Siyasah Dakwah

Mewaspadai Jebakan Politik Rezim

Niccolò Machiavelli, seorang diplomat, penulis dan filsuf Italia yang hidup pada masa Renaissance dikenal sebagai penasihat politik yang kontroversial. Karyanya yang paling terkenal, “The Prince” (Il Principe). Buku ini berbentuk panduan praktis bagi para penguasa tentang cara memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.  Pokok pikiran Machiavelli mencakup tiga aspek yaitu kekuasaan harus mewujudkan stabilitas, taktik politik yang menegasikan aspek moral dan etika serta pendekatan paling jitu adalah pragmatisme.1

Pemikiran Machiavelli telah diikuti banyak pemimpin dan pengambil keputusan hingga saat ini. Berikut beberapa indikator politik rezim yang menunjukan bahwa mereka mengikuti ajaran ini:

  • Menggunakan jargon stabilitas politik untuk mempertahankan kekuasaan.
  • Tidak mempedulikan hukum, etika dan moral. Melakukan taktik seperti manipulasi, tipudaya dan penggunaan kekuatan tanpa pandang bulu. Instrumen hukum digunakan untuk membungkam dan menjatuhkan lawan politik.
  • Tindakan pragmatis dengan politik uang, bagi-bagi jabatan dan sumberdaya ekonomi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan popularitas dan menutupi kejahatan yang telah dilakukan.

 

Penguasa dan kroni-kroninya memiliki kepentingan untuk mempertahankan struktur sosial, ekonomi dan politik yang sudah ada. Perubahan yang signifikan dapat mengancam posisi mereka. Oleh karena itu, politik Machiavellian digunakan untuk memastikan bahwa keadaan tetap sebagaimana adanya.

Pemikiran Machiavelli sangat kompatibel dengan sistem politik Kapitalisme. Kapitalisme sebagai ideologi politik telah menciptakan oligarki di berbagai negara. Mereka menguasai sumber kekayaan dan kekuasaan politik sehingga menyebabkan penderitan bagi miliaran penduduk dunia.

Musuh utama Kapitalisme saat ini adalah Islam. Selain karena dasar pemikiran yang bertolak belakang, umat Islam yang telah tersebar di berbagai lokasi strategis dunia  menjadi penghalang bagi penguasa kapitalis untuk menjajah dan menguasai wilayah tersebut. Rezim kapitalis akan berupaya untuk membungkam dan menghancurkan gerakan umat yang menghambat konspirasi jahat mereka. Berikut beberapa modus rezim dalam upaya untuk menghancurkan perjuangan umat:

 

  1. Politik stick and carrot.

Pendekatan politik semacam ini pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda saat berupaya memadamkan perjuangan rakyat Aceh. Christian Snouck Hurgronje memberikan rekomendasi  agar militer KNIL Belanda bersikap baik untuk mengambil hati rakyat Aceh. Dia pun mengingatkan bahwa Islam sebagai agama ritual tidak berbahaya bagi Belanda, tetapi Islam sebagai kekuatan politik harus diberantas dengan serius tanpa perlu ragu-ragu.2

Tampaknya strategi kolonial Belanda dulu diadopsi oleh rezim saat ini. Gerakan dakwah yang menyerukan kewajiban untuk tegaknya Khilafah dicabut badan hukumnya dan mengalami persekusi di berbagai tempat. Padahal secara faktual gerakan ini adalah gerakan dakwah pemikiran dan tidak melakukan kekerasan. Di sisi lain gerakan yang merusak ajaran Islam seperti gerakan liberal berbungkus moderasi beragama dibiarkan bebas bahkan difasilitasi oleh Negara.

 

  1. Politik belah bambu.

Senafas dengan politik stick and carrot, politik belah bambu bertujuan untuk memberantas gerakan Islam politik dengan strategi memecah dan mengadu domba umat Islam. Hal ini tertuang pada buku berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies. Buku ini ditulis oleh Cheryl Benard pada tahun 2003 berdasarkan rekomendasi Rand Corporation. Pada buku ini Benard mengklasifikasikan umat Islam menjadi: (1) kaum fundamentalis; (2) kaum tradisionalis; (3) kaum modernis; (4) kaum sekularis.

Rand Corp kemudian memberikan rekomendasi untuk melakukan strategi pecah-belah terhadap klasifikasi umat Islam tersebut. Keempat strategi tersebut antara lain: (1) Dukung kaum modernis terlebih dulu; (2) Dukung kaum tradisionalis melawan kaum fundamentalis; (3) Hadapi dan pertentangkan kaum fundamentalis; (4) Selektif dalam mendukung sekularis.3

 

  1. Menggunakan perangkat hukum.

Instrumen hukum dinilai sebagai upaya untuk memberantas kelompok yang menentang kekuasaan. Sebagai contoh, Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walau telah dilakukan revisi dan berganti menjadi UU No. 1 tahun 2024, tetap berpotensi membungkam suara masyarakat karena masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu dan pemutusan akses.4

Gerakan Islam yang menyeru penerapan Islam secara kaaffah kini dihadapkan pada stigma yang dapat berujung pada pidana. UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP berpotensi menjadi alat gebuk rezim terhadap aktivitas dakwah karena dinilai bertentangan dengan ideologi Negara. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Rezim di belahan dunia lain melakukan hal yang sama. Gerakan dakwah Islam politik dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan yang tidak berdasar seperti terorisme, antisemit, gangguan keamanan nasional dan upaya kudeta.

