Catatan Dakwah

Toleransi

TOLERANSI. Ini kata yang sering disampaikan. Khususnya kepada umat Islam. Terlebih menjelang natal. Seolah bagaimana sikap kita terhadap Perayaan Natal, misalnya, menjadi tolok ukur seberapa jauh umat Islam bersikap toleran.

Merujuk pada Kamus Al-Munawwir, halaman 702, toleransi atau tasaamuh diartikan sebagai sikap membiarkan (menghargai), lapang dada. Bagaimana Islam memberikan petunjuk soal toleransi?

++++

Islam memberikan ketentuan yang sangat jelas tentang bagaimana toleransi terhadap orang kafir harus dilakukan. Pertama: Toleransi dengan orang kafir tidak boleh mengurangi keyakinan Islam satu-satunya agama yang benar (yang lain salah) dan satu-satunya jalan keselamatan di Akhirat (yang lain tidak).

Kedua: Toleransi  tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa penerapan syariah secara kaaffah akan memberikan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin). Selain syariah justru akan menimbulkan fasad.

Ketiga: Toleransi tidak boleh mengurangi semangat dakwah mengajak mereka masuk Islam.

Keempat: Toleransi dilakukan dengan membiarkan mereka memeluk agama yang mereka yakini, melaksanakan ibadah mereka, tidak menghina Tuhan mereka, tidak merusak tempat ibadah mereka.

Kelima: Islam membolehkan bermuamalah dengan non-Muslim (jual-beli, sewa-menyewa, ajar mengajar dalam sainstek), berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka. Ibnu Jarir ath-Thabari menafsirkan QS al-Mumtahanah ayat 8, bahwa berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap pemeluk agama. Tidak boleh berlaku zalim terhadap non-Muslim.

Toleransi bukan partisipasi. Rasulullah saw. tegas menolak melakukan ‘toleransi’ dalam bentuk terlibat apalagi mengamalkan ajaran agama lain. Ketika masih di Makkah, ada beberapa tokoh kafir Quraisy menemui beliau. Mereka adalah Walid bin Mughirah, ‘Ash bin Wail, Aswad Ibnu al-Muthallib dan Umayah bin Khalaf. Mereka menawarkan toleransi, “Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (kaum Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan mengamalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus amalkan.”

Kemudian turunlah QS al-Kafirun yang menolak keras toleransi  semacam ini. Demikian sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân).

Lalu bagaimana kita harus menyikapi klaim kaum Nashrani bahwa Al-Masih anak Tuhan,  sebagaimana disebut dalam QS at-Taubah ayat 30. Orang Yahudi juga mengklaim Uzair anak Tuhan. Klaim itu terus berlanjut hingga sekarang, seperti terlihat pada Pesan Natal Bersama PGI dan KWI Tahun 2019. “Dengan penuh sukacita, kita merayakan pesta kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, Raja Damai, yang datang untuk “merubuhkan tembok pemisah, yakni perseteruan” (Ef 2:14) yang memecah-belah umat manusia.…”

Jika status anak Tuhan dilekatkan karena Nabi Isa lahir tanpa bapak, maka Nabi Adam lebih layak disebut sebagai ‘anak Tuhan’. Dia bahkan ‘lahir’ tanpa bapak dan ibu. Kelahiran Nabi Isa, disebutkan  dalam QS Ali Imran ayat 59, sama seperti penciptaan Nabi Adam.

Kelahiran bayi tanpa bibit dari jantan  bukan hal yang aneh. Ada proses yang disebut Parthenogenesis. Pertumbuhan embrio tanpa fertilisasi oleh pejantan. Telur  dari ibunya tidak memerlukan bertemu dengan spermatozoa bapak untuk membentuk suatu embrio yang kemudian menjadi bayi. Secara empirik, hal itu pernah terjadi di Inggris. Ini sebagaimana dilaporkan oleh Medical Journal Lancet di bawah judul  Can Pregnancy Occur Without Man.  Lengkapnya, ‘In 1956 the medical journal Lancet published a report concerning 19 alleged cases of virgin birth among women in England, who were studied by members of the British Medical Association. The six-month study convinced the investigators that human parthenogenesis was physiologically possible and had actually occurred in some of the women studied.

Bagi Allah, menciptakan anak lahir tanpa bapak, itu mudah. Hal ini dinyatakan dalam QS Maryam ayat 20 dan 21 sat Allah menjawab keraguan Siti Maryam ketika dikabari oleh Malaikat Jibril bahwa ia bakal punya anak lelaki, padahal ia belum pernah ‘disentuh’ (disetubuhi) lelaki manapun. Menciptakan  alam semesta berikut isinya, juga menciptakan manusia tanpa ayah ibu saja, Allah bisa. Apalagi sekadar menciptakan manusia dari seorang ibu, tanpa ayah.

Jadi, tudingan bahwa Allah punya anak adalah sebuah kemungkaran besar. Sebegitu mungkarnya sampai digambarkan dalam QS Maryam ayat 88 – 92:  langit pecah, bumi terbelah dan gunung runtuh. Allah tegas dalam QS al-Maidah ayat 72 menyebut kafir siapa saja yang mengatakan Al-Masih putra Maryam sebagai Tuhan. Dalam QSs al-Maidah ayat 73 disebut kafir pula siapa saja yang mengatakan Allah salah seorang dari yang tiga (trinitas).

