Opini

Barat Menyadari Ancaman Ideologi Islam

Sejak Uni Soviet sebagai pengusung ideologi sosia-lisme runtuh tahun 1991, Amerika Serikat (AS) dengan Kapitalismenya tidak lagi memiliki saingan ideologi yang selevel dalam kancah politik internasional. Namun, Barat pada umumnya dan AS pada khususnya sesungguhnya sadar, tantangan mereka pasca Sosialisme adalah ideologi Islam. Ideologi agung ini memang baru dalam tahap persiapan implementasi, belum terimplementasi secara nyata dalam sebuah negara (Khilafah). Meski demikian, ini sudah cukup bagi Barat untuk menyadari adanya ancaman ideologis yang amat serius dan mematikan bagi mereka.

Kesadaran Barat akan ancaman ideologi Islam (baca: Khilafah) itu dapat dilihat dari berbagai pernyataan para pemimpin Barat sendiri. Presiden George W. Bush (Jr) pada tahun 2006 pernah mengatakan, “This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East, and Southeast Asia.” (Khilafah ini akan menjadi imperium Islam yang totaliter yang akan melintasi negeri-negeri Muslim kini dan dulu, membentang dari Eropa hingga Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Tenggara).

Presiden Prancis Nikolas Sarkozy pada tahun 2007 juga pernah mengatakan bahwa tantangan dunia nomor satu adalah konfrontasi Islam dengan Barat. Sarkozy mengatakan, tantangan itu berupa kelompok-kelompok seperti Al-Qaeda, yang hendak merestorasi kembali Khilafah, yang menolak modernitas dan keberagaman (diversity). (http://www.khilafah.com).

Kekhawatiran Barat terhadap Khilafah inilah yang melatarbelakangi serangkaian konspirasi, strategi dan kebijakan politik luar negeri mereka untuk mencegah Khilafah berdiri kembali. Barat sadar, jika Khilafah benar-benar berdiri, kemudian mempersatukan umat Islam sedunia dengan segenap potensi dan kekuatan yang mereka miliki, dapat dipastikan hegemoni dan kepentingan Barat akan hancur. Tak hanya di Dunia Islam, tetapi bahkan di seluruh dunia.

Konspirasi atau strategi Barat untuk mencegah Khilafah tersebut terwujud dalam berbagai kebijakan politik luar negeri yang senantiasa menjadikan kaum Muslim sebagai sasaran tembak dan korban. Hal ini dapat dilihat dari Perang Teluk II saat AS dan koalisinya menyerang Irak—setelah Irak menginvasi Kuwait tahun 1991—serta memblokade Irak 8 tahun sesudahnya. Kemudian invasi AS ke Afganistan, Irak dan Somalia pada dekade lalu. Bahkan dalam perkembangan terakhir “Musim Semi Arab”, khususnya dalam Revolusi Suriah sejak tahun 2011, terlihat sekali bagaimana AS berkonspirasi secara global untuk mencegah tegaknya Khilafah.

Sekalipun berbagai makar dilakukan Barat untuk mengaborsi tuntutan Dunia Islam, umat perlu optimis akan adanya janji Allah SWT dan kabar gembira Rasulullah saw. akan kembalinya Khilafah. Misalnya janji Allah SWT bahwa umat Islam akan berkuasa dengan Khilafah (QS an-Nur [24]: 55) dan sabda Rasulullah saw., “…Kemudian akan muncul kembali Khilafah yang mengikuti jalan kenabian.” (HR Ahmad).

Ini jelas merupakan faktor yang tak boleh dilupakan oleh umat Islam. Pasalnya, faktor ini sesungguhnya berpangkal pada keimanan yang merupakan kekuatan spiritual (al-quwwah al-ruhiyyah) yang amat dahsyat. Kekuatan ini jauh lebih unggul daripada kekuatan mental (al-quwwah al-ma’nawiyyah) dan kekuatan fisik/materi (al-quwwah al-maddiyyah). Dengan faktor ini, bagaimanapun lemah dan tertindasnya umat Islam saat ini, akan selalu ada energi tak terkalahkan yang mendorong umat untuk tetap gigih dan tangguh berjuang menegakkan kembali Khilafah. [Eko Susanto]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

13 + 20 =

Back to top button