Serangan Drone Hantam Fasilitas Minyak Aramco, Siapa Diuntungkan?
Serangan rudal drone menghantam fasilitas minyak Aramco di Abqaiq dan Khura. Serangan itu menyebabkan kebakaran hebat dan kerusakan signifikan perusahaan minyak milik Arab Saudi. Akibatnya, ini mengurangi separuh produksi minyak mentah dari eksportir minyak utama dunia itu dan menutup 5,7 juta barel produksi perhari.
“Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Arab Saudi tidak dapat melindungi sapi perahnya yang berharga dengan sistem pertahanan yang harganya miliaran dolar? Apa akibatnya? Siapa pula yang diuntungkan dari serangan ini?” tanya Oke Pala, Perwakilan Media Hizbut Tahrir Belanda, seperti dilansir Mediaumat.news, Selasa (1/10/2019).
Setelah AS dan Cina, Arab Saudi memiliki pengeluaran militer terbesar di dunia. Sejauh ini negara itu memiliki pasukan pertahanan yang didanai dan diperlengkapi dengan baik di Timur Tengah. Sebanyak 28% dari anggarannya, atau sekitar $67,5 miliar digunakan untuk militer.
Yang menarik adalah waktu serangan rudal. Itu terjadi sepekan sebelum pertemuan pra-IPO Aramco yang dilakukan dengan para analis dan bank (lokal dan internasional) di markas Aramco di Dhahran. Serangan itu tidak hanya merusak fasilitas minyak dan menyebabkan separuh dari produksi minyak mentah yang bisa memakan waktu beberapa pekan atau bahkan sebulan untuk bisa stabil.
Hal ini juga secara negatif mempengaruhi kepercayaan pada Aramco untuk mengamankan fasilitas minyak yang kemungkinan akan mengarah pada devaluasi IPO Aramco, yang menguntungkan bagi para investor dan bank-bank Amerika yang terdaftar untuk memainkan peran besar dalam IPO seperti, JP Morgan, Goldman Sachs, Morgan Stanley dan HSBC.
Menurut sebagian analis, devaluasi IPO akan menyebabkan harga minyak naik lebih tinggi lagi. Ini juga bermanfaat bagi kompetisi energi global AS. Harga minyak yang tinggi akan mengompensasi ekstraksi dan ekspor serpih minyak (oil shale) AS yang relatif mahal.
Ini termasuk juga kenaikan harga minyak setelah serangan terhadap Aramco. Namun juga, dengan menunjuk Iran sebagai pihak yang bersalah, hal ini melanjutkan penghentian ekspor minyak Iran sejalan dengan strategi AS yang lebih luas di wilayah tersebut. Tidak ada ekspor minyak Iran yang akan mendorong harga minyak global.
Sebagai tanggapan terhadap “ancaman” itu, Presiden Trump mengumumkan untuk mengerahkan lebih banyak personel militer ke Arab Saudi dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan pada sebuah jumpa pers bahwa AS akan bekerja untuk mempercepat pengiriman peralatan militer ke Kerajaan Saudi, Saudi dan UEA, “untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membela diri”.
“Jadi, hal ini berarti lebih banyak penumpukan militer AS di Arab Saudi dan lebih banyak penjualan peralatan militer AS. Hal ini juga akan memperkuat koalisi maritim yang dipimpin AS dengan Arab Saudi, UEA, Bahrain, Inggris dan Australia untuk mengamankan jalur air dan rute perdagangan minyak utama di kawasan itu,” beber Oke Pala.
Juga, kepemimpinan Houthi menyerukan gencatan senjata dan solusi politik dan menunjukkan kesediaan untuk bekerjasama dengan Pemerintah Yaman, setelah mengklaim dilakukannya serangan itu.
“Jadi meskipun, hingga tahap ini, tidak mungkin menunjukkan siapa pelaku nyata dan pasti dari serangan itu, jelas bahwa satu-satunya yang diuntungkan dari situasi ini adalah AS,” pungkas Oke Pala.