Opini

Tak Terbendung

Suara kritis kepada penguasa hari ini menjadi mahal. Upaya pelarangan HTI merupakan indikasi kuat dan meyakinkan, bahwa demokrasi hanyalah sebuah ide palsu. Para aktivis pro liberal selalu bergumam bahwa demokrasi itu esensinya adalah dialog mencapai kesepakatan berdasarkan kehendak mayoritas. Mereka pun mengatakan bahwa negara-negara Barat dan Timur yang demokratis selalu berpikiran terbuka dan menerima dialog, namun faktanya tidak demikian. Dengan pongahnya berbagai kegiatan HT dilarang. Alasannya, kegiatan tersebut menyebarkan kebencian di tengah masyarakat. Padahal kebencian yang dimaksud hanyalah sikap kritis kaum Muslim dan Hizbut Tahrir (HT) di berbagai negeri.

Dengan adanya berbagai pemberangusan suara Islam, kita semakin paham bahwa demokrasi adalah ide palsu. Penuh manipulasi dan kemunafikan. Jika negara Barat selalu ingin didengar pendapatnya, namun umat Islam di negeri Barat yang menjadi minoritas malah dibungkam agar tidak kritis terhadap kebijakan keliru pemerintahan mereka (Barat).

Barat juga menyebarkan ide-ide kontra sistem politik Islam. Cara ini diterapkan pada negeri-negeri dengan kualitas Islam yang baik, seperti di Turki, Mesir atau Arab Saudi. Ide-ide kontra Khilafah meliputi spektrum yang cukup luas. Diawali dengan mengadopsi perundangan Barat. Memisahkan sistem peradilan menjadi peradilan sipil dan peradilan agama. Menebarkan isu pluralisme agama (mengakui kebenaran universal semua agama); liberalisme (mengakui kebebasan mutlak manusia yang hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain), sekularisme (memisahkan negara dari persoalan agama). Termasuk menjadikan persoalan umat Islam di suatu negeri sebagai persoalan nasional masing-masing.

Ide-ide ini disebarkan baik melalui jalur tutur (lisan), media massa, jalur budaya (sastra, seni pertunjukan, film) hingga kurikulum pendidikan. Pendidikan bahasa dan pendidikan sejarah adalah hal-hal pertama yang direformasi oleh Mustafa Kemal Attaturk di Turki. Kosakata Arab dicoba dihapus dari bahasa Turki. Pengaruh Islam dalam sejarah keemasan Turki dicoba digantikan dengan dogma bahwa sejarah gemilang Turki adalah akibat kehebatan bangsa Turki sendiri.

Saat ini isu perubahan kurikulum pendidikan, terutama untuk pendidikan Islam klasik (pesantren), juga didorong oleh Amerika Serikat di Indonesia maupun Timur Tengah. Yang paling sering disorot adalah tentang status non-Muslim, status perempuan, hukum jihad dan hukum-hukum yang memerlukan otoritas negara.

Barat secara agresif menggencarkan infiltrasi pemikiran. Dilakukan pula langkah-langkah aktif stigmatisasi (pelabelan minor) pada tokoh-tokoh yang vokal menyampaikan ide-ide syariah dan Khilafah. Para aktivis ini distigma terkait gerakan terorisme. Tentu hasilnya adalah pencekalan hingga pelarangan sebuah gerakan pro penerapan sistem Islam.

Meski ada berbagai batu sandungan itu, tegak kembalinya Khilafah sepertinya tak terbendung lagi. Tanda-tandanya semakin jelas. Pertama, krisis Kapitalisme. Masyarakat Barat kini makin lemah. Mereka diambang kehancuran. Ekonomi kapitalis yang menghamba pada perjudian (via pasar modal) terbukti semakin sering memunculkan krisis tak terkendali. Keluarga liberal membuat semakin banyak keluarga tak punya orientasi. Masyarakat semakin tua dan rapuh.

Kedua: meningkatnya respon Barat terhadap ide Khilafah. Padahal semestinya, kalau ide Khilafah itu utopia, ya didiamkan saja, nanti akan surut sendiri. Namun, ini tidak. Khilafah semakin sering direspon meski masih dengan gaya stigmatisasi dan sudah terlalu banyak kejanggalan di dalamnya.

Ketiga: umat Islam sendiri makin tidak percaya dan tidak puas terhadap sistem Kapitalisme. Umat jelas ingin alternatif yang tak cuma ganti orang, tetapi juga ganti sistem yang lebih adil. WalLâhu a’lam. [Hadi Sasongko; Political Grassroots (POROS)]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × four =

Back to top button