KH Rochmat S. Labib: Hanya Sistem Islam Solusi yang Layak
Pengantar:
Pemilu/Pilpres telah berlalu. Rezim hasilPemilu/Pilpres telah hadir. Namun, saat yang sama, kondisi negeri ini tampaknya tak akan pernah berubah. Ekonomi tetap sulit. Bahkan bisa jadi tambah parah. Politik tetap carut-marut. Penegakan hukum tetap susah. Ibarat pisau, sering tumpul ke atas, tajam ke bawah. Belum seabreg masalah lainnya.
Pertanyaannya: Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa dari rezim ke rezim hasil Pemilu/Pilpres keadaannya seolah tak berubah? Mengapa demokrasi seolah tak pernah mewujudkan janji-janjinya? Janji tentang kemakmuran. Janji tentang kesejahteraan. Janji tentang keadilan. Janji tentang kesamaan di depan hukum. Juga janji-jani manis lainnya? Apa yang menjadi akar masalahnya? Apapula solusinya?
Itulah di antara pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada KH Rochmat S. Labib dalam rubrik Hiwar kali ini. Berikut hasil wawancaranya.
Pemilu kemarin, yang dituding penuh dengan kecurangan, dianggap merupakan tanda menguatnya politik identitas.Bagaimana pendapat Kiai?
Sebelum menjawab, saya ingin menyoal istilah ‘politik identitas’. Kalau mau jujur, semua politik itu memiliki identitas. Baik yang sekularis, komunis, nasionalis, atau agamis. Semua itu bisa menjadi identitas politik. Lalu mengapa istilah ‘politik identitas’ dengan nada negatif itu hanya disematkan pada politik yang mendasarkan pada agama? Saya melihat itu bagian dari upaya mendiskreditkan politik yang menjadikan agama, khususnya Islam, sebagai landasannya.
Jika yang dimaksud adalah, “Benarkah ada peningkatan politik keislaman?” Secara faktual bisa dikatakan: Ya, ada. Meskipun masih jauh dari standar politik yang digariskan Islam. Adanya peningkatan itu terlihat dari munculnya kesadaran untuk menjadikan Islam sebagai standar dalam memilih pemimpin dan parpol peserta Pemilu. Mereka menolak paslon yang mendukung penista agama, menghalangi dakwah, memusuhi syariah dan mengkrimina-lisasi ulama.
Sikap yang sama juga ditujukan pada parpol-parpol pendukungnya. Termasuk parpol-parpol berlabel Islam yang mendukung paslon tersebut. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran politik pada umat.
Kesadaran ini pula yang membuat Pemilu kemarin terasa idelogis. Ini pula yang membuat umat antusias mendukung paslon yang menjadi lawannya. Yang menjadi pendorongnya bukan faktor lawannya, namun lebih karena tak mau dipimpin oleh rezim sekular yang sedang berkuasa.
Mengapa keinginan untuk mengganti rezim yang berkuasa begitu besar?
Banyak orang menilai rezim ini telah gagal. Gagal menunaikan janji-janjinya. Janji tidak utang, nyatanya utangnya makin banyak. Janji tidak impor, namun impor justru gila-gilaan. Masih banyak lainnya yang gagal diwujudkan. Gagal menyejahterakan rakyat. Gagal mengambil-alih aset negara yang telah dikuasai asing. Tentu masih banyak lagi.
Ketika rakyat mulai menyadari, rezim ini bukannya mengakui kesalahannya lalu memperbaiki kebijakannya, namun justru melakukan tindakan represif terhadap orang dan kelompok yang kritis.
Lebih parah lagi, rezim ini menggiring opini bahwa ancaman terbesar bagi negeri ini adalah radikalisme. Meski tidak disebut secara jelas siapa yang dimaksud, hampir semua orang mengerti bahwa yang dimaksud adalah Islam kaffah. Kelompok radikal adalah kelompok yang menginginkan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam politik dan negara.
Alhamdulillah, umat tidak termakan oleh propaganda itu. Umat tetap ingin mengganti rezim yang berkuasa.
Apakah menguatnya politik Islam ini ancaman atau justru faktor penguat bangsa?
Politik Islam itu artinya menjadikan Islam sebagai dasar untuk mengatur urusan politik; mengatur urusan-urusan publik seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lainnya. Ketika poitik Islam dipahami demikian, jelas itu merupakan kebaikan. Dalam istilah al-Quran, menjadi rahmatan li al-‘âlamîn.
Ingat, Islam itu berasal dari Allah Yang Mahabenar dan Mahaadil. Maka dari itu, tak mungkin ada dalam ajaran dan syariahnya yang salah dan buruk, apalagi membahayakan bagi manusia, tatkala diterapkan.
