Mewaspadai Kurikulum Moderasi Agama
Program Moderasi Beragama terus disosialisasikan oleh berbagai pihak. Saat ini gaungnya sudah masuk ke dunia pendidikan. Tidak hanya ke madrasah-madrasah, tetapi sudah merambah ke sekolah-sekolah umum.
Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) menggelar dialog guru dan tenaga kependidikan. Kepala PKUB Setjen Kemenag Nifasri mengatakan, masa depan bangsa Indonesia berada di tangan para guru agama (Kemenag.go.id)
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebut pihaknya sedang menyiapkan materi kurikulum moderasi beragama untuk disisipkan dalam Kurikulum Program Sekolah Penggerak yang disusun bersama Kementerian Agama (Kemenag). (cnnindonesia.com, 23/9/2021).
Kemenag telah meluncurkan 4 modul moderasi beragama sebagai pedoman teknis implementasinya. Pertama, modul pendidikan karakter melalui moderasi beragama. Kedua, modul penguatan wawasan moderasi beragama. Ketiga, modul integrasi moderasi beragama pada pendidikan agama Islam. Keempat, modul pengelolaan kegiatan moderasi beragama bagi siswa (Republika.co.id, 23/9/2021)/
Menurut Nadiem, moderasi beragama sangat penting diajarkan karena salah satu dari tiga “dosa besar pendidikan” di Tanah Air adalah intoleransi beragama.
Miris membayangkan kualitas masa depan generasi umat jika dibiarkan dalam cengkeraman program moderasi agama. Mereka terus dikepung dengan ide Islam moderat melalui guru di sekolah atau madrasah—yang akan menjauhkan identitas utamanya sebagai khayru ummah pelanjut peradaban mulia. Alih-alih mendapatkan pengokohan kepribadian Islam, mereka yang ingin konsisten menerapkan agamanya dengan benar akan dituduh radikal, ekstrem dan intoleran. Produk pendidikan Islam Moderat adalah generasi yang tidak mempertentangkan agama, menilai semua agama benar dan menjunjung tinggi toleransi yang kebablasan. Hal inilah yang harus diwaspadai oleh orangtua muslim
Berbahaya bagi Anak-anak
Ide Moderasi Islam ini pada dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah-tengah umat, yang diberi warna baru. Ide ini menyerukan semua agama sama dan menyerukan untuk membangun Islam inklusif (yang bersifat terbuka), toleran terhadap ajaran agama lain, menyusupkan paham bahwa semua agama benar. Padahal sudah sangat jelas bahwa Allah SWT telah menegaskan:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ ١٩
Sungguh agama (yang diridhai ) di sisi Allah hanyalah Islam (QS Ali ‘Imran [3]: 19).
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥
Siapa saja yang mencari agama selain Islam sekali-kali tidaklah akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS Ali Imran [3]: 85).
Berdasarkan ayat-ayat ini, Allah SWT telah sangat tegas menyatakan bahwa agama yang benar dan mulia di sisi Allah hanyalah Islam. Apalagi adanya celaan yang bersifat jazm (pasti) bahwa tidak akan diterima agama selain Islam, dan mereka tidak akan selamat di akhirat kelak. Dari sinilah kita mendapati penganut Islam moderat memberlakukan toleransi melampaui batas yang telah digariskan oleh Islam. Bahkan murtadnya seseorang ataupun menjadi ateis dianggap sebagai hak seseorang. Tampak jelas ide ini bertentangan dengan akidah Islam.
Telah nyata betapa bahayanya moderasi Islam ini. Ini sama artinya dengan menjadikan nilai-nilai Islam yang datang dari Al-Khaliq al-Mudabbir disepadankan dengan aturan buatan manusia. Selanjutnya, pelan tetapi pasti gagasan ini tidak hanya mengebiri Islam, yang sejatinya merupakan ideologi, menjadi sekadar kumpulan pemikiran saja. Islam pun berubah menjadi sekedar agama ruhiyah, yang dihilangkan sisi politisnya sebagai solusi seluruh aspek kehidupan.
Para orangtua harus berupaya keras untuk menyelamatkan anak-anaknya dari gempuran moderasi Islam sehingga kelak anak-anak kita menjadi generasi yang berkualitas; generasi pelanjut estafet perjuangan tegaknya Islam. Bukan dengan mencekoki mereka dengan pemikiran Islam Moderat, namun dengan menanamkan akidah dan syariah Islam. Dengan itu mereka menjadikan akidah Islam sebagai pijakan dalan berpikir dan berperlaku. Hal ini akan bisa terwujud jika genarasi Muslim ini belajar Islam kaffah.
Di tangan anak-anak kitalah tergenggam tanggung jawab untuk mengantarkan umat Islam kelak pada kebangkitan yang hakiki, yaitu tegaknya syariah Islam di muka bumi ini dalam naungan Khilafah. Apa jadinya nasib umat Islam di masa datang jika kaum mudanya telah teracuni pemikiran-pemikiran yang seolah-olah bijaksana, padahal sesungguhnya merupakan racun yang membinasakan. Saatnya kita , para orangtua, menyelamatkan anak-anaknya agar tidak terbawa arus moderasi Islam. Bagaimana caranya?
