Analisis

Islam Rahmatan Lil ‘alamin

Saat Islam diterapkan sebagai sebuah sistem kehidupan secara sempurna, Islam benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin. Menebarkan kebaikan bagi seluruh umat di seluruh dunia. Bahkan rahmatan itu bukan hanya untuk umat Islam, namun untuk semua manusia yang tersentuh risalah ilahi tersebut. Rahmat tidak sebatas untuk Muslim, tetapi juga untuk orang kafir. Bukan terbatas untuk manusia, tetapi juga untuk kalangan jin. Bahkan untuk seluruh alam, lingkungan biotik dan abiotik.

Realitas sejarah telah membuktikan hal demikian lebih dari 1000 tahun. Peradadan Islam, sejak Rasulullah saw. hijrah di Madinah hingga keruntuhan Khilafah Islamiyah di Turki sebagai institusi negara, adalah bukti historis empiris yang diakui oleh semua kalangan, baik sejarahwan Muslim maupun non-Muslim. Islam sebagai ajaran kâffah (menyeluruh), politis dan ideologis yang diterapkan itulah yang menjadi rahasia Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Setelah Barat berhasil meruntuhkan institusi negara Khilafah sebagai satu-satunya metode penerapan Islam secara kâffah, mereka terus berupaya untuk menjauhkan kaum Muslim dari Islam sebagai ajaran yang kâffah (totalitas), politis dan ideologis. Upaya menjauhkan, bahkan mencerabut nilai-nilai Islam ideologis demikian, sungguh menjadi strategi Global Barat di negeri-negeri Islam.

Ini dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai Barat seperti sekularisme, paham moderasi beragama, liberalisme, hedonisme, permissivisme dan isme-isme lain ciptaan manusia yang sangat bertentangan dengan Islam. Bahkan Islamofobia terus dikobarkan, dikipas-kipasi. Akibatnya, tidak terasa dan tidak jarang umat Islam sudah mulai asing dengan ajaran mereka sendiri. Orang rajin shalat saja dinyinyiri dengan sok alim. Na’ûdzubilLâh.

Faktanya kita bisa mengambil contoh dari yang terjadi beberapa waktu lalu di negeri ini dan Arab Saudi. Sebagaimana yang diwartakan berbagai media, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas  mengatakan, “Islam adalah agama berasal dari Arab. Di Indonesia Islam adalah agama pendatang, jadi harus menghargai budaya Indonesia.”

Pernyataan Yaqut tersebut tidak lepas dari paket moderasi beragama, gagasan Islam Nusantara, yang ujungnya kian menjauhkan Islam yang sesungguhnya dari benak kaum Muslim. Cara ini merupakan pola umum Barat yang sudah lama dilakukan, yang lazim dikenal dengan istilah “nativikasi”. Nativikasi didefinisikan sebagai “gerakan untuk mengecilkan peran Islam pada sebuah bangsa dengan cara membangkitkan budaya atau sejarah kegungan pra-Islam dengan cara licik, menggambarkan Islam sebagai sesuatu yang asing dan merusak kebudayaan yang lama”.

Dengan demikian kalimat yang menyatakan “Islam adalah agama berasal dari Arab, di Indonesia Islam adalah agama pendatang, jadi harus menghargai budaya lokal”, merupakan pola gerakan nativikasi ini. Jelas sekali langkah nativikasi ini adalah upaya untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang kâffah, ideologis dan politis.

Kegiatan norak dan kampungan perayaan Halloween yang terjadi di Arab Saudi juga tidak lepas dari bagian  agenda Barat menjauhkan Islam kâffah, ideologis dan politis dari tubuh umat di negeri-negeri Islam. Kegiatan dengan “konstum hantu ini” merupakan bagian dari liberalisasi di dunia Islam.  Paham liberal (kebebasan) adalah paham Barat yang bertentangan dengan prinsip hidup umat Islam.

Namun celakanya, di negeri Islam seperti Arab Saudi, paham liberal ini seolah menjadi harapan di tengah kebijakan kerajaan yang terkesan “kaku” dan tertinggal dari pola gaya hidup liberal Barat yang kian permissif. Kenyataannya pula pemuda Arab yang ikut-ikutan latah perayaan Halloween itu melakukan hal demikian tanpa menimbang dengan pemikiran jernih.  Padahal perayaan Halloween demikian di masyarakat Barat dan Eropa sendiri adalah kegiatan yang sudah sangat usang.