 

  1. Memberikan jabatan politik atau non-politik.

Strategi selanjutnya adalah dengan memberikan jabatan politik dan non-politik. Bagi-bagi jabatan sangat efektif untuk menambah mitra koalisi dan mengurangi oposisi. Posisi menteri, wakil menteri, penasihat, staf khusus, staf ahli hingga komisaris BUMN dapat diobral untuk memuluskan langkah ini.

Tentu tidak ada makan siang gratis. Jabatan yang diberikan harus dibalas dengan kompensasi: menghilangkan sikap kritis dan mendukung rezim yang berkuasa. Greg Fealy, associate professor pada Department of Political and Social Change, Australian National University pada tahun 2018 menulis sebuah artikel yang berjudul, “Nahdatul Ulama and Political Trap”. Dia mengungkapkan bahwa NU mencatatkan rekor jumlah kader terbanyak di kabinet dalam sejarahnya. Namun, ada kekhawatiran bahwa posisi NU lebih rentan. Hal ini karena Pemerintah berupaya mengooptasi organisasi sipil seperti NU untuk melancarkan agendanya.5

 

  1. Tawaran ekonomi.

Rezim dapat menggunakan pendekatan ekonomi untuk menguatkan posisi dan membungkam lawan politik. Sebagai contoh, Pemerintah menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan revisi peraturan sebelumnya tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. PP ini  memberikan kesempatan organisasi massa atau ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, menilai Pemerintah tak serius soal aturan WIUPK untuk ormas keagamaan. Dia menilai pemberian izin pengelolaan tambang lebih kental dengan nuansa politik ketimbang ekonomi. Selain itu, ini semacam upaya perlindungan yang diharapkan oleh rezim setelah tak menjabat nanti. Hal senada pula diungkapkan oleh koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky nahar.6,7

 

Jebakan Politik yang Berbahaya

Di antara upaya rezim untuk membungkam suara umat yang paling halus dan sangat berbahaya adalah jebakan jabatan dan ekonomi. Setidaknya ada dua bahaya yang akan muncul:

 

  1. Kehilangan Idealisme.

Ketika menerima tawaran rezim, tentu dengan syarat dan ketentuan berlaku, minimal adalah tidak melakukan kritik kepada rezim yang zalim. Pada saat demikian  idealisme telah hilang. Tokoh atau kelompok Islam akan “kehilangan taring” untuk melakukan amar makruf nahi mungkar.

Imam al-Ghazali rahimahulLah menulis dalam kitab Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin, “Siapa yang memasuki pintu-pintu penguasa, ia tidak selamat dari nifaaq dan itu bertentangan dengan iman.”8

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahulLah juga berkata, “Boleh jadi seorang ulama yang mendatangi penguasa sambil membawa agamanya, ketika ia pulang, agamanya hilang.”

Beliau ditanya, “Bagaimana bisa agamanya hilang?” Beliau menjawab, “Saat ia membenarkan kebohongan penguasa tersebut dan memuji-muji penguasa tersebut di hadapannya.” 9

 

  1. Kehilangan kepercayaan umat.

Umat dapat melihat dengan jelas perbedaan seseorang saat berada di luar dan di dalam. Sikap kritis dan pembelaan pada umat berganti menjadi sikap membela rezim zalim. Suara yang dulunya lantang menjadi mengecil dan hilang. Umat pun menjadi kehilangan kepercayaan dan berubah sikap menjadi pragmatis. Tidak sedikit dari umat yang akhirnya berbalik membenci karena mereka dinilai menjual agama untuk kepentingan dunia.

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa akan terkena fitnah dan godaan.” (HR at-Tirmidzi).

Al-Munawi dalam kitab Faydh al-Qadîr menjelaskan hadis di atas bahwa pintu-pintu penguasa akan menyebabkan kesulitan besar bagi ulama serta mendatangkan kedudukan yang hina bagi mereka di dunia dan akhirat. 10

 

Tetap Istiqamah dalam Dakwah

Sikap yang harus ditempuh pengemban dakwah saat menghadapi ragam jebakan rezim adalah tetap istiqamah di jalan dakwah. Demikian sebagaimana konsistensi Rasulullah saw. dan para Sahabat saat menghadapi tekanan dan jebakan para pemuka Quraisy.

