Nisa

Wanita Arab Dalam Perangkap Penjajahan Barat

Pada era modern, Barat terus melanjutkan penggunaan retorika “hak-hak perempuan” dan seruan untuk “menyelamatkan perempuan Muslim” dari “penindasan syariah”. Semua itu hanyalah alat untuk membenarkan intervensi mereka di Dunia Islam. Mereka pun melakukan perlawanan terhadap kebangkitan Islam secara global dan penegakan kembali Khilafah.

Saat ini Barat memakai narasi “pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender ” dan “pembangunan berkelanjutan”. Motifnya adalah untuk memberi peran lebih besar pada perempuan demi mendukung ekonomi pertumbuhan. Potensi perempuan dibajak untuk dua tujuan besar. Pertama, menjadi motor ekonomi kapitalis. Implikasinya, perempuan dijauhkan dari tugas mulianya sebagai pencetak generasi Islam yang akan mengisi perjuangan penegakan Khilafah. Kedua, dengan pendekatan isu pembangunan, perempuan Muslim sedang ditransformasi menjadi perempuan ala Barat yang cara pikir dan seleranya seperti perempuan Barat.

 

Atas Nama Pembanguan

Pembangunan berkelanjutan menjadi agenda penting Barat. Retorika pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender untuk mencapai Agenda 2030 (Pembangunan Berkelanjutan) terus digaungkan. Hampir semua forum multilateral mengusung target-target pembagunan berkelanjutan. Terutama target kelima: kesetaraan gender. Tak terkecuali di negara-negara Arab.

Tak heran situasi perempuan di negara-negara Arab telah berubah seiring waktu. Berkat reformasi hukum di sejumlah bidang dan kemajuan dalam indikator kesehatan dan pendidikan, perempuan Arab—atas nama kesetaraan geder—dinarasikan telah mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka, memasuki bidang ekonomi baru dan menduduki lebih banyak posisi kepemimpinan.

Peringatan Hari Perempuan Internasional tahun ini bertema “Berinvestasilah pada Perempuan: Percepat Kemajuan”. Ini menjadi momen memperkuat komitmen bagi lembaga global seperti UNDP dan seluruh seluruh sistem PBB bersama mitranya negara-negara donor (Barat), juga dukungan para penguasa Arab, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mempercepat kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan.

Saat ini kita melihat bagaimana para penguasa Arab untuk kesekian kalinya menampakkan ketundukan pada program Barat; mengusung pembangunan berkelanjutan. Dalihnya adalah demi pertumbuhan ekonomi, juga di bawah bayang-bayang narasi global “Energi Baru Terbarukan [EBT]” dan diversifikasi ekonomi (di dorong untuk menggantikan minyak). Demi pembangunan ekonomi, semua sektor dikembangkan tanpa melihat lagi apakah sesuai dengan martabat perempuan Muslim di dunia Arab ataukah tidak.

Para penguasa Arab di bawah ketundukan pada agenda Barat (pembangunan berkelajutan) telah mendorong berbagai proyek dan inisiatif utuk memberdayakan perempuan. Semua program pemberdayaan perempuan adalah kelanjutan dari pengkhianatan para penguasa Arab yang diulang-ulang dalam koteks yang berbeda, termasuk dalam meliberalisasi perempuan Muslim (Muslimah) demi mengokohkan penjajahan Barat.

 

Berbagai Proyek dan Inisiatif

  1. Keterlibatan masyarakat terpinggirkan di Mesir.

UNDP Mesir, bermitra dengan Kementerian Kerja Sama Internasional, membuat program untuk masyarakat terpinggirkan di Pedesaan Mesir Hulu. Beroperasi terutama di Qena, Sohag dan Luxor. Proyek Jaringan Mesir untuk Pembangunan Terpadu (ENID) memanfaatkan pembentukan keterampilan untuk kemampuan kerja dan penciptaan lapangan kerja guna memberdayakan perempuan. Melalui ENID, perempuan di Mesir Hulu dilengkapi dengan kapasitas dan keterampilan yang diperlukan, yang memungkinkan mereka untuk menekuni profesi baru dan mencapai pemberdayaan ekonomi dan sosial.

 

  1. Memperoleh keterampilan baru di Irak.

UNDP di Irak telah bekerja sama dengan para mitra untuk menyediakan mata pencaharian dan dukungan ekonomi dengan menawarkan pelatihan kejuruan, kegiatan tunai untuk pekerjaan, dan hibah usaha kecil di antara yang lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan kehidupan perempuan dan membangun kembali ikatan sosial.

UNDP Irak telah menawarkan kursus pelatihan dalam literasi computer. Kaum Muslimah belajar memformat perangkat, menginstal program, memecahkan masalah komputer umum, dan belajar memperbaikinya. Sebelum program pelatihan, para peserta tidak memiliki kecenderungan teknologi, tetapi sekarang ia memperoleh keterampilan baru yang memberdayakan mereka untuk memberi kembali kepada masyarakatnya. Mereka memanfaatkan potensi penggunaan teknologi untuk pembangunan dan mengamankan peran mereka sendiri dalam mewujudkannya di masyarakatnya.

