Jenis-jenis Pemikiran
Soal:
Dinyatakan di dalam Buku Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah Jilid 1 pada topik “Kebutuhan Umat Hari ini pada Mufassir”, baris ke sembilan belas, “Seperti buku pemikiran yang mendalam dan pemikiran yang cemerlang.” Apakah makna kata al-mustanîrah (cemerlang) itu benar?
Jawab:
Kata al-mustanîrah adalah benar. Pemikiran itu ada tiga jenis: (1) pemikiran dangkal; (2) pemikiran mendalam; (3) pemikiran cemerlang. Rinciannya dapat ditemukan di dalam Buku At-Tafkîr halaman 86-92. Berikut sebagian kutipan darinya:
Pemikiran itu ada yang dangkal, mendalam dan cemerlang. Pemikiran dangkal adalah pemikiran orang umum. Pemikiran mendalam ada pada para ulama. Adapun pemikiran cemerlang pada galibnya merupakan pemikiran pemimpin serta orang-orang cemerlang dari kalangan para ulama dan orang umum.
Pemikiran dangkal hanya memindahkan fakta saja ke otak. Tanpa membahas selain itu. Juga tanpa ada upaya mengindera apa yang berhubungan dengan fakta. Tanpa mengaitkan penginderaan atas fakta ini dengan ragam informasi yang berkaitan dengan fakta tersebut. Tanpa ada upaya mencari ragam informasi lainnya yang berkaitan dengan fakta itu. Kemudian dikeluarkan keputusan/penilaian yang dangkal. Ini yang dominan terjadi pada banyak kelompok masyarakat,
Lalu pemikiran mendalam. Maknanya adalah mendalam dalam pemikiran. Artinya, ada kedalaman dalam penginderaan atas fakta maupun dalam mencerap ragam informasi yang terkait dengan penginderaan ini agar faktanya bisa dipahami.
Pemikiran mendalam itu tidak cukup sekadar adanya penginderaan dan sekadar adanya ragam informasi awal yang terkait dengan penginderaan, sebagaimana keadaan dalam pemikiran yang dangkal. Namun, ada upaya mengulangi penginderaan atas fakta dan upaya mengindera fakta tersebut dengan lebih dari apa yang diindera. Adakalanya melalui eksperimen. Adakalanya dengan mengulangi penginderaan. Adakalanya dengan mengulangi pencarian tentang ragam informasi lainnya bersamaan dengan informasi-informasi awal. Adakalanya dengan mengulangi pengaitan informasi dengan fakta lebih dari pengaitan yang terjadi. Adakalanya dengan pengamatan dan pengulangan. Adakalanya dengan mengulangi lagi pengaitan itu. Lalu dari jenis penginderaan dan jenis pengaitan ini, atau dari jenis informasi ini, dikeluarkan pemikiran-pemikiran yang mendalam, baik berupa hakikat atau bukan hakikat. Dengan pengulangan dan pembiasaannya, terwujudlah pemikiran mendalam.
Jadi pemikiran mendalam tidak mencukupkan diri dengan penginderaan awal, informasi awal dan pengaitan awal. Karena itu pemikiran mendalam itu merupakan tahap kedua setelah pemikiran dangkal. Ini adalah pemikiran para ulama dan pemikir, tetapi belum tentu merupakan pemikiran orang-orang terpelajar. Jadi pemikiran mendalam merupakan kedalaman dalam penginderaan, informasi dan pengaitan.
Adapun pemikiran cemerlang adalah pemikiran mendalam ditambah dengan adanya upaya memikirkan apa saja yang ada di sekitar fakta yang diindera, juga apa saja yang berkaitan dengan fakta tersebut, untuk sampai pada hasil-hasil yang benar. Artinya, pemikiran mendalam adalah kedalaman dalam pemikiran itu sendiri, ditambah dengan adanya pemikiran tentang apa saja yang ada di sekitar fakta yang diindera, juga apa saja yang berkaitan dengan fakta tersebut, untuk tujuan yang dimaksudkan, yaitu sampai ke hasil-hasil yang benar.
Dengan demikian setiap pemikiran cemerlang adalah pemikiran mendalam. Pemikiran cemerlang tidak dapat dicapai dari pemikiran yang dangkal. Hanya saja, tidak setiap pemikiran mendalam merupakan pemikiran cemerlang. Misalnya saja ahli atom, ketika membahas tentang pemecahan atom; ahli kimia ketika membahas tentang struktur partikel sesuatu; juga seorang faqih ketika membahas tentang peng-istinbath-an hukum-hukum dan penetapan undang-undang. Mereka ini dan yang semisal mereka, ketika membahas sesuatu, mereka bahas secara mendalam. Seandainya tidak mendalam niscaya mereka tidak sampai kepada hasil-hasil yang mengesankan itu. Namun, mereka bukan pemikir pemikiran cemerlang. Pemikiran mereka tidak dinilai sebagai pemikiran cemerlang. Oleh karena itu jangan heran ketika Anda mendapati seorang ahli atom berdoa pada kayu atau salib. Padahal kecemerlangan berpikir paling sederhana sekalipun memperlihatkan bahwa kayu ini tidak memberikan manfaat ataupun madharat. Itu bukan sesuatu yang layak disembah. Jangan heran pula ketika Anda mendapati seorang ahli hukum berpengalaman yang percaya akan keberadaan orang-orang suci, lalu dia menyerahkan dirinya kepada orang seperti itu agar dosa-dosanya diampuni. Pasalnya, ilmuwan atom, ahli hukum dan orang-orang seperti mereka itu memang berpikir secara mendalam, tetapi tidak berpikir secara cemerlang. Seandainya pemikiran mereka cemerlang, niscaya mereka tidak akan berdoa pada kayu, tidak akan percaya akan keberadaan orang-orang suci dan tidak akan meminta pengampunan dari orang-orang seperti mereka itu.
Memang benar seorang pemikir pemikiran mendalam berarti mendalam dalam apa yang dia pikirkan. Dia mungkin mendalam ketika berpikir tentang pemisahan atom atau penetapan undang-undang. Namun, dia bodoh dalam hal lainnya jika dia berpikir tentang hal lainnya tersebut. Ini benar. Kebiasaan pemikir itu atas pemikiran mendalam membuat dirinya mendalami lebih dalam apa yang dia pikirkan, terutama hal-hal yang berkaitan dengan kompleksitas besar atau pandangan hidup. Namun, karena tidak ada kecemerlangan dalam pemikirannya, ini yang membuat dirinya terbiasa berpikir mendalam, dangkal bahkan konyol.
Oleh karena itu pemikiran mendalam saja tidak cukup untuk membangkitkan manusia dan mengangkat taraf pemikirannya. Akan tetapi, hal itu harus tercapai melalui kecemerlangan dalam berpikir agar terwujud ketinggian dalam berfikir.
Demikian. Jika ingin lebih banyak lagi maka dapat merujuk pada buku tersebut. Semoga Allah SWT selalu bersama Anda. []
[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, tanggal 05 Sya’ban 1445 H/15 Februari 2024 M]
Sumber:
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/93902.html
https://www.facebook.com/AtaabuAlrashtah.HT/posts/235428732972966