Hiwar

M. Ismail Yusanto: Makar Jahat Mereka Pasti Gagal

Pengantar Redaksi:

Khilafah terus-menerus jadi sorotan pihak-pihak yang phobia terhadap Islam. Tentu dengan segala label negatifnya. Dikatakan: Khilafah radikal, Khilafah memecah-belah, Khilafah menginspirasi terorisme, Khilafah anti Pancasila, Khilafah mengancam NKRI dan seabrek julukan negatif lainnya.

Betulkah demikian?  Jika tidak, mengapa banyak tuduhan negatif terhadap ide Khilafah? Mengapa ide Khilafah seolah demikian menyeramkan? Mengapa para pengusung ide Khilafah banyak dipersekusi? Apa latar belakang di balik semua itu? Bagaimana pula kita menyikapi semua tudingan tersebut?

Itulah di antara pertanyaan yang diajukan kepada Ustadz M. Ismail Yusanto dalam Hiwar kali ini. Berikut jawaban beliau.

 

Ada yang menuduh Khilafah sebagai ajaran radikal yang menginspirasi terorisme. Bagaimana menurut Ustadz?

Ini jelas tuduhan sangat keji. Dua istilah tersebut, yakni radikal dan terorisme, merupakan istilah bermuatan negatif. Bahkan terorisme sering disebut sebagai extraordinary crime, kejahatan luar biasa. Jadi jelas, melekatkan Khilafah dengan radikalisme dan terorisme merupakan propaganda busuk untuk memusuhi Islam.

 

Mengapa demikian?

Karena Khilafah adalah ajaran Islam. Hukumnya wajib. Tidak ada seorang ulama pun yang menyelisih kewajiban ini. Dalil tentang kewajiban Khilafah sangat banyak, jelas dan tegas. Bahkan menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami, para sahabat Nabi saw. telah menjadikan pengangkatan khalifah pasca Nabi saw. wafat sebagai ahamm al-wâjibât, kewajiban paling penting. Buktinya, mereka lebih mendahulukan urusan pengangkatan khalifah dibandingkan dengan pemakaman jenazah beliau.

Khilafah juga sering disebut sebagai tâj al-furûdh, mahkota kewajiban. Pasalnya, banyak kewajiban dalam syariah yang pelaksanannya bergantung pada keberadaan Khilafah. Ketika Khilafah tidak ada, hukum-hukum tersebut terlantar dan terabaikan; termasuk kewajiban menegakkan hukum-hukum hudûd, jinâyât dan ta’zîr. Demikian juga kewajiban jihad. Berbagai hukum terkait dengan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, politik luar negeri, dan lain-lain juga hanya bisa dijalankan secara sempurna ketika ada Khilafah.

Oleh karena itu, menyebut Khilafah sebagai ajaran radikal yang menginspirasi terorisme adalah penghinaan terhadap Islam. Islam dianggap sebagai kejahatan, bahkan menginspirasi kejahatan luar biasa. Apakah kita menerima tuduhan keji seperti itu?

 

Mengapa harus Khilafah yang mereka sebut sebagai ajaran radikal?

Karena mereka tahu persis bahwa Khilafah inilah yang akan menjadikan umat Islam bangkit kembali. Ketika Islam ditegakkan secara kâffah akan terwujud rahmatan lil al-‘alamin. Peradaban Islam akan dilihat kebaikannya secara kasatmata. Tentu sangat kontras dengan peradaban Barat yang rusak. Karena itu tegaknya Khilafah adalah lonceng kematian bagi peradaban Barat.

Dengan Khilafah umat Islam juga akan kembali bersatu. Ketika itu terjadi, akan menjadi kekuatan raksasa. Barat yang sekarang dengan semena-mena menumpahkan darah umat Islam, menjarah kekayaan mereka dan menjajah negerinya akan mudah dikalahkan. Alhasil, tegaknya Khilafah akan mengakhiri dominasi mereka.

