Kekuasaan yang Menolong
Tidak bisa dibantah, kekuasaan sangatlah penting. Kekuasaan merupakan otoritas yang membuat seseorang, lembaga atau negara bisa melaksanakan dan mengatur urusan-urusannya. Dengan kekuasaan, negara bisa melaksanakan dan mengatur urusan-urusan rakyatnya. Karena itu politik, dengan makna pengaturan urusan-urusan rakyat, tentu sangat membutuhkan kekuasaan. Negara dengan ideologi apapun pasti membutuhkan kekuasaan. Tanpa kekuasaan, politik akan mandul, negara akan lemah, hukum pun tidak bisa ditegakkan.
Pentingya kekuasaan ini bisa kita lihat dalam al-Quran. Allah SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad): “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar, serta berilah aku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80).
Terkait ayat tersebut, Qatadah, seperti yang ditulis dalam Tafsir Ibnu Katsir, mengatakan, “Sesungguhnya Nabi saw. menyadari bahwa dia tidak mempunyai kekuatan untuk mengemban tugas (dakwah) ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itu Rasulullah saw. memohon kekuasaan yang menolong kepada Allah untuk membela Kitabullah, batasan-batasan Allah, hal-hal yang Allah fardukan, dan untuk menegakkan agama Allah. Sesungguhnya kekuasaan itu adalah rahmat dari Allah yang Dia berikan di kalangan hamba-hamba-Nya. Seandainya tidak ada kekuasaan ini, tentulah sebagian dari mereka menyerang sebagian yang lainnya, dan yang terkuat di antara mereka akan memakan yang lemah dari mereka.”
Islam telah menegaskan kekuasaan itu dibutuhkan dalam bernegara dan berpolitik. Namun, bukan sembarang kekuasaan, tetapi kekuasaan untuk menolong Islam dan kaum Muslim. Kekuasaan yang menolong ini bisa kita jadikan pedoman untuk membedakan siapa yang sejatinya disebut politisi Islam, siapa pula yang hanya memanfaatkan agama (termasuk Islam). Ini pula yang membedakan antara politisasi agama dan islamisasi politik. Politisasi agama sekadar memanfaatkan agama untuk mendulang suara. Menggunakan simbol-simbol agama, mendatangi pesantren dan masjid, bisa pula menjadi imam masjid. Namun, setelah berkuasa, alih-alih menolong agama; malah memusuhi agama, bertindak represif terhadap umat Islam yang ingin menegakkan syariah Islam, mengkriminalisasi ulama yang tidak sejalan dengan rezim yang berkuasa, dll.
Sebaliknya, islamisasi politik adalah perjuangan menjadikan politik untuk menegakkan Islam. Kekuasan yang diperoleh digunakan untuk menerapkan syariah Islam secara total. Inilah kekuasaan yang menolong, yang dibutuhkan umat sekarang ini. Umat membutuhkan bukan sekadar politisi Muslim yang berkuasa, namun tidak menerapkan syariah Islam. Mereka membutuhkan politisi Muslim yang menerapkan syariah Islam. Dengan menerapkan syariah Islam inilah akan terjadi perubahan yang signifikan.
Belajar dari pengalaman politik saat Arab Spring, munculnya politisi yang berakar pada gerakan Islam tidak cukup untuk membawa perubahan. Apalagi menyelesaikan berbagai persoalan rakyat yang justru berpangkal pada penerapan ideologi sekuler.
Dalam menghadapi tahun politik menjelang Pilpres 2024 yang panas ini, umat wajib memiliki pedoman politik yang jelas dan tegas. Pertama: Politik haruslah berdasarkan Islam. Kedua: Kekuasaan yang didapat dalam politik haruslah kekuasaan yang menolong Islam dan umatnya. Ketiga: Politik harus mengarah pada kekuasaan yang bisa melanjutkan kehidupan Islam secara total di bawah naungan Khilafah. Keempat: Politik Islam haruslah ditujukan untuk melayani kepentingan umat dan menjaga agama.
Alhasil, untuk dinamika politik ke depan, yang dibutuhkan umat bukan hanya pemimpin yang baik, tetapi juga sistem yang baik. Semua itu hanya terwujud saat Islam menjadi asas dalam politik dan syariah Islam menjadi standar dalam berpolitik.
Umat saat ini membutuhkan pertolongan ahlul nushrah, yang memiliki kekuasaan riil untuk menolong Islam, seperti ahlul nushrah pada masa Rasulullah dari suku Aus dan Khazraj. Dengan kekuasaan yang diberikan kabilah utama Madinah ini, Rasulullah saw. bisa membangun Daulah Islam (Negara Islam) yang berdasarkan Islam, menerapkan syariah Islam dan menyebarluaskan dakwah Islam.
Saat ini umat membutuhkan para perwira militer yang memberikan nushrah-nya untuk tegaknya Islam. Ini adalah amal yang akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah SWT. Seabnya, dengan kekuasaan yang diberikan itu, Islam benar-benar terwujud dalam kehidupan; bukan hanya dalam keonteks individu atau keluarga saja, tetapi juga negara. Inilah kesempatan emas para ahlul nushrah untuk mendapatkan kedudukan yang mulia ini.
Kemuliaan ini pernah diraih oleh Sahabat Rasulullah saw., Saad bin Muadz ra. Tokoh terkemuka Madinah ini memberikan kekuasaannya untuk perjuangan Rasulullah saw. hingga Islam terwujud dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi politik negara. Negara Islam ini kemudian menjadi negara adidaya yang berpengaruh di seluruh dunia. Karena itu Rasulullah saw. sangat kehilangan ketika Saad bin Muadz wafat. Rasulullah saw. menggambarkan kemulian Saad bin Mu’adz dengan menyatakan, “Sungguh, kematian Saad telah membuat ‘Arys Allah terguncang.”
Kekuasaan yang menolong ini merupakan janji Allah SWT kepada kaum yang beriman. Imam Ibnu Katsir mengutip pernyataan Al-Hasan al-Bashri dalam tafsir QS al-Isra’ ayat 80: “Allah menjanjikan kepada Nabi saw. bahwa Dia benar-benar akan mencabut Kerajaan Persia dan kejayaannya, dan Dia benar-benar akan memberikan hal itu kepada beliau. Allah juga benar-benar akan mencabut Kerajaan Rumawi dan kejayaannya, lalu Dia memberikan hal itu kepada beliau.”
AlLaahu Akbar! [Farid Wadjdi]