Hiwar

KH Rochmat S. Labib: Tegaknya Syariah, Bukti Ketakwaan

Pengantar:

Apa saja keistimewaan bulan Ramadhan? Apa yang sekahrusnya diraih oleh kaum Muslim pada bulan suci dan istimewa ini? Selain shaum dan memperbanyak ibadah ritual lainnya, betulkah Ramadhan itu bulan perjuangan? Apa maknanya? Bagaimana dulu Rasulullah saw. dan para sahabat mengisi hari-hari pada bulan Ramadhan?

Itulah beberapa pertanyaan yang Redaksi ajukan kepada KH Rochmat S. Labib seputar Ramadhan kali ini. Berikut paparan beliau.

 

Menurut Ustadz, apa keistimewaan Ramadhan?

Tentu bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan. Ramadhan dipilih Allah SWT sebagai bulan yang di dalamnya kita diwajibkan berpuasa. Sebuah ibadah yang termasuk dalam rukun Islam. Ibadah ini juga diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya.

Ramadhan juga dipilih Allah SWT untuk menurunkan al-Quran. Kitab ini diturunkan kepada Rasulullah saw sebagai petunjuk dan pedoman hidupan bagi seluruh manusia. Ramadhan dipilih untuk menurunkan Kitab-Nya, itu menunjukkan kemuliaan bukan tersebut. Karena itu, Ramadhan juga disebut syahr al-Quran, bulan al-Quran.

Pada bulan itu, ada satu malam yang dijadikan sebagai malam mulia. Itulah Lailatul Qadar. Malam ini  disebut lebih baik daripada seribu bulan. Itu terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Pada bulan ini juga disunnahkan mengerjakan shalat tarawih. Pahala amal shalih dilipatgandakan. Pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup. Setan-setan dibelenggu. Allah SWT juga menurunkan banyak berkah dan ampunan kepada hamba-Nya.

 

Apa yang sangat penting untuk diraih dalam bulan Ramadhan oleh kaum Muslim?

Keikhlasan, kesabaran dan ketakwaan.

 

Mengapa, Ustadz?

Seperti saya katakan, pada bulan Ramadhan itu diwajibkan puasa. Puasa meniscayakan kita untuk ikhlas. Murni karena Allah SWT. Sebab, yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak hanya diri kita sendiri, dan tentu Allah SWT. Ini berbeda dengan semua amal lainnya. Karena itu puasa melatih kita untuk ikhlas dalam beramal. Ketika itu sudah dimiliki, kita lebih mudah untuk ikhlas dalam amal ibadah lainnya.

Puasa juga melatih kita untuk bersabar. Bersabar untuk tidak makan dan minum pada siang hari walaupun sangat lapar dan dahaga. Bersabar untuk menahan dari segala godaan yang dapat mengurangi pahala puasa.

Puasa juga membuat pelakunya menjadi muttaqîn, orang-orang yang bertakwa. Itulah hikmah puasa yang disebutkan dalam al-Quran. Itu pula yang seharusnya dipetik oleh orang yang berpuasa.

Tak hanya puasa. Dilipatgandakannya pahala amal shalih pada bulan Ramadhan mestinya juga membuat umat Islam gemar mengerjakan berbagai ibadah dan amal shalih. Ketika itu sudah terlatih pada bulan Ramadhan dan merasakan manisnya ibadah dan amal shalih, diharapkan akan terbiasa mengerjakannya setelah Ramadhan usai.

 

Lalu apa hakikat ketakwaan itu, Ustadz?

Ada beberapa penjelasan para ulama tentang makna takwa. Di antara pengertian yang sangat bagus dikemukakan oleh Thalq bin Habib, seorang tabi’n, murid Ibnu Abbas ra. Beliau mendefinisikan ketakwaan adalah: mengerjakan ketaatan kepada Allah SWT berdasarkan cahaya-Nya dengan mengharapkan pahala-Nya dan menjauhi kemaksiatan kepada Allah SWT berdasarkan cahaya-Nya karena takut azab-Nya.