Tentu ini sangat menakutkan mereka. Maka dari itu, mereka menciptakan berbagai makar jahat untuk menghalangi kembalinya Khilafah. Di antara caranya adalah dengan menciptakan stigma buruk tentang Khilafah. Harapannya, umat Islam sendirilah yang akan menolak kehadiran kembali Khilafah.

Namun demikian, kita yakin bahwa makar jahat mereka itu akan gagal. Pasalnya, pemahaman umat bahwa Khilafah adalah ajaran Islam semakin meluas dan menguat. Ketika pemahaman ini telah diterima oleh umat, maka mereka tidak akan mudah tertipu oleh propaganda Barat. Sebaliknya, mereka akan melawan siapa pun yang menfitnah agamanya.

 

Bagaimana Islam memandang tindak terorisme?

Islam tidak mengenal terorisme. Apalagi dilakukan kepada penduduk sipil yang tidak berdosa. Islam melarang keras.

Dalam Islam memang ada ajaran jihad. Namun, jihad jelas bukan terorisme. Jihad adalah perang di jalan Allah SWT. Tujuannya mencari ridha Allah SWT. Karena itu dalam pelaksanaannya pun tidak akan menghalalkan semua cara. Ada sejumlah ketentuan yang harus ditaati. Sebagai contoh, ketika Rasulullah saw. memberangkatkan pasukannya, beliau berpesan kepada pasukannya agar tidak membunuh anak-anak, perempuan dan orangtua yang tidak terlibat dalam peperangan.

Sangat jauh berbeda dengan Amerika dan negara-negara kafir penjajah lainnya ketika memerangi bangsa lain. Tanpa rasa belas kasihan mereka menjatuhkan bom-bom yang memakan korban jutaan penduduk sipil. Lihat apa yang terjadi pada Perang Dunia I dan II. Juga ketika Amerika menjatuhkan bom atom di Jepang. Berapa juta orang yang meregang nyawa. Ini juga yang dialami oleh penduduk Afganistan, Irak, Suriah, Palestina dan lain-lain.

Jika mau jujur, merekalah teroris sebenarnya. Mestinya tidak layak mereka bicara memerangi  terorisme. Bagaimana bisa dikatakan memerangi terorisme, sementara di tangan mereka jutaan manusia meregang nyawa karena kebrutalan mereka.

 

Ada yang mengatakan, ada kesamaan ide HTI dengan para pelaku teror. Sama-sama mengusung ide Khilafah. Karena itu HTI dianggap menginspirasi terorisme. Benarkah demikian?

Lagi-lagi, ini adalah fitnah sangat keji. Masak hanya dianggap mengusung ide Khilafah lantas dituduh sebagai sebagai inspirator? Kalau dituduh inspirator, tunjukkan mana ide yang dianggap menginspirasi itu? HTI sama sekali tidak menyerukan aksi terorisme. Untuk menegakkan Khilafah, dengan jelas dan tegas Hizbut Tahrir membatasi kegiatannya dengan dakwah. Tidak menempuh jalan kekerasan. Non-kekerasan adalah di antara prinsip penting Hizb sejak didirikan. Prinsip ini tidak pernah berubah dan berlaku di seluruh dunia. Maka dari itu HTI sama sekali tidak pernah melakukan aksi kekerasan, termasuk saat melakukan aksi-aksi demonstrasi. Semuanya dijalankan secara damai. Tidak ada kegiatan yang merusak, membakar atau membuat kerusuhan.

HTI juga menolak keras aksi terorisme yang dilakukan dalam wilayah damai. Oleh karena itu, setiap ada aksi terorisme di Indonesia, HTI hampir selalu mengeluarkan pernyataan resmi yang mengcam aksi tersebut. Lalu bagaimana mungkin ada orang melakukan kekerasan, kemudian HTI dipersalahkan karena dianggap menginspirasi?

 

Ya, karena idenya sama. Sama-sama menginginkan Khilafah?