Pasca Pemilu, apa evaluasi Kiai tentang politik umat?
Seperti tadi saya jelaskan, ada peningkatan kesadaran umat dalam berpolitik. Mereka sudah berupaya menjadikan Islam sebagai sandaran dalam memilih pemimpin. Ini patut diapresiasi.
Ke depan, kesadaran itu harus ditingkatkan. Mereka harus menjadikan Islam sebagai sandaran dalam menentukan sistem yang menaungi kehidupan. Tak cukup pemimpinnya Muslim. Sistemnya juga Islam. Islam yang diterapkan dalam kehidupan secara kaffah.
Ada yang mengatakan rezim ini akan gagal karena dibangun atas dasar kecurangan?
Di antara faktor yang membuat rezim menjadi kuat adalah besarnya dukungan rakyat. Ketika rakyat menanggalkan dukungan, maka rezim itu menjadi lemah. Inilah yang terjadi pada rezim yang mendapatkan kekuasaannya dengan cara curang. Itu berarti, dukungan riilnya rendah. Tentu kekuasaan seperti itu sangat lemah dan rapuh. Menjadi semakin lemah tatkala rezim itu tidak bisa menunaikan janji-janjinya. Apalagi tak bisa mewujudkan kesejahteraan, sementara korupsi semakin menggurita. Rezim seperti ini tinggal menunggu waktu.
Apalagi banyak kebijakan yang tidak pro rakyat, seperti naiknya harga BBM, tarif dasar listrik, harga pupuk, tarif tol, dan lain. Itu semua jelas membuat rakyat makin menderita. Pencitraan sebagai rezim yang merakyat diyakini tak akan bisa menutupi realitas mereka yang sebenarnya.
Banyak analis mengatakan bahwa krisis ekonomi global ke depan juga semakin parah. Apakah ini juga akan berpengaruh di sini?
Tentu saja. Sebab, dalam perspektif ekonomi global, perekonomian Indonesia sangat ditentukan oleh perekonomian negara-negara besar. Ketika ada krisis menimpa mereka, sudah pasti akan berpengaruh di sini. Krisis moneter pada akhir tahun 90-an kemarin jelas menjadi bukti nyata. Meskipun sebelumnya didengungkan bahwa pondasi ekonomi Indonesia sudah kuat dan mapan, krisis moneter itu membuat perekonomian Indonesia terpuruk.
Jadi, jika krisis itu tejadi lagi, nasib bangsa ini tidak akan berbeda dengan sebelumnya. Bahkan bisa jadi lebih parah karena utangnya yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Adakah faktor utama yang menjadi sebab semua kegagalan pemerintahan itu?
Yang utama adalah faktor sistem. Itulah kapitalisme-liberalisme. Memang tidak ada dokumen resmi negara yang menyebutnya sebagai sistem yang diterapkan negara ini. Namun dalam praktinya, sistem itulah yang diterapkan.
Di antara doktrin utama kapitalisme-liberalisme dalam ekonomi adalah meminimalisi peran negara dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Doktrin ini diwujudkan dengan membatasi peran negara hanya sebagai regulator, menerapkan pasar dan persaingan bebas, pencabutan subsidi dan privatisasi.
Penerapan sistem tersebut menyebabkan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang. Merekalah para pemilik kapital dan konglomerat. Pada gilirannya mereka berkuasa dalam ekonomi, namun juga politik, hukum, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Yang lebih mengerikan, pasar bebas yang diciptakan sistem liberal ini membuka pintu lebar bagi penjajahan.
Inilah yang menjadi faktor utama kegagalan rezim. Ini pula ancaman sebenarnya bagi negeri ini. Siapa pun rezimnya, jika sistem ini yang diterapkan, hasilnya tak jauh berbeda: gagal! Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan negeri ini adalah mencampakkan sistem kapitalisme-liberalisme itu.
Lalu apa gantinya?
Tidak ada sistem yang tepat bagi manusia kecuali sistem yang berasal dari Penciptanya, Allah SWT. Itulah Islam. Sistem yang sesuai dengan fitrah manusia. Sistem ini telah teruji selama tiga belas abad dengan menghasilkan peradaban yang gemilang. Islam beserta semua perangkat sistemnya adalah solusi. Solusi yang benar dan ampuh untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kini menghimpit negeri ini. Bukan ancaman seperti yang dipropagandakan selama ini.
Bagaimana dengan kalangan yang menganggap Khilafah sebagai ancaman?