Ada juga penjelasan lainnya yang dikemukakan oleh para ulama. Esensinya tidak jauh berbeda meskipun berbeda redaksional.

Setidaknya, ada tiga poin penting dalam ketakwaan. Pertama, sikap taat dan tunduk kepada semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, baik dalam perintah maupun larangan. Ketaatan itu mutlak dalam semua hal meskipun bertentangan dengan hawa nafsunya.

Kedua, dasar perintah dan larangan itu adalah nûr Allah SWT. Cahaya itu adalah petunjuk yang Dia turunkan dalam al-Quran dan as-Sunnah.

Ketiga, dorongan ketaatan. Yang mendorong ketaatan itu adalah keimanan kepada Allah SWT dan harapan untuk mendapatkan pahala-Nya dan terhindar dari dosa-Nya.

Tiga poin penting itulah yang harus ada dalam ketakwaan. Jika salah satunya tidak ada maka tidak bisa disebut takwa.

 

Ketaatan itu dalam dimensi apa saja?

Tentu dalam semua perkara yang ditetapkan oleh syariah. Sebab Allah SWT memerintahkan kita mengikuti ketentuan syariah secara kâffah, secara keseluruhan. Tanpa terkecuali. Itulah ketakwaan yang hakiki. Ketakwaan yang sebenar-benarnya. Intinya, mengerjakan semua yang Allah perintahkan dan menjauhi semua yang Dia larang.

 

Mungkinkah ketakwaan hakiki terwujud tanpa tegaknya syariah Allah melalui Khilafah?

Tidak mungkin.

 

Mengapa demikian?

Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dan mengatur seluruh interaksi manusia, baik interaksi dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia.

Banyak sekali ketentuan syariah itu yang hanya bisa dijalankan dengan kekuasaan seperti: hukum seputar sistem pemerintahan, sistem ekononi, jihad, persatuan umat, hukum-hukum pidana dan lain-lain. Tanpa kekuasaan, semua hukum itu akan terbengkelai. Kekuasaan dalam Islam itulah Khilafah. Maka dari itu, tanpa khilafah, ketaataan pada semua syariah tidak bisa diwujudkan.

Sebagai contoh yang paling mudah, al-Quran memerintahkan kepada kaum Musim untuk menghukum pelaku pembunuhan dengan qishâsh. Perintah itu hukumnya fardhu kifayah. Dalam al-Quran disebutkan: Kutiba ‘alaykum al-qishâsh fî al-qatlâ. Diwajibkan atas kalian hukuman kisas dalam kasus orang yang dibunuh.

Sebagaimana layaknya kewajiban, ketika perintah ini ditinggalkan, pelakunya mendapatkan dosa. Perintah ini jelas tidak bisa dikerjakan tanpa Khilafah seperti saat ini. Maka dari itu kaum Muslim berdosa hingga kewajiban itu ditunaikan. Itu seperti kewajiban shalat jenazah bagi mayit Muslim. Ketika tidak ada mau menshalatkan mayit itu, maka seluruh umat Islam berdosa. Kewajiban itu baru gugur ketika ada yang telah selesai menshalatinya.

 

Benarkah Ramadhan juga bulan perjuangan untuk membela agama Islam?

Seperti saya sampaikan di depan, dalam bulan Ramadhan Allah SWT melipatgandakan pahala semua amal shalih. Berjuang dan membela Islam merupakan amal shalih yang pahalanya sangat besar. Allah SWT pun menjanjikan pertolongan kepada kaum Muslim yang mau menolong agama-Nya.

Oleh karena itu, pada Ramadhan ini sudah semestinya kaum Muslim meningkatkan perjuangannya dalam menegakkan Islam. Apalagi dalam kondisi sekarang tatkala Khilafah tidak ada. Segala upaya perjuangan untuk menegakkan Khilafah lebih ditingkatkan.

 

Apakah hal itu juga dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya?

Benar. Jika kita menengok sejarah, banyak peristiwa besar yang terjadi pada bulan Ramadhan. Peristiwa-peristiwa besar itu merupan momentum perjuangan umat Islam dalam menegakkan Islam dan meninggikan kalimat-Nya yang tinggi.

