Dari Redaksi

Idul Fitri dan Momentum Kemenangan Umat


AlLâhu Akbar, AlLâhu Akbar, AlLâhu Akbar. Lâ ilâha illalLâhu walLâhu Akbar. AlLâhu Akbar wa lilLâhil hamdu.

Takbir, tahlil dan tahmid bergema saat umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri. Umat Islam di seluruh dunia menyambut bahagia 1 Syawal, setelah sebulan berpuasa selama Bulan Ramadhan. Sungguh ini merupakan hari istimewa bagi umat Islam yang diberi predikat oleh Allah SWT sebagai umat terbaik. Demikian sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya): Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan mengimani Allah (TQS Ali Imran [3]: 110).

Seluruh umat Islam berharap bulan Rama­dhan ini membuat umat Islam semakin bertakwa kepada Allah SWT, sebagaimana yang diharapkan Allah SWT dari shaumnya orang yang beriman, la’allakum tattaquun. Terutama bagi para pengemban dakwah yang memperjuangkan agar hukum-hukum Allah SWT bisa ditegakkan secara total sebagai konsekuensi keimanan seorang Muslim. Mereka berharap semakin bisa istiqamah dalam perjuangannya, diberi sikap teguh dan kesabaran, meskipun menghadapi banyak ujian dan cobaan. Tak lain karena menapaki jalan perjuangan Rasulullah saw., yang juga menghadapi banyak ujian dan cobaan.

Namun, di tengah kegembiraan kaum Muslim di seluruh dunia, harus kita akui, umat Islam saat ini tidak sedang baik-baik saja. Secara global, kondisi Palestina masih membuat umat Islam berduka dan pedih. Meskipun sudah ada gencatan senjata. Namun, entitas penjajah Yahudi tidak berhenti melanjutkan tindakan kejinya terhadap umat Islam. Mereka melanjutkan pembunuhan bahkan genosida mereka terhadap umat Islam, penghancuran terhadap tempat-tempat pengungsian dan rumah-rumah sakit. Mereka tidak peduli apapun. Sebabnya, entitas penjajah Yahudi ini tahu, bahwa mereka didukung oleh Amerika Serikat. Mereka tahu umat Islam saat ini sedang lemah dan terpecah. Mereka merasa aman karena bisa dengan penuh mengendalikan para penguasa negeri Islam yang diam tak peduli. Mereka yakin karena tidak ada yang menggerakkan tentara-tentara kaum Muslim saat ini karena pengkhianatan para penguasa negeri-negeri Islam.

Sementara itu, Amerika Serikat, di bawah Trump, semakin menunjukkan sikap aslinya. Negara imperialis keji ini tidak peduli nyawa manusia. Dengan arogannya, Trump menyatakan akan membeli Gaza bagaikan properti real-estate, menjadikan Gaza tempat wisata yang indah, dan mengusir penduduknya. Dia meminta kepada Mesir dan Yordania untuk menampung para pengungsi. Dia juga minta para penguasa Arab, terutama Saudi, untuk membangun Gaza setelah dihancurkan oleh entitas Yahudi dengan dukungan kuat Amerika.

Negeri-negeri lain pun masih berduka. Umat berharap ada perubahan sejati setelah tumbangnya rezim Asad. Dia adalah diktator keji yang telah membunuh dan menyebabkan lebih dari 500 ribu rakyatnya terbunuh, jutaan menjadi pengungsi. Namun, tampaknya perjuangan masih berlanjut. Penguasa baru Suriah, yang dalam tekanan kuat Barat, melakukan kompromi-kompromi. Tampak mengikuti keinginan Barat untuk menjadikan Suriah tetap sekuler agar tetap bisa dikendalikan oleh Barat. Padahal negara-negara Baratlah yang selama ini, langsung atau tidak langsung, menopang kekejaman Bashar, dengan bantuan Iran dan para penguasa Arab lainnya.

Di dalam negeri, Indonesia muncul tagar Indonesia Gelap. Ini mencerminkan kondisi negeri ini yang masih memperihatinkan. Ini menggambarkan ketidakadilan struktur yang berakar pada sistem politik, ekonomi dan sosial negeri ini. Kesenjangan kaya dan miskin semakin melebar. Jumlah rakyat miskin masih puluhan juta. Hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak masih belum sepenuhnya terwujud. Akses pendidikan dan layanan kesehatan berkualitas masih sulit bagi masyarakat miskin.

Proyek reklamasi dengan pengkavlingan laut di PIK, menjadi bukti persekongkolan elit politik dan para pemilik modal. Proyek ini telah mengubah ribuan hektar laut menjadi kawasan properti elit dan komersial. Tidak peduli merusak ekosistem dan merugikan masyarakat lokal. Pejabat pun menggunakan kewenangannya untuk mempermudah para pemilik modal dengan memberikan izin yang menguntungkan mereka. Ideologi kapitalis sekuler yang diadopsi Indonesia menjadi penyebab. Para kapitalis dengan oligarkinya mendominasi kebijakan ekonomi dan politik demi keuntungan mereka sendiri. Indonesia semakin dicengkeram oligarki rakus. Rakyat semakin menderita.

Indonesia semakin gelap. Apalagi setelah terbongkar kasus-kasus korupsi yang merugikan negara ratusan triliun. Korupsi menggerogoti sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Kerugian negara akibat korupsi sektor energi dan pertambangan, termasuk di Pertamina, tercatat mencapai Rp 193,7 triliun (2023), yang jika dihitung selama lima tahun mencapai Rp 968,5 triliun. Sebelumnya, korupsi timah di Bangka Belitung diperkirakan merugikan negara Rp 300 triliun. Memang kasus ini terbongkar. Beberapa pelakunya dihukum. Namun, seperti sebelumnya, semua itu tidak menghentikan maraknya korupsi. Pasalnya, penyebabnya, yaitu persekongkolan pemilik modal dan elit politik, yang berakar dari ideologi kapitalisme yang korup, masih belum berubah. Padahal pemerintahan telah berganti.

Kondisi global maupun Indonesia semakin menunjukkan dua hal. Pertama: Kegagalan ideologi kapitalisme yang diadopsi oleh negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Ideologi ini telah melahirkan sistem yang rusak dengan penguasa yang rakus dan tidak peduli terhadap rakyat. Kedua, kebutuhan akan Islam sebagai ideologi yang menjadi dasar untuk mengatur manusia, masyarakat, dan negara. Persoalan-persoalan yang terjadi secara global, di negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia, hanya bisa dituntaskan dengan mencampakkan ideologi kapitalisme dan para penguasa pengkhianat yang tidak amanah. Semua ini semakin menunjukkan peran penting dari dakwah Islam untuk menegakkan kembali Khilafah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah. Inilah sistem kenegaraan yang berdasarkan Islam, yang diwajibkan syariah Islam..

Kita semua memohon kepada Allah (SWT) agar menjadikan Idul Fitri ini sebagai pembuka jalan bagi khayr wa barakah (kebaikan dan keberkahan) bagi kaum Muslim. Dengan itu kita berhada berada dalam naungan kemuliaan, kemenangan dan kekuatan di bawah naungan Rayah (Panji) Khilafah Rasyidah, Rayah Lâ  Ilâhaillâ AlLâh Muhammad Rasulullaah. Itu bukanlah masalah besar bagi Allah.

AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − seven =

Back to top button