Jenis Majaz – At-Tasybih
Al-Majâz adalah penggunaan kata (lafal) pada selain makna yang ditetapkan pertama kalinya. Sebabnya, karena adanya qarinah yang menghalangi penggunaan makna yang telah ditetapkan itu meski tetap ada hubungan antara makna (baru) yang digunakan dan makna (asli) yang telah ditetapkan itu (Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, Taysîr al-Wushûl ilâ al-Ushûl, hlm. 123).
Para ulama telah merinci majaz dengan berbagai jenisnya meski ada ikhtilaf di antara mereka. Berdasarkan penjelasan para ulama, menurut hubungan makna baru dengan makna aslinya, majaz setidaknya ada empat jenis: at-tasybîh (penyerupaan), al-isti’ârah, al-majâz al-mursal dan al-kinâyah.
At-Tasybîh (Penyerupaan)
At-Tasybîh secara bahasa artinya tamtsîl. Dikatakan: Hadzâ mitslu hadzâ wa syabahahu (Ini semisal ini dan menyerupainya). Secara istilah, at-tasybîh adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan alat-alat tasybîh (Ali al-Jarim dan Mushthafa Utsman, Al-Balâghah al-Wâdhihah).
Menurut Abu Malik di dalam Mazju ath-Thâqah al-‘Arabiyah bi ath-Thâqah al-Islâmiyah, at-tasybîh adalah ikatan persamaan (‘aqd[un] mumâtsalah) antara dua hal atau lebih, yang pernyataan kesamaannya dalam satu sifat atau lebih menggunakan salah satu alat tasybîh.
Di dalam at-tasybîh ada empat unsur, yaitu: al-musyabbah (yang diserupakan), al-musyabbah bihi (yang diserupai)—keduanya disebut tharfay at-tasybîh (dua pihak penyerupaan), wajhu asy-syabbah (aspek persamaan) dan adât at-tasybîh (alat penyerupaan).
Di dalam at-tasybîh, tharfay at-tasybîh (al-musyabbah dan al-musyabbah bihi) harus disebutkan. Adapun wajhu asy-syabbah dan adât at-tasybîh boleh tidak disebutkan. Jika adât at-tasybîh disebutkan, disebut at-tasybîh al-mursal. Jika tidak disebutkan, disebut at-tasybîh al-mu‘akkad. Jika wajhu asy-syabbah disembunyikan, disebut at-tasybîh al-mujmal. Jika adât at-tasybîh dan wajhu asy-syabbah tidak disebutkan, disebut at-tasybîh al-balîgh, sebagai bentuk berlebihan menganggap al-musyabbah adalah al-musyabbah bihi itu sendiri. Contohnya firman Allah SWT:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ ١٠
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kalian itu (QS al-Hujurat [49]: 10).
Kata ikhwat[un] digunakan untuk persaudaraan karena darah. Persaudaraan selainnya digunakan kata ikhwan[un]. At-Tasybîh di sini untuk mengungkapkan betapa kuatnya hubungan karena iman laksana hubungan persaudaraan karena darah. Ini sekaligus untuk memberikan impresi (penekanan) atas perintah fa ashlihû bayna akhawaykum.
Adapun adât at-tasybîh adalah lafal-lafal yang menunjukkan persamaan. Dalam hal ini ada tiga jenis: Pertama, huruf. Seperti: al-kâf, ka‘anna. Kedua, isim. Seperti: mitslu, syibhu. Ketiga, fi’il. Seperti: yahkî, yudhâhî, dan fi’il-fi’il yaqin atau pe-rajih-an seperti zhanna, hasaba, ja’ala dan khâla. Di bawah ini beberapa contohnya.
Contoh at-tasybîh di dalam al-Quran:
وَلَن تَسۡتَطِيعُوٓاْ أَن تَعۡدِلُواْ بَيۡنَ ٱلنِّسَآءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡۖ فَلَا تَمِيلُواْ كُلَّ ٱلۡمَيۡلِ فَتَذَرُوهَا كَٱلۡمُعَلَّقَةِۚ
Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu membiarkan yang lain terkatung-katung (QS an-Nisa’ [4]: 129).
Di dalam ayat ini, Allah SWT menyerupakan istri yang dibiarkan seperti benda yang tergantung (al-mu’allaqah). Di sini istri yang dibiarkan disebut al-musyabbah (yang diserupakan) dan al-mu’allaqah disebut al-musyabbah bihi (yang diserupai). Aspek persamaannya (wajhu asy-syabah) adalah sifat terkatung-katung, tidak jelas nasibnya. Alat tasybîh-nya adalah huruf al-kâf.