Di antaranya adalah Perang Badar al-Kubra. Ini adalah perang besar yang sangat menentukan nasib umat Islam, bahkan keberlangsungan Islam selanjutnya. Daulah Islam yang baru saja didirikan Rasulullah saw. di Madinah harus berhadapan dengan pasukan kafir Makkah yang jumlahnya jauh lebih banyak dan lebih profesional. Menghadapi mereka, umat Islam tak gentar. Mereka menyambut musuh itu di medan Badar dengan gagah perkasa. Alhamdulillah, Allah SWT memberikan pertolongan dan kemenangan bagi kaum Muslim.

Perang Tabuk, meskipun dimulai pada bulan Rajab, Rasulullah dan kaum Muslim baru kembali dari peperangan tersebut kaum pada 26 Ramadhan. Dalam peperangan tersebut kaum Muslim memperoleh kemenangan besar karena musuh terlebih dulu pergi meninggalkan Tabuk sebelum pasukan kaum Muslim datang.

Penaklukan Kota Makkah yang dikenal dengan Fath Makkah juga terjadi pada bulan Ramadhan. Demikian juga Perang Ain Jalut. Perang besar itu terjadi pada 15 Ramadhan 658 Hijrah atau 1260 Masehi antara orang-orang Muslim Mamluk, sekarang Turki, dan bangsa Mongol. Dalam peperangan ini, tentara Islam meraih kemenangan. Perang ini sekaligus menjadi kekalahan pertama pasukan Mongol.

Semua itu menunjukkan bahwa Ramadhan tidak membuat Islam menjadi lemah dan malas beraktivitas. Sebaliknya, mereka semakin kuat dan semangat untuk memperjuangkan Islam.

 

Sepertinya bulan Ramadhan kali ini masih belum berbeda dengan yang sebelumnya. Umat masih didzolimi di berbagai belahan dunia. Apa yang harus dilakukan umat Islam?

Selama Khilafah belum tegak, nasib umat Islam akan tetap seperti saat ini. Sebab, tidak ada institusi yang menjadi pelindung mereka. Para penguasa Muslim sama sekali tidak melakukan pembelaan, Bahkan sebagian mereka menjadi bagian dari negara kafir penjajah untuk menyerang kaum Muslim.

Coba perhatikan. Pada saat Gaza diblokade Israel dengan pagar pembatas seperti penjara besar, jangankan menolong, pemerintahan Mesir justru ikut-ikutan membangun pagar perbatasan dengan Gaza. Demikian juga rezim negara-negara tetangganya. Tak ada yang peduli dengan nasib Palestina. Hal yang kurang lebih sama juga dialami oleh kaum Muslim di Suriah, Afganistan, Rohingya, Uighur, dan lain-lain. Maka dari itu jangan berharap nasib umat Islam akan berubah jika Khilafah tidak ada.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, umat Islam, terutama yang dalam keadaan tertindas, harus tetap teguh dan sabar dalam keislaman mereka. Sebab, sebagaimana diberitakan dalam QS al-Baqarah 217, kaum musyrik itu akan terus menerus memerangi kaum Muslim hingga murtad dari agama mereka.

Selain bertahan, umat Islam juga harus terus menerus-bersatu dan berjuang tanpa kenal lelah untuk menegakkan Islam. Karena pangkal penyebab penderitaan umat Islam dan terbengkalainya Islam adalah tiadanya Khilafah, maka semestinya umat Islam menyatukan langkah dan memprioritaskan perjuangan mereka untuk mengembalikan Khilafah.

Selain itu, serangan terhadap ajaran Islam semakin terbuka seperti Khilafah. Bagaimana umat harus menyikapi?

Ya, itulah akibat lain tiadanya Khilafah. Tak ada institusi yang membela dan menjaga Islam ini dari serangan musuh-musuhnya.