Kalau cara berpikir itu digunakan secara konsisten untuk semuanya, sungguh sangat berbahaya. Saya kira mereka juga tidak akan setuju. Sebagai contoh, kalau ada seorang ketua umum sebuah parpol  setiap hari mengatakan, “Saya Pancasila, Saya Indonesia,” kemudian terbukti menjadi koruptor. Apakah orang lain atau organisasi lain yang memiliki slogan yang sama bisa dituduh ikut terlibat dalam korupsi itu hanya karena dianggap memiliki ideologi yang sama? Saya yakin mereka pasti akan menolak.

 

Ada juga yang menuding pelaku teror pernah mengaji di HTI atau pernah menjadi anggotanya?

Ini juga ngaco. Kalau begitu cara berpikirnya, maka ketika ada orang korupsi, mencuri, merampok, membunuh, atau kejahatan lainnya, tidak hanya pelakunya yang dipersalahkan. Sekolah atau universitas tempat dia belajar sebelumnya juga harus dipersalahkan. Dianggap ikut terlibat.

 

Tapi kan lembaga pendidikan itu tidak menyuruh melakuan kejahatan?

Ya, sama. HTI juga tidak pernah menyuruh mereka melakukan teror. Bagaimana bisa ikut dipersalahkan.

 

Kalau pernah menjadi anggota?

Itu artinya, kan mantan. Justru itu menunjukkan bahwa ada ketidaksamaan antara HTI dan orang tersebut. Sangat mungkin, perbedaannya dalam soal penggunaan kekerasan sehingga dia keluar atau dikeluarkan dari HTI.

Selain itu di mana-mana mantan tidak boleh dikaitkan dengan organisasi sebelumnya. Sebagai contoh, Surya Paloh dulunya pengurus Golkar. Kemudian dia keluar mendirikan Partai Nasdem. Pertanyaannya: apakah ketika dia bermasalah, Golkar yang menjadi organisasi dia sebelumnya ikut dipermasalahkan?

 

Pernyataan ini sering di ulang-ulang, benarkah ada ide Khilafah ala HTI?

Ini juga bagian dari makar jahat untuk menghalangi tegaknya Khilafah. Setelah tak bisa mengelak bahwa Khilafah ajaran Islam, lalu dibuat lapis penghalang berikutnya, yakni menolak Khilafah ‘ala HTI’. Mereka berkata, “Kami mengakui Khilafah adalah ajaran Islam, tetapi bukan Khilafah versi HTI.”

Dengan menyebut ‘ala atau versi HTI’, mereka ingin menunjukkan bahwa pemahaman HTI tentang Khilafah itu menyimpang, berbeda dengan yang lain, dan tidak mu’tabar.

Ini jelas tuduhan tak berdasar. Tunjukkan mana Khilafah versi HTI yang dianggap menyimpang dan berbeda dengan pendapat ulama mu’tabar?

 

Mereka mengatakan, mengangkat khalifah tidak harus dengan mendirikan Khilafah. Seorang presiden di sebuah negara republik bisa dianggap sebagai seorang khilafah. Bagaimana menurut Ustadz? 

Pendapat ini justru yang menyimpang dari dalil-dalil dalam al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i; juga penjelasan para ulama mu’tabar.

Sedikit saya jelaskan, istilah khilafah itu berasal dari Rasulullah saw. Ini disebutkan dalam hadis riwayat Imam Ahmad yang memberitakan periodisasi kepemimpinan umat Islam. Sesudah masa Nubuwwah, umat Islam akan mengalami era Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Kemudian mulk[an] ‘adhdhan, kekuasaan yang menggigit. Setelah itu mulkan jabariyyah, kekuasaan diktator. Setelah itu berakhir, kemudian akan kembali lagi Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Ini menunjuk pada sistem pemerintahannya.

