Toleransi yang Menindas!
Atas nama toleransi dan sikap moderat dalam beragama, dikhawatirkan penolakan umat Islam terhadap kemungkaran melemah. Sebelumnya ramai kontroversi legalitas aborsi, kontrasepsi, larangan jilbab di salah satu RS, kontroversi lepas jilbab bagi anggota Paskibraka, kini ditambah kontroversi azan di TV untuk menghormati Misa Katolik bersama Paus.
Kompromi demi toleransi menyebabkan kaum Muslim ditelikung dari segala penjuru: politik, ekonomi, budaya dll. Suara umat Islam yang menolak kemungkaran berpotensi terdengar sayup-sayup.
Gelaran Misa Kudus bersama Paus Fransiskus merupakan kegiatan ritual keagamaan yang memiliki dimensi syiar karena dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, juga disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun TV nasional. Tindakan ini dinilai oleh sebagian ulama terkategori tindakan intoleran, tidak menghormati kearifan lokal, karena dilakukan di ruang publik, disyiarkan secara terbuka di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim.
Acara semacam ini tentu berpotensi besar akan diakses dan ditonton oleh umat Islam. Dalam doktrin agama Islam yang berkaitan dengan akidah dan ibadah non-Muslim, berlaku kaidah, “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”.
Berikutnya, soal misi perdamaian yang diusung Paus Franciscus, justru berpotensi memunculkan kesan kontradiktif dengan Misa yang dilakukan secara intoleran dan arogan, karena dilakukan di ruang publik secara terbuka dan diglorifikasi melalui siaran media, di tengah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim.
Semestinya, acara seperti ini cukup dilakukan di gereja dan tidak disiarkan secara terbuka. Acara semacam ini menggores luka ruang keberagaman dan keberagamaan umat Islam, sekaligus menjadi simbol tirani minoritas terhadap mayoritas.
Adapun tindakan Kemenkominfo yang menganjurkan syiar azan ditiadakan dan hanya diganti running text saat berlangsungnya siaran langsung Misa Paus, adalah tindakan pemberangusan syiar azan. Ini dinilai oleh sebagian ulama intoleran terhadap ajaran Islam. syiar azan adalah syiar rutin berkala, yang seharusnya tidak bisa diganggu dan dibatalkan oleh agenda insidental. Semestinya, kegiatan Misalah yang menyesuaikan dengan syiar azan.
Alhasil, syiar azan hendaknya tetap dikumandangkan seperti biasa. Jangan sampai, ketegangan antar umat beragama justru terpantik oleh kebijakan yang intoleran. [Ainun Dawaun Nufus; (Forum Aspirasi Muslimah)]