Syaikh Ramadhan al-Buthi menjelaskan dalam kitab Fiqh as-Siirah Nabawiyyah terkait riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq bahwa Utbah bin Rabiah pernah berkata kepada para pemuka Quraisy yang berkumpul untuk merundingkan sikap dan langkah mereka dalam menghadapi gerakan dakwah Nabi Muhammad saw. Dia mengusulkan untuk memberikan tawaran kepada Rasulullah saw. agar beliau tidak lagi melanjutkan dakwahnya. Pemuka Quraisy pun setuju pada rencana tersebut. Utbah datang menemui Rasulullah saw., lalu berkata, “Wahai anak saudaraku, jika dengan yang engkau bawa ini engkau menghendaki harta maka kami rela menghimpun sebagian harta kami untuk dirimu sehingga engkau menjadi orang terkaya di antara kami. Jika dengan yang engkau bawa ini engkau menginginkan kemuliaan, kami rela mengangkat dirimu sebagai pemimpin sehingga kami tidak akan memutuskan persoalan apa pun tanpa persetujuanmu. Jika yang engkau inginkan adalah kerajaan maka kami rela menobatkan dirimu sebagai raja. Jika yang mendatangi dirimu adalah jin yang tidak dapat engkau tangkal maka kami bersedia mencarikan tabib bagimu atas biaya kami hingga engkau sembuh.”

Rasulullah saw. bertanya kepada Utbah, “Apakah engkau telah mengatakan semua yang ingin engkau sampaikan, wahai Abu Al-Walid?”

Utbah menjawab, “Ya.”

Kemudian, Rasulullah saw. bersabda, “Sekarang, dengarkanlah aku.”

Saat itu Rasulullah membaca Surah Fussilat dari ayat pertama. Namun, situasi berubah ketika bacaan beliau sampai pada ayat ke-13 (yang artinya): Jika mereka berpaling maka katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Samud.” (TQS Fussilat [41]: 13).

Tuntas Nabi Muhammad saw. membaca ayat itu. Serta-merta Utbah menutup mulut Rasulullah saw. dengan tangannya dan memohon untuk berhenti membaca. Dia takut mendengar acaman yang dilantangkan ayat-ayat itu. Utbah pun kembali menemui kaum Quraisy dengan membawa kabar yang tidak menyenangkan.

Ada tiga pelajaran penting dari kejadian di atas, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh al-Buthi. Pertama, menjelaskan secara rinci tentang hakikat dakwah Rasulullah saw. yang bersih dari segala kepentingan dan tujuan pribadi.

Kedua, kejadian di atas juga menunjukkan kebijaksanaan Rasulullah saw. yang telah menjadi sifatnya. Falsafah agama ini didasarkan pada pilar-pilar kehormatan dan kejujuran, baik dalam sarana maupun tujuannya. Tujuan hanya boleh ditegakkan dengan kejujuran, kehormatan dan kebenaran. Sarana untuk meraih tujuan itu juga harus didasari kejujuran, kehormatan dan kebenaran.

Ketiga, Rasulullah saw. menyikapi tuntutan dan bujukan kaum Quraisy dengan penolakan yang tegas. Mereka mengajukan semua tawaran itu agar beliau meninggalkan urusan dakwah. Bujuk rayu yang mereka lakukan adalah bentuk kekafiran, keangkuhan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad saw.11

Begitulah sikap terbaik saat menghadapi jebakan yang begitu menggiurkan. Ingatlah bahwa tugas dakwah ini adalah perintah Allah SWT. Tidak ada yang berhak untuk mencabut perintah tersebut. Tetap istiqamah di jalan dakwah. Sebabnya, jika dakwah ini ditinggalkan maka yang tersisa adalah kehinaan di dunia dan akhirat. [Fathur Rabbani; Pengamat Politik Nasional dan Internasional]

 

Referensi:

  1. The Prince, Nicollo Machiavelli
  2. https://tirto.id/nasihat-snouck-hurgronje-di-masa-kolonial-berantas-islam-politik-bJ6j
  3. Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, https://www.rand.org/pubs/monograph_reports/MR1716.html
  4. https://tirto.id/membedah-poin-poin-revisi-uu-ite-masih-ada-pasal-bermasalah-gT77
  5. https://crcs.ugm.ac.id/nahdlatul-ulama-dan-jebakan-politik/
  6. https://jogja.suara.com/read/2024/07/29/162146/jebakan-politik-pengamat-curigai-izin-tambang-untuk-bungkam-ormas
  7. https://nasional.kompas.com/read/2024/06/03/10321591/jokowi-beri-izin-usaha-tambang-ke-ormas-dinilai-siasat-jaga-pengaruh-politik
  8. Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali
  9. Syarh Shahîh al-Bukhârî, Ibnu Bathal
  10. Faydh al-Qadîr, Al-Munawi
  11. Fiqhul Sirah Nabawiyyah, Ramadhan Al-Buthi
  12. Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Al-Qurthubi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × five =

Back to top button