Seputar Hadis: “Yang Halal Jelas Dan Yang Haram Juga Jelas…”
Soal:
Dinyatakan di dalam Dûsiyah Izâlah al-Atribah ‘an al-Judzûr halaman 85 paragraf pertama hadis “al-halâl bayyinun wa al-harâm bayyinun…wa man waqa’a fî asy-syubuhât ka râ’in… (yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas…dan siapa yang terjatuh dalam syubhat seperti penggembala)….”
Tampaknya dari hadis ini ada yang hilang, yakni kalimat “waqa’a fî al-harâm (maka dia telah jatuh dalam keharaman)”?
Jawab:
Berkaitan dengan hadis yang mulia “al-halâl bayyinun wa al-harâm bayyinun ...” yang kami sebutkan di dalam Al-Kurâsah adalah hadis riwayat Imam al-Bukhari dan itu dengan lafal yang dinyatakan tersebut:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
اَلْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً، أَلاَ إِنَّ حِمَى الله فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, yang tidak banyak diketahui orang. Siapa yang menjaga diri dari yang syubhat maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Siapa yang jatuh dalam syubhat seperti penggembala di sekitar hima maka dia hampir saja memasukinya. Ketahuilah dan sesungguhnya setiap raja memiliki hima. Ketahuilah hima Allah di bumi-Nya adalah apa saja yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa di dalam jasad ada sekerat daging. Jika dia baik maka seluruh jasad baik. Jika dia rusak maka seluruh jasad rusak. Ketahuilah itu adalah kalbu (HR al-Bukhari).
Adapun catatan Anda tentang hilangnya kata “waqa’a fî al-harâm” maka itu bukan dalam riwayat Imam al-Bukhari, melainkan itu disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim:
Muhammad bin Abdullah bin Numair al-Hamdani telah menceritakan kepada kami, bapakku telah menceritakan kepada kami, Zakaria telah menceritakan kepada kami dari asy-Sya’bi, dari an-Nu’man bin Basyir, asy-Sya’bi berkata: Aku pernah mendengar ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:
وَأَهْوَى النُّعْمَانُ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى الله مَحَارِمُه أَلَا وَإِنَّ في الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّه أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
An-Nu’man menunjuk kepada kedua telinganya. Sungguh yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara yang samar (syubhat), yang tidak banyak diketahui orang. Siapa saja yang menjaga diri dari syubhat maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Siapa yang jatuh dalam syubhat maka dia jatuh dalam keharaman, seperti penggembala yang menggembalakan di sekitar hima, maka hampir dia jatuh di dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki hima. Ketahuilah hima Allah adalah apa saja yang Dia haramkan. Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad ada sekerat daging. Jika ia baik maka seluruh jasad baik. Jika rusak maka seluruh jasad rusak. Ketahuilah itu adalah kalbu (Shahîh Muslim [8/290]).
Seperti yang Anda lihat, Imam al-Bukhari tidak menyebutkan hal yang dimaksud di atas di dalam riwayatnya. Kedua riwayat itu shahih. Dinyatakan di dalam Fathu al-Bârî tentang riwayat Imam al-Bukhari:
Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami, Zakaria telah menceritakan kepada kami dari ‘Amir, ia berkata: Aku mendengar an-Nu’man bin Basyir berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
اَلْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً، أَلاَ إِنَّ حِمَى اللهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَاصَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري]
Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, yang tidak banyak diketahui orang. Siapa yang menjaga diri dari yang syubhat maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Siapa saja yang jatuh dalam syubhat seperti penggembala di sekitar hima maka dia hampir memasukinya. Ketahuilah dan sesungguhnya setiap raja memiliki hima. Ketahuilah hima Allah di bumi-Nya adalah apa saja yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa di dalam jasad ada sekerat daging. Jika ia baik maka seluruh jasad baik. Jika dia rusak maka seluruh jasad rusak. Ketahuilah itu adalah kalbu (HR al-Bukhari).
Sabda beliau “ka râ’in yar’â (seperti penggembala yang menggembalakan)”.
Begitu dalam semua naskah hadis Imam al-Bukhari. Jawab syarat disembunyikan jika di-i’raab “man” sebagai syarat (syarthiyyah), dan yang disembunyikan itu ditetapkan dalam riwayat ad-Darimi dari Abu Nu’aim, guru Imam al-Bukhari. Di dalamnya Rasulullah saw. bersabda:
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ في الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى
Siapa saja yang jatuh dalam syubhat maka dia telah jatuh dalam keharaman seperti penggembala yang menggembalakan…
Dimungkinkan i’raab “man” dalam redaksi Imam al-Bukhari sebagai mawshûl sehingga di situ tidak ada penyembunyian. Sebabnya, taqdiir-nya “wa al-ladzî waqa’a fî asy-syubuhât mitslu râ’in yar’â (dan orang yang jatuh dalam syubhat semisal penggembala yang menggembalakan)”. Yang pertama lebih utama karena telah terbukti apa yang disembunyikan itu di dalam Shahîh Muslim dan yang lainnya dari jalur Zakaria yang dari itu pengarang (Imam al-Bukhari) mengeluarkan hadis ini.
Berdasarkan ini maka sabda Beliau “ka râ’in yar’â (seperti penggembala yang menggembalakan)” merupakan kalimat baru yang dinyatakan dalam bentuk perumpamaan (tamtsîl) untuk mengarahkan perhatian dengan yang tampak atas yang gaib.
Faedah: Ibnu ‘Awn mengatakan di akhir pembicaraan tersebut: Aku tidak tahu perumpamaan itu dari sabda Nabi saw. atau dari ucapan asy-Sya’biy. Mungkin ini adalah rahasia dalam penyembunyian oleh Imam al-Bukhari atas sabda Nabi saw. “waqa’a fî al-harâm (maka dia telah jatuh dalam keharaman)”, agar apa yang ada sebelum perumpamaan itu terkait dengannya sehingga selamat dari klaim insersi/sisipan (al-idrâj). Di antara yang menguatkan tidak adanya insersi adalah riwayat Ibnu Hibban yang telah lalu. Adanya perumpamaan itu juga marfuu’ di dalam riwayat Ibnu ‘Abbas dan ‘Ammar bin Yasir (Lihat: Ibnu hajar, Fathu al-Bârî, 1/82).
WalLâh a’lam wa ahkam. []
[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, 09 Ramadhan 1445 H/19 Maret 2024 M]
Sumber:
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/94557.html
https://www.facebook.com/AtaabuAlrashtah.HT/posts/254219517760554?_rdc=1&_rdr