Jelas tidak benar. Khilafah adalah ajaran Islam. Lebih dari itu, hanya dengan Khilafah semua ajaran Islam dapat diterapkan secara kaffah. Khilafah adalah solusi. Tak hanya bagi negeri ini, namun bagi semua negeri Islam lainnya.
Dengan Khilafah, negeri-negeri Islam yang sekarang terpecah-belah dapat disatukan sehingga menjadi kekuatan besar. Dengan begitu Khilafah dapat membebaskan negeri-negeri Islam yang berada dalam cengkeraman penjajahan. Kekayaannya juga dapat diselamatkan.
Kembali pada kondisi riil kita. Bagaimana jika rezim semakin represif terhadap dakwah?
Rezim boleh saja makin represif. Namun, itu tak akan bisa menghadang laju dakwah yang makin besar. Umat juga sudah tahu, siapa sesungguhnya yang memperjuangkan Islam dan siapa yang memusuhinya.
Dakwah akan terus berjalan. Ibarat air, dakwah akan mencari celah yang bisa membuatnya terus berjalan. Jika dibendung, mungkin tampak berhenti, namun sesungguhnya sedang mengumpulkan kekuatan untuk menjebol bendungan yang menghambatnya hingga menemukan momentumnya.
Perlu diingat, Islam adalah agama Allah SWT. Dia tidak akan mengizinkan agama-Nya dipadamkan oleh manusia. Sebaliknya, Dia justru menyempurnakan cahaya-Nya dan memenangkan agama-Nya atas semua agama. Ini sebagaimana disebutkan dalam QS ash-Shaf ayat 8 dan 9.
Berarti dakwah harus jalan terus?
Benar. Bagaimana mungkin kita bisa berhenti berdakwah, sementara yang mewajibkan dakwah itu adalah Allah SWT? Layaknya kewajiban, maka yang mengerjakannya akan diganjar dengan pahala yang amat besar. Bahkan akan terus mengalir kepada pelakunya sekalipun sudah meninggal tatkala yang didakwahkan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Patut dicamkan, Allah SWT tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang terus berdakwah. Ini ditegaskan dalam QS Muhammad ayat 7, Dia akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya: in tanshurûL-lâh yanshurkum wa yutsabbit aqdâmakum. Jika kalian menolong agama Allah SWT, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian.
Termasuk dakwah Khilafah?
Ya. Seperti saya sampaikan tadi. Khilafah adalah ajaran Islam. Mendakwahkan Islam berarti mendakwahkan semua ajarannya tanpa terkecuali. Terlebih kedudukan Khilafah disebut sebagai tâj al-furûdh, mahkota kewajib. Tak boleh menyembunyikan, apalagi membuang-nya. Apa salahnya Khilafah sehingga diperlakukan secara keji seperti itu? Apalagi ketika Khilafah hanya dakwahkan dengan kata-kata. Tidak menggunakan fisik, pemaksaan, intimidasi dan teror. Di mana bahayanya?
Bagaimana jika rezim menggunakan politik belah bambu dengan menggunakan ormas Islam untuk menghadang dakwah Khilafah?
Kita tidak boleh terjebak oleh permainan mereka. Yang mereka inginkan memang perpecahan dan perseteruan di antara sesama umat Islam. Dengan begitu, umat Islam akan disibukkan oleh urusan internal mereka. Akibatnya, umat akan lemah dan terpalingkan dari agenda perjuangan yang menyelamatkan dan mengokohkan mereka, yakni tegaknya syariah dan Khilafah.
Umat juga harus diberitahu bahwa musuh mereka sebenarnya adalah negara-negara kafir penjajah beserta para penguasa antek. Negara-negara itulah yang meruntuhkan Khilafah dan menghalangi tegaknya Khilafah. Jadi, jangan ditambah lagi dengan menjadikan sesama umat Islam sebagai musuh.
Jika demikian apa yang perlu dilakukan oleh umat Islam ke depan?
Terus istiqamah dalam perjuangan menegakkan Islam secara kaffah. Istiqamah pula mengikuti thariqah atau metode dakwah yang dicotohkan Rasulullah saw. Terikat penuh dengan syariah-Nya.
Dengan begitu kita bisa berharap mendapatkan pertolongan Allah SWT. Ingatlah, kemenangan umat Islam, termasuk tegaknya Khilafah, merupakan pertolongan Allah SWT. Bukan semata kekuatan kita. Tugas kita hanyalah memantaskan diri untuk mendapatkan pertolongan-Nya. Semoga pertolongan itu sudah dekat dan kita dapat menjumpainya. Amin, ya Rabb al-‘alamin. []