Contoh at-tasybîh di dalam al-Hadis, Rasul saw. bersabda:
أَصْحَابِي كَالنُّجُومِ بِأَيِّهِمْ اقْتَدَيْتُمُ اهْتَدَيْتُمْ
Para Sahabatku laksana bintang-bintang. Kepada siapa saja di antara mereka kalian meneladani, niscaya kalian mendapat petunjuk (HR Ibnu Bathah dan Abu Umar an-Nimri).
Hadis ini dijadikan hujjah oleh Imam as-Sarakhsi di dalam Al-Mabsûth, Imam al-Mawardi di dalam Al-Hâwî al-Kabîr, Imam Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni, Imam al-Qarafi di dalam Ad-Dâkhirah. Jadi, hadis ini merupakan hadis hasan.
Di dalam at-tasybîh ini, al-musyabbah adalah ashhâbî (para Sahabatku), al-musyabbah bihi adalah an-nujûm (bintang-bintang), adât at-tasybîh adalah huruf al-kâf dan wajhu asy-syabbah-nya adalah hidayah atau petunjuk.
Faedah at-Tasybîh
At-Tasybîh adakalanya untuk menjelaskan kemungkinan sesuatu hal terjadi pada al-musyabbah; atau menjelaskan keadaan al-musyabbah, yang dalam hal ini at-tasybîh itu seperti kata sifat; atau menjelaskan kadar keadaan al-musyabbah; atau menegaskan keadaan al-musyabbah; atau untuk memperindah atau memperburuk.
At-Tasybîh banyak dinyatakan di dalam al-Quran baik ayat hukum maupun qashash (kisah-kisah). At-Tasybîh di dalam al-Quran bukan sekadar mempercantik secara bahasa, tetapi juga memberikan pemahaman dan tashawwur (penggambaran/imajinasi) sedemikian rupa. Dengan itu dapat diperoleh imajinasi yang mendekati realita sesuatu yang digambarkan. Misalnya ketika memberikan tashawwur perkara gaib semisal kenikmatan surga dan siksa neraka dengan perumpamaan perkara yang terindera atau bisa dipikirkan. At-Tasybih sekaligus memberikan impresi sedemikian rupa sehingga memberikan kesan dan pengaruh mendalam baik secara akal, perasaan atau psikologis. Pengaruh ini bisa mendorong dan menggerakkan seseorang untuk berbuat atau sebaliknya meninggalkan.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِهِۦ صَفّٗا كَأَنَّهُم بُنۡيَٰنٞ مَّرۡصُوصٞ ٤
Sungguh Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS ash-Shaff [61]: 4).
Ini adalah perintah untuk berperang dengan pengorganisasian yang baik. Semua unsur saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Dibentuk formasi yang menggunakan semua potensi untuk menguatkan dan menutup semua celah. Dilakukan dengan disiplin dan sebagainya sedemikian. Dengan itu lahir kekuatan yang luar biasa.
Allah SWT berfirman:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahatahu (QS al-Baqarah [2]: 261).
Dengan at-tasybîh, ini memberi impresi lebih besar daripada langsung dikatakan pahala infak di jalan Allah itu 700 kali. Dengan at-tasybîh ini langsung terbayang besarnya pahala berinfak di jalan Allah. Itu memberikan dorongan besar untuk berinfak.
Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ كَٱلَّذِي يُنفِقُ مَالَهُۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٞ فَأَصَابَهُۥ وَابِلٞ فَتَرَكَهُۥ صَلۡدٗاۖ لَّا يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَيۡءٖ مِّمَّا كَسَبُواْۗ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). Ini seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia, sementara dia tidak mengimani Allah dan Hari Akhir. Perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah. Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. Lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan (QS al-Baqarah [2]: 264).
Orang yang bersedekah sunnah maupun wajib, dengan disertai al-manna (menyebut-nyebutnya) atau al-adzâ (menyakiti perasaan si penerima), dipersamakan dengan batu licin yang di atasnya ada tanah lalu diguyur hujan lebat sehingga tanah itu hilang tak berbekas. Jangankan diguyur hujan, sekadar ditiup angin saja batu itu bersih dari tanah itu. Ini perumpamaan betapa buruknya perilaku itu dan betapa sedekah seperti itu tidak berbekas sama sekali. Ini dorongan besar sekali agar orang tidak seperti itu.
Allah SWT berfirman:
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِئَايَٰتِنَاۚ
Kalau Kami menghendaki, sungguh Kami akan meniinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu. Namun, dia cenderung pada dunia dan mengituki hawa nafsunya yang rendah. Perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu halau, dia ulurkan lidahnya. Jika kamu biarkan, dia ulurkan juga lidahnya. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami (QS al-A’raf [7]: 176).
At-Tasybîh ini untuk menggambarkan betapa buruknya perilaku orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan lebih memilih menurutkan hawa nafsunya.
Tentu masih banyak sekali at-tasybîh di dalam al-Quran dan al-Hadis.
WalLâh a’lam wa ahkam. [Yahya Abdurrahman]