Melihat Yang Tak Terlihat
Virus Corona tak terlihat. Jangankan dengan mata telanjang, dengan perbesaran 1000 kali di bawah mikroskop pun virus itu tetap belum terlihat. Memang amat sangat kecil. Katanya, ukuran diameternya adalah 125 nano mikron. Satu nano mikron itu sama dengan satu milimeter dibagi sejuta. Kecil sekali.
Meski virus ini tak terlihat, dampak fisikalnya sangatlah nyata. Saat tulisan ini dibuat, hampir dua juta orang di lebih dari 200 negara telah terinfeksi. Hampir 150 ribu diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia, ada lebih dari 4500 orang terinfeksi. Hampir 400 diantaranya telah meninggal dunia.
Untuk menghambat laju penyebarannya, saat ini lebih dari tiga miliar manusia di muka bumi ini terpaksa atau dipaksa tinggal di rumah. Akibatnya, hampir seluruh moda transportasi dunia lumpuh karena yang bepergian menurun drastis. Ini memberikan dampak ikutan yang sangat besar. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan juta orang yang berkerja di sektor transportasi, pariwisata, dan sektor terkait sudah atau bakal kehilangan pekerjaan. Bila wabah ini tidak segera teratasi, dampak ikutannya pasti akan makin membesar. Bukan tidak mungkin dunia akan jatuh ke jurang multi krisis yang sangat dahsyat.
++++
Deretan angka-angka dari jumlah orang yang terinfeksi atau yang meninggal, angka-angka dari yang terkena PHK dan peningkatan jumlah pengangguran, penurunan laju pertumbuhan ekonomi dan aneka dampak ekonomi, sosial bahkan kemungkinan dampak politik yang amat dahsyat adalah fakta-fakta yang tampak.
Namun, di balik itu semua sesungguhya ada banyak lagi hal yang tak terlihat yang harus kita lihat. Apa saja itu?
Pertama: Tentu sang Pencipta virus ini. Dialah Allah SWT. Rabb semesta alam. Ini mesti disadari oleh seluruh umat manusia. Mestinya wabah ini semakin membawa manusia tunduk kepada Allah SWT. Lah, menghadapi makhluk yang tak terlihat saja manusia sudah kelimpungan. Apalagi menghadapi Pencipta-Nya.
Kedua: Satu keyakinan bahwa mengikuti semua ketentuan Sang Pencipta pasti akan membawa kebaikan. Sebaliknya, menyimpang dari ketentuan-Nya pasti membawa celaka. Itulah yang terjadi. Bukankah merebaknya Covid-19 pada awalnya dipicu oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan haram, yakni kelelawar, yang jelas-jelas telah dilarang oleh Allah SWT? Di Cina, barang haram itu nyatanya bukan dihindari malah tetap saja dikonsumsi. Sop kelelawar justru menjadi santapan sehari-hari yang sangat digemari penduduk di sana, utamanya di Wuhan. Peng Zhao, peneliti di Wuhan Institute of Virology, melalui paper yang dia publikasikan pada Februari 2019, telah menulis tentang potensi wabah yang diakibatkan oleh virus Corona yang berasal dari kelelawar. Alasannya, Coronavirus penyebab SARS dan MERS yang beberapa tahun lalu sempat marak juga di Cina, berasal dari kelelawar yang sudah berubah genetiknya akibat rekombinasi. Peng mengatakan, mengkonsumsi kelelawar yang merupakan tradisi di Cina menunjukkan ‘dekatnya’ interaksi antara manusia dan kelelawar di sana. Artinya, risiko untuk paparan memang tinggi. Apalagi membunuhnya untuk konsumsi pun dalam kondisi sesegar mungkin.
Ketiga: Bukan tidak mungkin pandemi Corona ini merupakan awal dari perubahan besar. Mantan Menlu AS, Henry Kissinger, memprediksi kemungkinan ini. Sebagaimana dikutip oleh Kantor Berita Al-Jazeera (4/4/2020) dalam sebuah artikel di Wall Street Journal, ia menyatakan bahwa pandemi Corona akan mengubah sistem global selamanya. Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona mungkin bersifat sementara. Namun, kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi.