Meskipun demikian, realitas itu tidak boleh membuat kita diam terhadap serangan terhadap Islam itu. Umat Islam wajib membela ketika Islam beserta semua ajarannya diserang. Termasuk Khilafah. Khilafah jelas merupakan ajaran Islam. Tepatnya, ajaran Islam tentang sistem pemerintahan. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mu’tabar tentang wajibnya Khilafah. Maka dari itu, menyerang ide khilafah jelas haram.

 

Apa yang perlu dilakukan umat Islam secara individual dan jamaah dalam mengisi Ramadhan saat ini? Komitmen apa yang perlu ditumbuhkan?

Secara individual kita harus meningkatkan ibadah dan amal shalih seperti  tilawah al-Quran, qiyamul layl, itikaf terutama pada sepuluh malam terakhir, bersedekah, banyak berzikir dan istighfar, dan lain-lain. Juga digunakan untuk belajar Islam, karena biasanya pada bulan Ramadhan banyak majelis Ilmu.

Secara jamaah, aktivitas dakwah harus ditingkatkan. Sebab, dalam bulan Ramadhan suasana keimanan umat Islam sedang mengalami kenaikan. Maka dari itu, ajakan kepada mereka untuk terikat dengan Islam dalam semua aspeknya dan seruan perjuangan untuk menegakkan syariah dan Khilafah akan mendapatkan sambutan.

 

Ramadhan seharusnya menampakkan persatuan dan solidaritas umat Islam, ukhuwah islamiyah. Apa yang harus kita lakukan?

Islam telah menggariskan bahwa ukhuwah satu-satunya adalah atas Islam. Allah SWT berfirman: Innamâ al-Mu’minûna ikhwah. Artinya: Sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara. Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitabnya, Mafâtîh al-Ghayb, mengatakan bahwa ayat ini mengukuhkan perintah dan mengisyaratkan bahwa di antara mereka ada hubungan senasab, sedangkan Islam seperti bapak. Ulama ahli tasir itu juga mengatakan bahwa kata innamâ dalam ayat tersebut bermakna hasyr, pembatasan. Maknanya, persaudaraan itu hanya dalam Islam. Tidak ada ukhuwah kecuali antara sesama Mukmin. Antara Mukmin dan kafir tidak ada ukhuwah. Sebab, Islam adalah pemersatu.

Sebagai layaknya saudara, hubungan sesama kaum Muslim harus dipenuhi dengan sikap saling mencintai dan mengasihi, saling bantu dan saling tolong; memudahkan urusan sesamanya, memiliki solidaritas dan kepedulian yang tinggi, tidak membiarkan mereka dizalimi apalagi menjerumuskan mereka, dan lain-lain.

Inilah yang harus dilakukan sebagai bentuk ukhuwah.

 

Namun, tampaknya sekarang ukhuwah atau persaudaran itu sangat lemah. Mengapa bisa terjadi?

Itu menunjukkan lemahnya keimanan. Sebab, ketika keimanan mereka kuat, maka salah bentuk manifestasinya adalah kuatnya hubungan persaudaraan di antara mereka.

Patut diingat, ukhuwah islamiyah itu menjadi lebih kokoh manakala di antara mereka terdapat satu kepemimpinan. Perkara ini amat ditekankan oleh Islam sehingga tidak boleh diangkat dua orang khalifah dalam satu masa. Jika itu terjadi, pelakunya harus ditindak tegas. Dalam Hadis Nabi saw. ditegaskan, jika diangkat dua orang khalifah, maka yang terakhir dibaiat harus dibunuh. Tentu setelah berbagai tindakan untuk mencegah itu tidak diindahkan oleh mereka. Imam an-Nawawi berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh diangkat dua orang khalifah pada satu masa, baik wilayah Negara Islam itu luas ataupun tidak.”

Di sinilah kembali kita menemukan urgensitas Khilafah. Khilafah adalah institus pemersatu umat Islam.  Tanpa Khilafah Umat Islam akan tecerai-berai seperti saat ini. Siapa saja yang merindukan ukhuwwah Islamiyyah benar-benar mewujud dalam kehidpuan, dia harus memperjuangkan tegaknya Khilafah. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 + eighteen =

Back to top button