Demikian pula istilah khalifah, juga disebutkan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Imam Muslim. Rasulullah saw. menyebut sepeninggal beliau yang memegang pengaturan urusan umat Islam adalah para khalifah. Beliau bersabda: wa satakûnu khulafâ‘a fa taktsur, dan akan ada para khalifah, jumlahnya sangat banyak.

Alhasil, kedua istilah itu lekat. Tidak bisa dipisahkan. Inilah yang dijelaskan oleh para ulama. Sebagai contoh, Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah-nya mengatakan bahwa adalah khalifah pemangku jabatan dalam Khilafah. Tugas utamanya adalah menegakkan Islam. Semua ulama mu’tabar sepakat bahwa mengangkat seorang khalifah itu hukumnya wajib. Tidak ada seorang pun dari mereka yang menyelisihinya.

 

Apakah benar para ulama terdahulu mendukung ide Khilafah berdasar akal dan hawa nafsu?

Ini juga tuduhan keji terhadap para ulama. Para ulama mu’tabar itu mendasarkan pendapatnya pada dalil syariah. Imam al-Nawawi rahimahulLâh, misalnya, mengatakan para ulama sepakat tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah. Kemudian beliau tegaskan: wa wujûbuhu bi al-syar’i lâ bi al-‘aql; dan kewajiban tersebut berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.

Menyebut para ulama terdahulu mendukung ide khilafah karena akal dan hawa nafsu merupakan sikap lancang terhadap mereka.

 

Benarkah para ulama mendukung Khilafah karena saat itu dianggap sebagai pegawai Khilafah sehingga wajar kalau mendukung Khilafah?

Ini kan membayangkan para ulama seperti dirinya. Kalau dia tidak setuju dengan pendapat para ulama tersebut, silakan tunjukkan dalil yang lebih kuat. Namun, jika tidak bisa, jangan menuduh para ulama mu’tabar dengan tuduhan hina itu. Sebab, mengatakan ulama mendasarkan pendapatnya dengan akal dan hawa nafsu, dan realitas saat itu, sama dengan menuduh para ulama itu menjual agamanya untuk kepentingan dunia.

 

Orang yang berjuang menegakkan Khilafah di tuduh justru memberontak kepada Allah SWT. Benarkah demikian?

Ini pertanyaan sangat aneh. Menegakkan Khilafah adalah perintah Allah  SWT, bagaimana orang yang mengerjakan perintah itu bisa disebut memberontak kepada-Nya? Sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Mestinya sebutan memberontak kepada Allah SWT itu lebih tepat disematkan kepada orang yang menolak, menghalangi dan memusuhi Khilafah.

 

Khilafah disebut sebagai label penguasa. Akhirnya, Donald Trump di sebut sebagai Khalifah dunia saat ini. Benarkah demikian?

Ini lebih aneh lagi. Dari segi apa pun tidak bisa diterima. Para ulama sepakat bahwa salah satu syarat seorang khalifah itu adalah Muslim. Bagaimana Trump bisa disebut sebagai khalifah pada hal dia jelas-jelas kafir.

Seperti saya katakan tadi, tugas utama khalifah adalah menerapkan syariah. Trump adalah presiden Amerika, sebuah negara Kapitalis dan imperialis. Bukan hanya tidak menerapkan Islam, Amerika memusuhi Islam dan memerangi kaum Muslim. Lalu bagaimana mungkin presidennya bisa disebut khalifah?

 

Bagaimana menyikapi orang yang menolak ide Khilafah ini, Ustadz?

Kita harus bersabar untuk terus menyampaikan kewajiban agung ini. Bisa jadi penolakan itu disebabkan ketidaktahuan. Semoga dengan kesabaran untuk terus menyampaikan, suatu saat akan berubah. Prinsipnya, harus terus bersabar, apa pun yang terjadi. Terus istiqamah meniti dakwah ini. Semoga Allah SWT segera menurunkan pertolongan-Nya kepada orang-orang yang menolong agama-Nya. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × two =

Back to top button