih diutamakan daripada pendidikan yang merupakan kebutuhan pokok. Padahal investasi hanya dinikmati oleh segelintir orang. “Ini salah satu bentuk kezaliman atau ketidakadilan itu,” ujar Mas Haryono.
Contoh lain, Kementrian Kesehatan dipotong Rp 19 Triliun. “Lagi-lagi, kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok dinomorduakan dibandingkan dengan investasi,” tambah Mas Haryono lagi.
“Ada pagar laut 30,16 KM. Namun, tak diketahui siapa yang membuat dan membiayainya. Aneh,” Mas Haryono lagi.
“Apalagi pemerintahan yang baru berjalan 100 hari lebih sedikit ini sudah membawa bencana-bencana terhadap rakyat,” suara itu menyeruak di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Yogja.
Dalam suatu forum saya pernah ditanya terkait ‘Indonesia Gelap’ ini. “Di dalam al-Quran kata gelap itu disebut ‘zhulumaat’. Kezaliman disebut sebagai zhulumaat yawmal kiamah (kegelapan pada Hari Kiamat). Jadi, dalam konteks dan kondisi kekinian, saya memaknai Indonesia Gelap itu sebagai sebuah kehidupan yang di dalamnya banyak tindak kezaliman,” jawab saya.
“Sebagai contoh, perampasan tanah dan laut oleh Oligarki di Proyek PIK-2 yang mencuat pada Februari 2025. Kala itu terungkap modus operandi perampasan tanah dan laut oleh oligarki terkait proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2). Praktik ini diduga kuat melibatkan pengambilalihan lahan rakyat dan negara untuk kepentingan industri properti, dengan memanfaatkan oknum aparat dan pejabat pemerintah,” tambah saya.
“Rezim Jokowi membuat kebijakan dan menggunakan aparat untuk menekan rakyat. Hal ini malah dilanjutkan oleh Presiden Prabowo. Mestinya, dengan kewenangannya saat ini, Presiden bisa menghentikan hal itu,” ujar Bang Marwan Batubara.
“Di tengah orang menyerukan ‘Adili Jokowi!’, eh ini malah memuji-mujinya,” komentar Mas Haryono. Belum lagi, para taipan justru diundang ke Istana pada 6 Maret 2025. Melalui instagram resmi Sekretariat Kabinet RI, disebutkan kedelapan konglomerat yang hadir itu adalah Anthony Salim, Sugianto Kusuma, Prajogo Pangestu, Boy Thohir, Franky Widjaja, Dato Sri Tahir, James Riady dan Tomy Winata. “Kenyataan ini menggambarkan rezim lama berlanjut. Wajar mahasiswa memandangnya gelap…,” kata Kang Eman.
Apakah Indonesia memang gelap? “Jadi kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau bukan Indonesia,” ujar Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan (19/2/2025). Lain lagi pandangan Pak Dwi, “Selama menjabat, pengalaman menunjukkan bahwa berbagai tingkatan mulai dari Mahkamah Agung hingga level bawah jika diajak bicara tentang keberpihakan kepada rakyat semuanya diam. Masalah Indonesia sulit dipecahkan karena semuanya legislatif, yudikatif, dan eksekutif sudah rusak. Mengapa mereka diam? Karena sudah dibombardir oleh fulus. KPK tahu? Tahu. Selama 15 tahun di MA sulit melakukan perubahan yudikatif.”
Beliau menambahkan, “Otak saya sampai buntu.”
Menurut dia, Indonesia saat ini gelap. Saya punya pandangan lain, “Kalau tidak ada perubahan, tetap seperti sekarang ini, sadar atau tidak, mengaku atau tidak, Indonesia memang akan tetap gelap. Namun, jika ada perubahan, Indonesia bahkan dunia akan menjadi terang-benderang. Hanya saja syarat dan ketentuan berlaku.”
Apa itu? “Perubahannya harus perubahan menuju penerapan Islam secara kâffah. Sebabnya, cahaya itu adanya di dalam Islam,” tambah saya.
Allah SWT berfirman (yang maknanya): Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). Orang-orang yang kafir dan para pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya (TQS al-Baqarah [2]: 257)/
Kegelapan adalah tempat kita menemukan kekuatan yang sesungguhnya ketika kita tak lagi punya pilihan selain bertahan dan melawan. Setelah kegelapan, fajar akan menyingsing. Begitu, kata pepatah.
WalLâhu a’lam. [Muhammad Rahmat Kurnia].