 

  1. Pemberdayaan ekonomi perempuan di Libya.

Jamela dipromosikan sebagai cerita sukses oleh UNDP. Ia adalah penduduk asli Ubari yang berbakat. Ia memiliki hasrat terhadap mode dan keinginan untuk memberdayakan perempuan di komunitasnya. Ia mendirikan Al-Jamelah, sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menjahit dan pelatihan, pada tahun 2018. Platform-nya telah membantu perusahaan rintisan Libya untuk meningkatkan skala, memperluas jaringan mereka dan mengamankan investasi, yang mendorong penciptaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Jamela memulai dari yang kecil. Dia mengatasi rintangan keuangan awal dengan menjual harta bendanya yang berharga untuk mendanai proyeknya. Jamela dipromosikan oleh Barat sebagai perempuan sukses dan layak menjadi inspirasi perempuan di Libya bahkan dunia.

 

  1. Menguasai keterampilan di Suriah.

UNDP Suriah bekerjasama dengan Pemerintah Jerman, melalui Bank Pembangunan KfW, untuk menyediakan pelatihan kejuruan dan keterampilan yang menumbuhkan bakat muda dan layanan dukungan pekerjaan yang meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Aya adalah seorang perempuan berusia 25 tahun dari Aleppo, Suriah, yang memutuskan untuk menekuni pengelasan sebagai profesi. Dia mengungsi karena perang, rasa tekad, kegigihan dan hasratnya untuk menjelajahi segala hal baru yang membuat dirinya berdiri tegak. Dalam waktu kurang dari empat bulan di Metal Centre di Aleppo, dan meskipun usianya masih muda, ia menguasai keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja sebagai pandai besi, pekerjaan yang selama ini didominasi oleh kaum pria. Ini menjadi cerita sukses perempuan yang berhasil menembus tradisi masyarakat Muslim.

 

  1. Memberdayakan perempuan pedesaan di Yaman.

Samia adalah seorang perempuan berusia 47 tahun, dari Desa Beer Jaber, Provinsi Lahj, Yaman. Ia mendirikan pusat susu, tempat ia mengolah berbagai produk susu menggunakan bahan baku dari peternakannya sendiri.

Ia mengembangkan keterampilan bisnisnya, mempelajari tentang pemasaran, manajemen rantai pasokan dan manajemen keuangan.

UNDP dan Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) Bank Dunia juga telah bekerjasama untuk melibatkan perempuan pedesaan dalam meningkatkan ketahanan pangan Yaman. Hal yang sebelumnya jarang terjadi di masyarakat Muslim Arab (https://www.undp.org/arab-states/stories/towards-womens-inclusion-arab-region-sustainable-future)

 

Mengokohkan Penjajahan

Barat melalui lembaga global semacam UNDP-PBB terus megembangkan program dan inisiatif yang medorong pemberdayaan perempuan. Ini adalah sebuah bentuk arah inklusi perempuan di dunia Arab yang ingin mencerabut tata nilai dan ajaran Islam tentang perempuan.

Peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dikecilkan dan dikontrakan dengan peran perempuan dalam pembangunan ekonomi. Semua program dan inisiatif pemberdayaan perempuan adalah kendaraan untuk mengusung nilai dan cara pandang Barat terhadap perempuan. Partisipasi penuh dan setara kaum perempuan dalam semua aspek masyarakat dinarasikan oleh Barat sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Peran perempuan menurut Barat akan mampu memastikan stabilitas, kemajuan dan pembangunan jangka panjang bangsa-bangsa.

Sebaliknya, realitas pemberdayaan perempuan hanya ada dua: (1) perempuan tereksploitasi tenaga dan jiwanya, mengabaikan peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga; (2) Muslimah di negeri-negeri Muslim, termasuk di dunia Arab, telah memiliki selera dan cara pandang perempuan Barat yang bebas jauh dari ketaatan pada syariah.

Semua wacana opini dan inisiatif yang dilakukan rezim-rezim pemerintahan terhadap perempuan di negeri-negeri Muslim tidak ada hubungannya dengan jaminan kebahagiaan bagi kaum Muslimah, atau akan memberikan mereka hal-hal yang positif dalam kehidupan mereka. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya hubungan yang hangat antara pemerintah Barat dengan para pemimpin diktator yang sekuler di negeri-negeri Muslim yang dengan telah mempermalukan dan menindas perempuan mereka dan merampas hak-hak dasar mereka dan melakukan tawar menawar dengan tuan-tuan Barat mereka.

Karena itu, inisiatif dan agenda pemberdayaan perempuan ala feminis Barat yang tengah bermain di negeri-negeri Muslim, baik yang dipromosikan oleh organisasi-organisasi perempuan, rezim sekuler, atau institusi seperti PBB, hanya membantu realisasi dari rencana-rencana penjajah yang menguatkan kontrol mereka atas politik dan ekonomi pada masyarakat Muslim.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Fatma Sunardi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × three =

Back to top button