Fikih

Hukum Menjadi Tentara Rezim Saat Ini

Soal:

Apa hukum syariah tentang bergabung dan terlibat di dalam barisan tentara para rezim (sekuler) saat ini. Apakah boleh seorang pemuda bekerja menjadi tentara pada rezim saat ini dan meniti kepangkatannya?

 

Jawab:

Kami telah mengeluarkan nasyrah pada 8/6/2013 mengenai bekerja sebagai penasihat atau polisi Di situ dinyatakan sebagai berikut:

 

Abu Ya’la telah mengeluarkan hadis di dalam Musnad-nya, juga Ibn Hibban di  dalam Shahîh-nya. Dalam redaksi menurut Abu Ya’la dinyatakan: Dari Abu Said dan Abu Hurairah, keduanya berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ سُفَهَاءُ يُقَدِّمُونَ شِرَارَ النَّاسِ، وَيَظْهَرُونَ بِخِيَارِهِمْ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيْتِهَا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ، فَلَا يَكُونَنَّ عَرِيْفًا وَلَا شُرْطِيًّا وَلَا جَابِيًا وَلَا خَازِنًا

Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman yang di dalamnya para pemimpin bodoh (umarâ’ sufaha’) memerintah di tengah-tengah kalian. Mereka lebih mengedepankan orang-orang jahat dan memunggungi orang-orang baik mereka. Mereka mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya.  Siapa saja dari kalian yang mendapati hal itu maka janganlah dia menjadi penasihat, polisi pemungut harta dan penyimpan harta.”

 

Dalam hadis ini, Rasul saw. melarang empat posisi itu di bawah pemerintahan para pemimpin bodoh (umarâ’ sufahâ’) secara mutlak.

Akan tetapi Ath-Thabarani telah mengeluarkan hadis di dalam Mu’jam ash-Shaghîr dan Mu’jam al-Awsath  dari Abu Hurairah ra. berikut ini:

فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَانَ فَلَا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا، وَلَا عَرِيفًا، وَلَا شُرْطِيًّا

Karena itu siapa saja dari kalian yang mendapati zaman itu maka janganlah dia menjadi pemungut harta, penasihat, jangan dan polisi (untuk) mereka.

 

Jadi, Rasulullah saw. bersabda, “Falâ yakunanna lahum (Jangan menjadi… untuk mereka).”  Artinya, larangan tersebut dibatasi (muqayyad). Sebabnya, huruf al-lâm adalah untuk menunjukkan kekhusuan (li al-ikhtishâsh). Ini berarti bahwa larangan di dalam hadis kedua itu berkaitan dengan bekerja untuk para penguasa itu semisal penjaga khusus untuk mereka, juga direktorat-direktorat keamanan yang khusus untuk melindungi penguasa.  Demikian juga penyimpan harta mereka dan semacam itu dalam bentuk direktorat-direktorat keamanan yang khusus dengan para penguasa itu. Ini karena kaedah ushul menyatakan untuk membawa nas mutlak ke nas muqayyad. Dengan demikian larangan tersebut berkaitan dengan bekerja di dinas polisi khusus yang menjaga para penguasa dan keamanan mereka. Adapun dinas kepolisian lainnya yang biasa, maka itu boleh.  Tentu saja kebolehan itu bukan berarti (boleh) menzalimi orang-orang atau memakan hak-hak mereka, tetapi menjalankan kebenaran dalam pekerjaannya (29 Rajab 1434 H-08 Juni 2013 M).

Polisi yang dinyatakan di dalam hadis tersebut adalah sebagaimana yang dinyatakan di dalam Lisân al-‘Arab karya Ibnu Manzhur: Wa asyratha fulân[un] nafsahu li kadzâ wa kadzâ (Dia memberitahukan dan menyiapkan si fulan untuk melakukan ini dan itu). Dari situ disebut asy-syurathu karena mereka menandai diri dengan tanda-tanda yang dengan itu mereka dikenali. Bentuk tunggalnya adalah syurthah dan syurthiyy[un]. Asy-Syurthah (polisi) dalam kekuasaan termasuk tanda dan kesiapan. Orangnya adalah syurthiy[un] (polisi). Syurthiy[un] dinisbatkan kepada asy-syurthah dan bentuk jamaknya adalah syurathu. Disebut demikian karena mereka menyiapkan untuk itu dan menandai diri mereka dengan tanda-tanda. Dikatakan pula mereka adalah brigade pertama yang terjun ke medan perang.

Dinyatakan di dalam Al-Qâmûs al-Muhîth karya al-Fairuz Abadi: Asy-Syurthah adalah apa yang engkau syaratkan. Dikatakan: Khudz syurthataka (Ambillah syaratmu). Itu adalah bentuk tunggal dari asy-syurath seperti shurad. Mereka adalah brigade pertama yang terjun ke medan perang dan siap untuk mati. Mereka adalah kelompok para pendukung para wali. Mereka adalah polisi (syurthiy[un]) seperti turkey[un] dan juhaniyy[un]. Disebut demikian karena mereka menandai diri mereka dengan tanda-tanda yang dengannya mereka dikenali.

Begitulah, apa yang berlaku atas polisi itu juga berlaku atas tentara dari sisi kebolehan dan tidaknya.

Jadi, bekerja sebagai tantara di angkatan bersenjata di negeri-negeri kaum Muslim itu boleh selama tidak menjadi pasukan khusus untuk menjaga penguasa yang tidak memerintah (memutuskan) dengan Islam, tidak menarik harta untuk mereka dan tidak menjaga harta mereka ini. Jika seorang Muslim berada dalam pasukan khusus pengawal penguasa dan harta mereka, maka haram. Adapun jika pekerjaannya sebagai tentara untuk selain itu maka boleh. Tentu saja, kebolehan itu tidak berarti (boleh) menzalimi orang-orang atau memakan hak-hak mereka. Kebolehannya hanyalah untuk menjalankan kebenaran dalam pekerjaan serta demi bagus dan sempurnanya pekerjaan itu.

Saya berharap di dalam jawaban ini ada kecukupan. WalLâh a’lam wa ahkam. []

 

[Dikutip dari: Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, tanggal 17 Sya’ban 1445 H/27 Februari 2024 M].

 

Sumber:

Https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/94112.html

Https://www.facebook.com/AtaabuAlrashtah.HT/posts/242090955640077

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one + 7 =

Back to top button