Opini

Bahaya Neoliberalisme

Indonesia menghadapi bencana ekonomi dan politik. Kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat hanyalah salah satu persoalan dari sekian banyak persoalan lainnya. Pengurangan subsidi BBM yang belum lama diterapkan hanya satu di antara sekian banyak derita yang akan dihadapi masyarakat Indonesia, termasuk kaum ibu dan anak-anak dalam rezim pemerintahan neoliberalime.

Pemerintahan telah tumpul rasa kasih sayangnya terhadap rakyat, terutama kalangan papa: perempuan, anak-anak, lansia dan kalangan pinggiran (marginal).  Pemerintah tega memposisikan diri sebagai perpanjangan kepentingan asing untuk melancarkan penjajahan gaya baru, neoimperialisme. Gaya pemerintahan neoliberal yang dipraktikkan pada kebijakan Pemerintah adalah: politik tidak berdaulat, ekonomi tak mandiri, bahkan bangsa yang tak miliki kepribadian.  Penguasa neolib tidak sungguh-sungguh berpihak dan melayani kebutuhan rakyatnya.

Neoliberalisme tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ideologi Kapitalisme. Karakter liberal telah menjadi ciri inheren ajaran yang mendewakan kebebasan ini. Akibatnya, kebebasan untuk memiliki dan menomorsatukan kepentingan individu menjadikan kegiatan ekonomi berjalan seperti hukum rimba. Kebebasan kepemilikan merupakan prinsip dasar sistem ekonomi Kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu dalam perekonomian. Oleh karena itu, jamak terjadi jika perekonomian berjalan dengan cara menindas yang lemah dan memfasilitasi pihak kuat.

Ketika masa pemerintahan Soeharto, neoimperialis AS sangat terasa melalui penandatanganan perjanjian kontrak karya dengan perusahaan asing secara besar-besaran. Sejak itu, perusahaan-perusahaan asing ramai-ramai merampok kekayaan alam Indonesia. Perusahaan asal Amerika, Freeport merupakan korporasi asing pertama yang masuk diterima dengan sukarela untuk menjarah emas Papua. Selanjutnya perusahaan-perusahaan asing lainnya mengeruk SDA di Indonesia seperti Newmont, ConocoPhilips, ExxonMobil, British Petroleum (BP), Total E&P Indonesie, Petro China, dll.

Indonesia merupakan korban penjajahan Kapitalisme, baik Kapitalisme Keynes pada masa awal Orba maupun Kapitalisme Neoliberal pada saat ini. Karena itu sangat memprihatinkan pejabat negara yang sesungguhnya memiliki peran penting dalam mengubah negeri ini menjadi lebih baik justru menjadi kepanjangan tangan asing. Bahkan agenda liberalisasi yang mereka jalankan jauh lebih liberal dibandingkan negara-negara Kapitalis besar sekali pun.

Ini pelajaran yang sangat berharga bagi kita bahwa negara-negara penjajah tidak akan pernah rela melepaskan daerah jajahannya. Mereka senantiasa merancang dan memperbaharui bentuk penjajahan. Kini penjajahan dibungkus dalam kerangka globalisasi, pasar bebas, investasi, privatisasi, termasuk demokratisasi dalam ranah politik, liberalisasi agama dan sosial budaya masyarakat. [Taufik S, Permana; (Geopolitical Institute)]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 − 13 =

Back to top button