Apakah Nabi Isa menyuruh manusia mengatakan dirinya anak tuhan? Hal itu ditanyakan Allah dalam QS al-Maidah 116. Lalu dijawab Nabi Isa dalam surah yang sama ayat 117, bahwa ia tidak mungkin mengatakan yang bukan haknya. Jika ia mengucapkan hal itu pasti Allah akan tahu.

Lalu dalam QS Maryam ayat 30 Nabi Isa menegaskan siapa dirinya. Ia adalah AbdulLaah (hamba Allah), bukan IbnulLaah (anak Allah). Allah yang menjadikan dirinya nabi dan memberi dia Kitab (Injil). Hal itu ditegaskan pula oleh Allah dalam QS al-Maidah ayat 75, bahwa al-Masih anak lelakinya Maryam tak lain adalah rasulullah. Ibunya adalah perempuan yang shiddiqah.

Kapan Nabi Isa lahir? Hingga kini, diyakini Nabi Isa atau Yesus Kristus lahir pada bulan Desember. Bulan di ujung tahun itu hampir identik dengan Natal. Namun, benarkah Nabi Isa lahir di bulan Desember? Benarkah, pohon cemara adalah pohon yang lekat dengan kelahiran Nabi Isa?

Jika ada pohon yang lekat dengan kelahiran Isa, tak lain adalah pohon kurma. Diceritakan dalam QS Maryam ayat 22 – 26 bagaimana Maryam merasa sakit ketika hampir melahirkan anak yang dalam kandungan itu, diperintah Allah untuk bersandar ke pohon kurma (bi jidnin nahlah), dan menggoyangkan pohon itu agar buahnya yang masak (ruthab) itu jatuh sehingga bisa dimakan.

Berdasar ayat itu, tampak jelas bahwa Nabi Isa lahir saat ruthab masak. Itu terjadi di sekitar bulan Agustus-September. Bukan Desember, saat musim dingin. Pada musim itu, kurma sudah tidak lagi berbuah.

Lalu benarkah Nabi Isa disalib? Jika bukan, siapa dia sebenarnya, dan kemana Nabi Isa pergi? Dalam QS an-Nisa ayat 156 – 158 ditegaskan bahwa mereka tidaklah membunuh dan menyalib Isa. Yang mereka bunuh dan salib adalah yang diserupakan Nabi Isa. Konon namanya Yudas. Lalu ke mana Nabi Isa pergi? Oleh Allah, seperti disebut dalam QS Ali Imran ayat 55, Nabi Isa diangkat oleh Allah, dan nanti sebagai salah satu tanda kiamat, disebut dalam hadis shahih Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim, Nabi Isa akan turun kembali ke dunia.

++++

Seorang Muslim harus tegas menolak klaim Isa anak Tuhan dan tegas menolak kegiatan Natal Bersama. Ini sebagaimana dinyatakan dalam Fatwa MUI tahun 1981. Dalam fatwa itu disebutkan, Perayaan Natal di Indonesia, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa, ia tidak dapat dipisahkan dari keyakinan bahwa Isa adalah anak Tuhan. Oleh karena itu, mengikuti upacara Natal bersama hukumnya haram.

Bagaimana jika mengucap Selamat Natal? Menurut KBBI, selamat artinya adalah doa yang mengandung harapan supaya sejahtera, beruntung dan tidak kurang suatu apa. Benarkah kita mengucapkan selamat untuk sesuatu yang  justru telah membuat Allah sangat murka?

Jika demikian, bagaimana memahami ayat 33 QS Maryam, yang acap disebut sebagai dalil kebolehan mengucap Selamat Natal? Menurut Ibn Katsir, dalam ayat itu, “Allah memberikan keselamatan kepada beliau (Nabi Isa) pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba”. Jadi, ayat ini bukan dalil untuk kebolehan mengucapkan Selamat Natal.

Sikap seorang Muslim kepada kaum Nasrani semestinya seperti Nabi, di mana ia tegas mengajak Nashrani, juga Yahudi, untuk masuk Islam. Dalam hadis riwayat Imam Muslim ditegaskan tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang Nabi Muhammad, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran Nabi Muhammad, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka. Juga dalam hadis Riwayat Imam al-Bukhari disebutkan, Nabi mengirimkan surat, antara lain kepada Kaisar Heraklius, Raja Romawi, yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, agar masuk Islam.

Jelaslah, Islam adalah agama yang amat toleran, memberikan kebebasan dalam pilihan agama. Juga perlindungan terhadap darah, harta dan kehormatan serta ibadah dan tempat ibadah non-Muslim. Namun, toleransi bukan partisipasi, juga bukan malah menegasikan agamanya sendiri dengan misalnya, menolak syariah diterapkan secara kaaffah. Sayangnya, justru itulah yang sekarang acap terjadi. Menyedihkan.

WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [H. Muhammad Ismail Yusanto]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four + one =

Back to top button