Untuk menghadapi kemungkinan itu, sejumlah saran diajukan Kissinger kepada pemerintah AS. Di antaranya, selain terkait usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam memerangi penyakit menular, juga harus melakukan usaha tanpa henti untuk mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh ekonomi global akibat pandemi yang belum pernah dialami manusia sebelumnya dalam hal kecepatan dan luasnya cakupan. Tidak lupa, dia mendesak Pemerintah AS untuk melindungi prinsip-prinsip sistem liberal global. Kissinger mengingatkan, krisis pandemi Corona telah menciptakan kasus baru, yang tercermin dalam besarnya penolakan publik terhadap sistem kapitalis. Pasalnya, semua kebijakan penyelamatan ekonomi berakhir dengan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Akhirnya, dia mewanti-wanti, kegagalan dalam menghadapi krisis dan membangun masa depan benar-benar dapat mengobarkan dunia.
Mengenai kemungkinan bakal lahirnya tatanan baru pasca wabah Corona, Ibnu Khaldun dalam masterpiece-nya, Mukaddimah, menyebut ada lima faktor yang menjadi pangkal runtuhnya peradaban. Pertama: Maraknya ketidakadilan yang menjadikan jarak antara si miskin dan si kaya terlalu lebar. Kedua: Merajalela penindasan dari kelompok kuat atas kelompok lemah. Ketiga: Runtuhnya moralitas para pemimpin negara. Keempat: Pemimpin yang bersifat tertutup, tidak mau dikritik dan diberi nasehat. Kelima: Terjadi bencana besar atau peperangan.
Dari lima faktor tersebut, kiranya faktor yang kelima, terjadinya bencana besar, sangat relevan dengan kondisi saat ini. Artinya, kemungkinan ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Kissinger bahwa akibat dari pandemi Corona akan memunculkan tatanan dunia baru.
Persoalannya, bila benar bakal lahir tatanan dunia baru pasca pandemi Corona ini, lantas kira-kira siapa atau apa penggantinya? Menjawab ini, teringat kita pada prediksi yang dibuat oleh NIC (National Intelligence Council) dalam The Future Global Mapping: Menurut NIC, ada 4 kemungkinan yang bakal terjadi pada tahun 2020. Pertama: Dunia ada di bawah apa yang disebut Davod World; Cina dan India akan menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Kedua, dunia tetap di bawah kepemimpinan AS dengan Pax Americana-nya. Ketiga: Munculnya lingkaran ketakutan atau Cycle of Fear. Di dalam skenario ini, menurut NIC, respon agresif pada ancaman teroris mengarah pada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku. Akibatnya, akan lahir dunia Orwellian ketika pada masa depan manusia menjadi budak bagi satu dari tiga negara otoriter. Keempat: Berdirinya kembali Khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global. Tegaknya Khilafah adalah pertanda dari kebangkitan dan kemenangan kekuatan Islam akan segera terwujud.
Dari empat skenario tersebut, mana yang mungkin akan terwujud? India, apalagi Cina, diakui kini telah menjelma menjadi raksasa dalam banyak hal. Raksasa dalam jumlah penduduk. Raksasa juga dalam produksi dan size ekonomi. Termasuk dalam hal likuiditas keuangan. Pesaingnya tentu saja adalah AS dengan sekutunya.
Apakah pandemi Corona ini akan menenggelamkan Pax Americana dan memunculkan Davod World dengan Cina dan India sebagai intinya?
Bagaimana dengan kemungkinan tegaknya Khilafah? Sesungguhnya potensi Dunia Islam secara geopolitik, geoekonomi maupun geostrategi bagi tegaknya kembali Khilafah sangatlah besar. Hanya saja, saat ini Dunia Islam terus disibukkan oleh berbagai persoalan internal umat, baik yang timbul karena faktor internal itu sendiri maupun oleh karena campur tangan pihak ekternal umat. Selain itu, ada usaha sangat keras, utamanya dari negara-negara Barat untuk membendung kemungkinan tegaknya kembali raksasa dunia Islam ini. Berbagai langkah dan strategi dibuat dan sudah dijalankan.
Namun demikian, bagi umat Islam, sekuat apapun rekayasa untuk mengganggu Dunia Islam dan membendung kebangkitan Khilafah, tak akan benar-benar mampu mematikan bara semangat dan optimisme umat. Kebangkitan itu memang sejauh ini berhasil dihambat atau dibendung. Namun, hambatan itu akan terhenti dengan sendirinya ketika bendungan itu jebol. Mungkinkah? Mengapa tidak? Salah satunya ya, akibat pandemi Corona ini. Tanda-tandanya sangat nyata. [HM Ismail Yuanto]