Upaya Orangtua
Tentu kondisi ini tidak boleh kita biarkan. Harus ada upaya sungguh-sungguh yang dilakukan oleh orangtua untuk membentengi anak-anaknya dari paparan moderasi Islam yang disusupkan melalui kurikulum pendidikan di sekolah. Berikut hal-hal yang harus kita lakukan baik sebagai orangtua.
Pertama: Menyadari sepenuhnya bahwa anak adalah titipan Allah, amanah yang Allah berikan untuk kita. Sudah seharusnya kita selalu menjaga mereka agar tidak terjerumus pada kesesatan ataupun hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Allah telah memerintahkan kita para orangtua agar menjaga kita dan keluarga kita dari api neraka (QS at-Tahrim [66]: 6). Semoga dengan kita menyadari hal ini, kita akan terus berusaha dan optimis, dijauhkan dari perasaan berat dan putus asa ketika dihadapkan pada kesulitan dalam mendidik anak.
Kedua: Menanamkan akidah Islam sejak dini kepada anak-anak kita. Akidah merupakan pondasi dasar yang akan membentengi anak-anak kita dari segala keburukan. Kecintaan yang tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya akan mendorong keluarga kita untuk taat dan patuh hanya kepada Allah SWT. Rasulullah saw. merupakan teladan mulia dalam penanaman akidah kepada anak-anak kita.
Abdullah bin Abbas ra. menceritakan: Suatu hari saya berada di belakang Nabi saw. Beliau bersabda, ”Nak, aku mengajari kamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberi kamu suatu keuntungan, hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Andai pun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, hal itu tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”
Luar biasa! Bagaimana Rasulullah menanamkan kecintaan kepada Allah, yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam menghadapi pemikiran dan perbuatan yang bisa membawa kepada kesesatan.
Ketiga : Menjelaskan kekeliruan Islam Moderat dan bahayanya kepada anak-anak kita, sekaligus berusaha keras untuk menghujamkan dalam benak mereka bahwa hanya Islamlah agama yang diridhai Allah. Hanya dengan Islam kita akan mendapat keberkahan dunia dan akhirat. Islam merupakan agama yang paripurna, mengatur urusan dunia dan akhirat, bukan sekadar spiritual. Tak ada agama serta sistem kehidupan yang benar kecuali hanya Islam. Siapapun yang mencari selain Islam, amalnya akan sia-sia dan di akhirat pun akan merugi (QS Ali Imran [3]: 85).
Keempat: Mengajak anak untuk mengkaji Islam sebagai ideologi. Bukan sekadar ilmu pengetahuan. Mengajari mereka agar terikat dengan syariah Islam secara keseluruhan (kaffah). Dengan terikat pada syariah Islam, mereka akan mampu menilai baik-buruk berdasarkan ajaran Islam. Apalagi keluarga pengemban dakwah tentu harus terus meningkatkan kualitas diri, dengan memperkaya tsaqafah, memperbanyak membaca buku, menghapal ayat al-Quran dan al-Hadis. Mereka pun lambat-laun akan mampu membentengi dirinya sendiri dari moderasi Islam, ataupun pemikiran berbahaya lainnya.
Apalagi jika program ini dilakukan bersama keluarga tentu akan semakin menyenangkan. Selain bisa mendapatkan pemahaman lebih banyak, kita juga bisa berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya sehingga semakin paham. Dalam momen ini pun, kita sebagai orangtua akan semakin mudah untuk menguatkan pemahaman kepada anak-anak dan menjadi ajang pembinaan dan menjalin kedekatan di antara anggota keluarga.
Kelima: Menyiapkan anak-anak kita untuk menjadi pembela dan pejuang Islam kaffah, penghancur moderasi agama. Ayah-bunda harus membangun kesadaran anak akan pentingnya dakwah menyampaikan kebenaran Islam. Kita bisa memulai dengan membiasakan anak untuk berani berbicara, menyampaikan pendapat mereka kepada kita, lalu kemudian menyampaikan kepada teman-temannya.
Selanjutnya kita pupuk keimanannya dan bangun kepeduliannya. Dengan itu ia tak akan berdiam diri terhadap kemaksiatan. Ia akan terdorong menyampaikan kebenaran sekalipun bisa jadi tak semua orang menyukainya. Tidak lupa kita ajarkan cara menyampaikan dengan bahasa yang baik, mudah untuk dimengerti dan dipahami. Terus tanamkan kepada anak-anak sikap berpihak pada Islam dan membela Islam. Ajak dan libatkan mereka dalam dakwah Islam demi tegaknya syariah dan Khilafah.
Keenam: Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengantisipasi peluang masuknya moderasi kepada anak-anak kita dengan memilihkan sekolah, pondok atau lembaga pendidikan yang menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Sekalipun tetap saja ada celah masuknya moderasi di sekolah tersebut, peluangnya lebih kecil. Justru anak-anak akan tersuasana dengan ajaran Islam yang benar, in syaa Allah.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [Najmah Saiidah]