Demikian halnya dengan paham Islam Moderat, Islam Nusantara, adalah paket Program Barat lainnya yang membuat ajaran Islam ramah terhadap Barat (baca: ajaran Islam yang tunduk kepada Barat) terus dijejalkan di negeri Islam. Beberapa waktu lalu, sekolah-sekolah di negeri ini, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, dicekoki dengan ide paham Islam moderat. Materi Islam moderat itu sebelumnya tidak ada dalam kurikulum pendidikan nasional kita. Bahkan Islam moderat itu ada yang mempelesetkan merupakan akronim dari Islam “model Barat”.

Strategi global yang dilakukan Barat tersebut tidak lain untuk tujuan mencegah perlawanan kaum Muslim terhadap Penjajahan Barat yang disandarkan pada Islam.  Terutama Penjajahan yang bersifat non-fisik atau pemikiran. Harapannya adalah Islam sebagai identitas politik global yang rahmatan lil ‘alamin kian terjauhkan dari umat Islam.

 

Islam Agama Wahyu

Menyikapi berbagai upaya Barat yang terus berupaya menjauhkan nilai-nilai Islam dalam benak kaum Muslim di berbagai negeri Islam tersebut, kaum Muslim harus melawan dengan cara menjelaskan dan mendakwahkan hakikat Islam yang sebenarnya. Itulah Islam kâffah, ideologis dan politis (sebagai solusi atas berbagai persoalan kehidupan).

Sungguh Islam adalah agama wahyu, berasal dari Allah SWT, untuk seluruh kebaikan umat manusia, bahkan untuk kebaikan seluruh alam. Realitas agama samawi tersebut diturunkan pertama di tanah Arab tidak bermakna bahwa Islam itu dari Arab dan hanya untuk orang Arab.

Terkait dengan tanah Arab sebagai tempat awal Islam diturunkan tidak berarti bahwa Islam itu berasal dari Arab. Sungguh Islam berasal dari wahyu Allah SWT. Islam datang untuk mengubah tradisi dan kebudayaan orang-orang Arab jahiliyah. Masyarakat Arab pra-Islam disebut dengan istilah jahiliyah karena pada masa itu masyarakat Arab hidup dalam kondisi ketidaktahuan.

Kondisi sosio-kultur yang buruk menyelimuti kehidupan mereka, seperti kemusyrikan, kekafiran, ketidakadilan, perzinahan, fanatisme kesukuan dan penindasan terhadap kaum yang lebih lemah membuat kaum jahiliyah memiliki moralitas yang buruk. Harta, martabat dan wanita juga membuat orang Arab Jahiliyah merasa dirinya paling hebat di antara yang lainnya. Karena itu salah besar kalau kita mengatakan Islam itu dari Arab.

Justru kedatangan Islam di tanah Arab adalah untuk mengubah tradisi dan peradaban yang jahiliyah tersebut.  Mengeluarkan masyarakat gelap (jahiliyah) ke terang-benderang cahaya Islam. Allah SWT berfirman:

ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِۗ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ  ٢٥٧

Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman.  Dia mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya (iman).  Orang-orang kafir itu pelindung-pelindung mereka adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan.  Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya (QS al-Baqarah [2]: 257).

 

Sungguh Islam adalah risalah yang berasal dari Allah SWT untuk seluruh ras manusia hingga akhir zaman. Allah SWT berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  ١٠٧

Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107).

 

Di dalam Tafsir Al-Wajiiz karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menjelaskan: “Kami tidak mengutus engkau dengan membawa syariah dan hukum, wahai Nabi, kecuali sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dan jin, karena engkau diutus untuk membahagiakan dan memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat.”

Di dalam Tafsir Al Qurthubi dijelaskan: Sa’id bin Jubair mengatakan dari Ibnu Abbas ra. yang  berkata, “Muhammad saw. adalah rahmat bagi semua manusia. Karena itu siapa saja yang beriman kapada dia dan membenarkan dirinya maka ia bahagia. Siapa saja yang tidak beriman kepada dia maka tidak akan mengalami penenggelaman sebagaimana yang pemah menimpa umat-umat sebelum mereka.”

Ini merupakan bentuk rahmat Allah dengan diutuskan Rasulullah saw. Umat sebelum Islam, mereka yang tidak beriman kepada Rasul mereka, langsung diazab semisal ditenggelamkan, dihujani dengan batu, angin ribut dan lain sebagainya yang membuat mereka musnah di telah bumi.

