Catatan Dakwah

Visi Pemimpin Memandu Rakyat

Salah satu kapabilitas yang amat penting dari seorang pemimpin adalah kemampuannya merumuskan visi bersama. Ini akan menjadi panduan kemana langkah akan diayun. Ibarat sopir, visi akan menentukan kemana arah kendaraan itu  menuju. Tanpa visi, perjalanan akan berlangsung tanpa arah.

Visi juga memasok energi besar yang sangat diperlukan dalam menggalang usaha bersama. Perjalanan yang berat tentu akan semakin terasa berat bila tidak jelas arahnya. Sebaliknya, penderitaan dalam perjalanan tak terlalu dirasa bila semua mengerti arah yang dituju, apalagi juga dipahami betapa pentingnya perjalanan itu harus ditempuh.  Di sinilah letak pentingnya pemimpin yang visioner, yang akan menjadi lokomotif penghela perjalanan gerbong idealisme bersama. Di tangan pemimpin dengan visi yang kuat tercetak peristiwa-peristiwa besar dunia.

++++

Bukan isapan jempol bila Michael Hart dalam  Buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia meletakkan Rasulullah Muhammad saw. dalam urutan pertama. Itu artinya, Hart memandang Muhammad adalah figur yang paling luas dan paling fundamental pengaruhnya sepanjang sejarah.

Hart benar. Memang Rasulullah saw. adalah pribadi yang telah mengubah dunia. Bermula dari langkah kecil di Makkah selama 13 tahun, kemudian dilanjutkan dengan  10 tahun di Madinah, berkembang menjadi sebuah gelombang dahsyat perubahan di Jazirah Arab yang menandai tegaknya peradaban baru dunia. Para sejarahwan menyebut 700 tahun sebagai the golden age. Sepanjang waktu itu peradaban Islam menjadi arus utama peradaban dunia saat belahan lain, termasuk kawasan Eropa dan Amerika, tengah  dalam kegelapan. Bagaimana semua itu bisa terjadi?

Rasulullah saw. adalah pangkal utamanya. Di bawah bimbingan wahyu, ia menjelaskan dengan sangat gamblang visi kehidupan berlandaskan pada prinsip-prinsip tauhid. Intinya adalah seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT (yang artinya): Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia; berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (TQS al-Qashash [28]:77).  

Dari ayat di atas, bisa disarikan empat visi utama. Pertama: Orientasi utama hidup hakiki  adalah bagaimana meraih kebahagiaan hidup di akhirat. Benar, semua manusia pasti akan melalui fase kehidupan dunia. Namun, kehidupan dunia itu bukanlah tujuan. Ia, menurut Rasul, adalah  mazra’ah al-akhirat (sawah ladang akhirat). Tempat menanam kebaikan untuk dituai hasilnya nanti di akhirat. Jadi jelas, ada linkage yang sangat erat antara cara hidup kita di dunia dan corak kehidupan di akhirat nanti. Lalu cara hidup seperti apakah yang bisa menjamin kebaikan hidup di akhirat kelak? Tentu cara hidup yang sesuai dengan syariah yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Karena itu bagi seorang Muslim, syariah memiliki posisi yang sangat sentral. Ia menjadi panduan dalam berbuat serta tolok ukur dalam menilai baik dan buruk. Tak layak seorang Muslim, juga manusia lain, menjalani kehidupan secara serampangan atau mereguk kenikmatan tanpa mengindahkan aturan. Itu merupakan tindakan yang amat bodoh. karena  mengorbankan yang kekal demi mencari yang sementara; meninggalkan yang hakiki sekadar meraih yang semu; atau membuang  yang sangat besar untuk mendapatkan yang sangat kecil.

Kedua: Kendati hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat, hidup di dunia saat ini tak boleh dilupakan. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan, orientasi hidup akhirat tidak berarti boleh mengabaikan usaha meraih capaian di dunia. Dengan segala daya, umat Islam harus terus meningkatkan kualitas  SDM  guna meraih keberhasilan di segala bidang dalam kehidupan individual maupun komunal. Keagungan risalah Islam akan tampak dari tegaknya peradaban unggul yang dibangun oleh manusia-manusia Muslim yang berkualitas. Jadi salah besar bila ada seorang Muslim menjauhi dunia, uzlah, withdrawl (menarik diri) dengan alasan untuk meraih akhirat. Sikap eskapis (melarikan diri) seperti itu sama sekali tidak dibenarkan. Itu hanya dalih saja untuk menutupi semacam kepengecutan jiwa yang tidak mau atau gagal dalam menghadapi tantangan kehidupan dunia.  Sikap seperti ini juga sangat berbahaya karena turut memberikan andil bagi kemunduran peradaban Islam.

