Dari Redaksi

Islamophobia: Warisan Perang Salib

Serangan terhadap Muslim di Selandia Baru Hari Jumat saat menunaikan ibadah shalat sangat menyedihkan kita. Diperkirakan sekitar 50 orang meninggal dunia dibantai teroris. Jamaah shalat Jumat di dua masjid Christchurch berusaha menyelamatkan diri ketika teroris Brenton Harrison Tarrant melakukan penembakan mematikan. Diperkirakan teroris ini bertekad melanjutkan serangannya kalau tidak dihentikan. Pasalnya, masih ada dua senjata lain di kenderaannya.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison Hari Jumat (15/3) menyebut pembantaian itu sebagai tindakan oleh “teroris ekstremis sayap kanan yang kejam.” Teroris ini dengan sengaja merekam video serangannya. Sebelumnya Brenton Tarrant meng-upload manifesto perjuangan dirinya. Dia mengidentifikasi dirinya sebagai pria kulit putih, lahir di Australia, dan menyebut tokoh-tokoh supranasionalisme kulit putih yang menginspirasi dirinya.

Pelaku juga melukis pada senjatanya, yang mencerminkan dendam lama warisan Perang Salib. Menulis nama-nama ‘idola’, pesan-pesan nasionalisme kulit putih dan kronologi kemenangan EuroChristianity melawan Muslim, Turki dan Kekhalifahan Utsmani. Huruf dan angka dari bahasa Latin, Sirilik dan Georgia (Mkhedruli). Kata-kata dan tanggal yang berkaitan dengan tempat, orang dan pertempuran yang terkait dengan konflik Perang Salib antara Kristen dan Muslim terlihat dalam senjata itu. Dalam senjata yang ia gunakan juga tertulis dalam cat putih  “Refugees Welcome to Hell” (Pengungsi, Selamat Datang di Neraka).

Predator kafir bernama “Brenton Tarrant” tersebut, dalam melakukan kejahatan salibisnya, sambil menyanyikan nyanyian Perang Salib (sejarah Serbia) yang dia dengar melalui headset. Nyanyian tersebut mengingatkan sejarah peperangan Khilafah Utsmani dengan tentara Eropa dalam Pertempuran Wina, tahun 1683. Pertempuran ini menandai awal berakhirnya dominasi Khilafah Utsmani atas Eropa.

Kita perlu menegaskan, serangan teroris terhadap masjid di Selandia Baru merupakan buah dari Perang Salib atas nama war on terrorism. Perang ini dikampanyekan terus-menerus oleh negara-negara Barat terhadap kaum Muslim.

Atas nama perang melawan terorisme dan ekstremisme, Barat melakukan kebijakan resmi memerangi Islam dan kaum Muslim. Atas nama Perang Salib yang dibungkus dengan perang melawan terorisme inilah Amerika Serikat menduduki Irak, Afganistan dan negeri-negeri Islam lain. Secara kejam dengan peralatan yang canggih, bom-bom yang mematikan, mereka melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Lebih dari satu juta umat Islam terbunuh sejak pendudukan Amerika di Irak. Ribuan kaum Muslim terbunuh akibat pesawat tanpa awak yang menyerang umat Islam di Afganistan dan perbatasan Pakistan-Afganistan.

Perlu kita catat, hampir semua negara Barat, termasuk Selandia Baru dan Australia, bergabung dengan koalisi pasukan Salib ini untuk memerangi umat Islam. Bukan hanya Barat, atas nama perang melawan terorisme dan radikalisme, rezim komunis Cina melakukan tindakan keji terhadap Muslim Uighur di Turkistan Timur, rezim Hindu menyerang umat Islam di India, rezim Budha menindas umat Islam di Arakan, Myanmar.

Narasi perang melawan terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme dengan target memerangi Islam dan umat Islam inilah yang terus-menerus dikampanyekan para penguasa Barat untuk membenarkan tindakan kejam mereka. Termasuk untuk mendapatkan legitimasi dukungan dari rakyat mereka. Tidak mengherankan, media massa Barat dipenuhi seruan-seruan kebencian dari elit-elit politik Barat terhadap Islam dan kaum Muslim. Kebencian terhadap Islam ditegaskan lagi dalam bentuk kebijakan-kebijakan Islamophobia di Barat yang dilakukan oleh negara-negara yang mengklaim demokrasi, seperti Prancis. Negara ini melarang pemakaian hijab dan menghukum pemakainya.

Di sisi lain, kemunculan kelompok-kelompok ultranasionalis dan partai-partai anti Islam dan imigran dengan politisi yang secara terbuka menyerang Islam membuat ‘Islamophobia’ semakin marak di negara-negara Barat.

Kebencian terhadap Islam ini bahkan menjadi budaya bangsa yang mencerminkan kebencian para pemimpin Barat dan organisasi-organisasinya terhadap kaum Muslim di seluruh dunia. Tidak mengherankan jika kebencian yang membudaya ini ada di negeri-negeri salibis Barat. Pasalnya, manusia atau masyarakat itu—seperti yang dikatakan oleh Amîrul Mukminîn Ali bin Abi Thalib radhiyalLâhu’anhu—mencerminkan agama (keyakinan) para pemimpinnya. Ya benar, manusia atau masyarakat itu mencerminkan agama (keyakinan) para pemimpinnya.

Kampanye kebencian terhadap Islam ini pun dipaksakan di negeri-negeri Islam. Para penguasa negeri Islam bergabung dalam koalisi Perang Melawan Terorisme ala Amerika ini. Mereka pun menjadi mitra kejahatan negara-negara Barat untuk memudahkan jalan bagi intervensi negara-negara imperialisme di Dunia Islam. Semua atas nama kerjasama internasional memerangi terorisme. Jadilah mereka para penguasa boneka, yang memerangi gerakan-gerakan Islam dengan tudingan terorisme radikal. Dengan itu sejatinya mereka telah memerangi rakyat mereka sendiri untuk mengikuti kemauan Barat.

Para penguasa negeri Islam ini pun ikut dalam kampanye memerangi Islam dengan memunculkan narasi ancaman radikalisme dan ekstremisme. Narasi-narasi kebencian lalu dibangun terhadap ajaran Islam yang mulia seperti akidah Islam, syariah Islam, jihad dan khilafah. Seperti di Indonesia, rezim anti Islam terus-menerus menyerang ajaran Islam yang mulia Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Mereka memanfaatkan kelompok-kelompok di antara umat Islam yang tertipu untuk menyerang ajaran Islam, Khilafah. Mereka melakukan kriminalisasi bahkan monsterisasi terhadap ajaran Khilafah Islam. Rezim anti Islam ini mengadu-domba sesama kelompok-kelompok Islam, memanfaatkan ulama-ulama yang tertipu untuk menyerang ajaran Islam Khilafah dengan keji. Tujuannya tidak lain agar umat Islam semakin jauh dari ajaran Islam yang kaffah dan mengokohkan penjajahan negara-negara Barat atas Dunia Islam.

Apa yang terjadi di tubuh umat Islam saat ini, baik di Barat ataupun di negeri-negeri Islam, semakin menegaskan kebutuhan umat Islam terhadap Khilafah Islam. Negara adidaya inilah kelak yang melindungi umat Islam: nyawa, kehormatan, kemuliaan, termasuk kekayaan negeri-negeri Islam. Tanpa Khilafah Islam, negara yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia, pembantaian terhadap kaum Muslim akan terus berulang. Khilafah Islam inilah yang akan menjadi garda terdepan melawan Perang Salib yang terus berlanjut ini. Termasuk mengganti para penguasa boneka di negeri Islam. Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 3 =

Back to top button