Dalam Tafsir Shafwah at-Tafâsir, Syaikh Imam Ali Ash Shabuni mengutip hadis riwayat Ibnu Asakir. Dalam hadis tersebut dinyatakan: “Sesungguhnya aku ini hanya rahmat yang dihadiahkan.” Siapa saja yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya maka ia akan selamat dunia dan akhirat.

Bahkan Imam Ali Ash Shabuni menambahkan: “Muhammad adalah rahmat bagi semesta alam, bukan hanya untuk orang-orang Mukmin, sebab Allah merahmati makhluk dengan mengutus Muhammad, junjungan seluruh Rasul. Beliau datang kepada mereka dengan keberuntungan yang besar dan keselamatan dan celaka yang besar. Beliau mengajari mereka ilmu setelah mereka bodoh dan menunjukki mereka setelah mereka sesat.  Karena itu beliau adalah rahmat bagi semesta alam, termasuk bagi orang-orang kafir.  Mereka dirahmati berkat Muhammad. Siksa neraka ditunda dan Allah tidak memusnahkan mereka dengan siksa di dunia, seperti siksa mengubah wajah dan menenggelamkan mereka ke dalam bumi maupun tenggelam di lautan.

 

Islam Kâffah membutuhkan Khilafah

Satu rahasia yang amat penting yang menjadi kunci Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah penerapannya secara sempurna tersebut dalam realitas kehidupan. Islam kâffah, politik dan spiritual, Islam sebagai ideologi kehidupan, yang mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan meniscayakan negara sebagai institusi penerapnya. Sistem ini dikenal dengan istilah sistem Khilafah. Pemimpinnya disebut seorang Khalifah.

Khilafah adalah bentuk kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk merealisasikan hukum-hukum Islam (secara menyeluruh di dalam negeri) dan mengemban dakwah Islam (ke luar negeri di berbagai penjuru alam).

Tidak akan dirasakan secara sempurna Islam sebagai rahmatan lil alamin jika seluruh hukum-hukumnya tidak diterapkan secara operasional dalam kehidupan. Hukum-hukum dalam pengelolaan sumberdaya alam dalam sekttor ekonomi, hukum-hukum peradilan berupa nizhâm al-‘uqûbât, petunjuk Islam tentang tatacara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat, dll; semuanya tidak akan berfungsi yang berujung pada rahmatan lil ‘alamin jika tidak dipakai dalam menyelesaikan persoalan kehidupan.  Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin itu akan terasa saat kita masuk kedalam Islam secara menyeluruh. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ  ٢٠٨

Wahai orang-orang yang beriman, masukklah (kalian) ke dalam Islam secara menyeluruh. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu bagi kalian adalah musuh yang nyata (QS al-Baqarah [2]: 208).

 

Untuk menuju penerapan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan setidaknya diperlukan tiga pilar. Pertama: Ketakwaan individu masyarakat. Kekuatan keimanan seorang Muslim. Kondisi ini akan terwujud dengan melakukan pembinaan Islam kaffah kepada individu secara intensif. Yang akan membentuk keperibadian Muslim secara utuh. Ini adalah pilar pokok dan pondasi. Tidak kurang dari 13 tahun Rasulullah melakukan pembinaan secara intensif ini di Makkah.

Kedua: Peran masyarakat dalam saling menasihati (agar hukum-hukum Islam selalu tegak) dalam kehidupan mereka. Tradisi amar makruf nahi mungkar ini selalu dijalankan oleh kaum Muslim semasa kejayaan mereka. Para ulama yang ikhlas menjadi garda terdepan untuk melakukan muhâsabah (koreksi) terhadap jalannya pemerintahan. Mereka tidak segan-segan bahkan dengan penuh rasa kasih sayang selalu meluruskan jalannya hukum-hukum yang dijalankan oleh Khalifah dengan keilmuan mereka.

Ketiga: Peran penguasa/Khalifah yang secara praktis menjalankan hukum-hukum Islam secara keseluruhan di dalam kehidupan kaum Muslim dalam sistem Khilafah. Benih sistem pemerintahan ini telah dimulai ketika Rasulullah saw. di Madinah. Beliau bukan saja nabi dan rasul. Sungguh beliau juga kepada Negara Islam di Madinah al-Munawwarah.

Berawal dari sanalah Islam kemudian menyebar dan menebarkan rahmat ke seluruh penjuru alam. Lebih dari seribu tahun Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin itu dirasakan mereka yang terkena cahaya rahmat tesebut. Nashr[un] minalLâh wa fath[un] qariib. Insya Allah.

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Luthfi Hidayat]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × five =

Back to top button