Ketiga: Dalam kehidupan di dunia manusia tidak mungkin melepaskan diri dari interaksi dengan orang lain demi meraih kemaslahatan bersama. Maka dari itu, Allah mengingatkan kita untuk membangun interaksi dengan cara yang baik sebagaimana Allah SWT berbuat baik kepada kita. Pernahkah Allah tidak berbuat baik kepada kita; menipu, mencelakakan atau menzalimi kita? Tentu tidak pernah. Begitulah interaksi di antara sesama  manusia semestinya dibangun, yakni  dengan semangat akhlâq al-karîmah. Persaingan atau kompetisi di antara manusia adalah sesuatu yang wajar. Justru hal itu akan  mendorong semangat berbuat yang terbaik. Karena itu kompetisi tidak boleh merusak interaksi.

Keempat: Peringatan untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Hal ini menandaskan pentingnya menjaga tatanan yang benar, yakni syariah Islam, yang menjadi dasar seluruh interaksi manusia tetap berjalan. Bila tegaknya syariah menjamin terwujudnya kebaikan, berarti pengingkaran terhadap syariah akan berujung pada kerusakan.  Dengan demikian peringatan untuk tidak berbuat kerusakan sama saja peringatan untuk tidak meninggalkan syariah atau menggunakan aturan selain Islam dalam menata semua aspek kehidupan manusia.

Menjaga syariah secara imani merupakan kemutlakan yang tidak bisa ditawar dan secara faktual menjaga agar tidak timbul malapetaka. Syariahlah yang akan menentukan mulia tidaknya peradaban yang akan dibangun di tengah masyarakat. Sekaligus dari sana bisa dinilai sejauhmana keridhaan Allah bisa diharapkan. Makin erat kita memegang syariah semakin besar keridhaan Allah didapat. Sebaliknya, semakin banyak syariah terabaikan, keridhaan Allah tentu akan semakin jauh meninggalkan kita.

Bukan hanya visi global, Rasulullah juga merumuskan visi antara, yang dengan itu umat menjadi tahu apa yang harus dicapai secara kongkret dalam kerangka pencapaian kebahagiaan hidup di dunia dan akherat itu. Misalnya, menyangkut upaya perluasan wilayah Islam, Rasulullah saw. berkata tentang penaklukkan wilayah Jazirah Arab, lalu Rum. Di lain waktu Rasulullah juga berbicara tentang penaklukkan ibukota Romawi Timur, Konstantinopel. “Pastilah akan ditaklukkan al-Konstantiniyah (Konstantinopel). Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penakluk kota itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkan kota itu.” (HR Ahmad)

Mendengar semua ungkapan Rasulullah itu, umat yang memang sudah memiliki visi besar, makin bersemangat untuk mencapai prestasi sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam visi antaranya itu. Hasilnya, semua daerah yang disebut Rasul di kemudian hari memang benar-benar berhasil ditaklukkan. Jazirah Arab dikuasai  malah semasa Rasul masih  hidup. Romawi Timur pun berhasil ditaklukkan setelah 700 tahun kemudian!  Luar biasa memang pengaruh visi dalam memandu orang untuk berbuat. Sejarah besar tercetak dari visi yang besar.

++++

Bagaimana dengan pemimpin negeri ini? Jangankan visi besar tentang kemana bangsa ini akan dibawa, visi tentang bagaimana krisis—ekonomi dan keuangan, moral dan budaya, sosial pendidikan dan sebagainya—harus  dihadapi juga tidak jelas. Pemimpin negeri ini seperti pengemudi angkot yang mabuk tak mengerti arah. Pemimpin negeri ini memang Muslim, tetapi visi yang diajarkan oleh Rasulullah, tidaklah pernah dianut. Pemimpin negeri ini malah lebih senang mengikuti yang bukan dari Islam. Mereka tidak pernah tampak bersungguh-sungguh mengikuti jejak langkah Rasulullah. Padahal Rasulullahlah yang telah berhasil memimpin dan mencetak perubahan besar di dunia. Michael Hart, yang non-Muslim, saja tahu itu. Nah, di tengah  pemimpin yang tidak jelas visinya itulah nasib ratusan juta rakyat Indonesia kini dipertaruhkan. Mengerikan! [H.M. Ismail Yusanto]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × one =

Check Also
Close
Back to top button