Analisis

Solusi Mendasar Ekonomi

Kecacatan  Kapitalisme

Setidaknya ada empat indikator karakteristik mendasar sistem ekonomi kapitalis. Apapun alirannya [2]. Pertama: Keinginan—yang (dianggap) tidak terbatas—dimaknai sebagai kebutuhan, dengan mengabaikan apakah kemanfaatan (nilai guna) itu halal atau haram, menzalimi ataukah tidak; Kedua: Kebebasan setiap orang dan kelompok untuk memiliki apa yang diinginkan dengan cara apa pun. Ketiga: Produksi diartikan sebagai menghasilkan atau meningkatkan manfaat ekonomi yang dapat dijual (menghasilkan uang) saja. Keempat: Anggapan bahwa kebutuhan dan keinginan manusia itu tidak terbatas, sedangkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia itu terbatas. Permasalahan ekonomi bagi mereka muncul dari ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan (primer, sekunder dan tersier) yang tidak terbatas itu.

Berdasar keempat indikator itulah dapat disaksikan berbagai persoalan ekonomi yang tidak dapat diselesaikan dengan tuntas karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Misal, di Amerika pernah terjadi ribuan ton gandum dibuang ke laut dan tidak dibagikan kepada jutaan orang miskin di negara itu [3]. Miliaran dolar ditimbun dan tidak diputar dalam roda perekonomian dan tidak digunakan untuk pemberdayaan rakyat miskin. Terindikasi adanya kartel beberapa pengusaha untuk menaikkan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat dan lain sebagainya.

Jadi, permasalahan utama ekonomi itu bukanlah ketidakcukupan barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan bukan pula tidak terbatasnya kebutuhan manusia. Namun, problem utamanya adalah pola pikir ekonomi Kapitalisme, dengan empat indikator mendasar itu. Ia berdiri semakin kokoh karena ditopang oleh monopoli, oligargi, keserakahan dan keegoisan. Ini membuat kesenjangan para kapitalis dengan rakyat miskin semakin tajam.

Riset International Forum on Indonesian Development (Infid) menyebutkan kekayaan 1% penduduk di Indonesia setara dengan 45 persen kekayaan nasional. Ketimpangan kekayaan tersebut terus meningkat dalam lima tahun terakhir [4].

Ekonomi Kapitalisme juga mengubah masyarakat yang sederhana dan bersahaja menjadi masyarakat yang konsumtif dan hedonis agar menjadi pangsa pasar gemuk mereka. Para cendekiawan corong kapitalis akan mengopinikan bahwa peningkatan konsumsi individu dan masyarakat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sistem ekonomi Kapitalisme mengabaikan masalah distribusi kekayaan baik secara sosial maupun komersial. Inilah mengapa tujuan ekonomi kapitalisme hanya fokus pada pencapaian pertumbuhan, mengatasi pengangguran, dan inflasi/deflasi. Negara yang sejahtera (welfare state) bagi mereka adalah yang meningkat kekayaannya secara agregat, bekerja untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin.

Jadi, ekonomi kapitalis mengabaikan pemenuhan kebutuhan individu dan bagaimana upaya memenuhi kebutuhan pokok bagi tiap individu dalam masyarakat. Mereka fokus pada penyediaan apa yang dapat memenuhi kebutuhan individu (primer, sekunder dan tersier).

 

Masalah Pemenuhan Kebutuhan Pokok

Dalam perspektif ekonomi Islam, Negara semestinya bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan menjalankan sistem ekonomi Islam. Ada beberapa langkah yang harus negara lakukan dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.  Pertama: Terkait produksi, Negara akan menjaga pasokan dalam negeri. Negara membuka akses lahan yang sama bagi semua rakyat untuk memaksimalkan produksi lahan; mendukung para petani melalui modal, edukasi, pelatihan, serta dukungan sarana produksi dan infrastruktur penunjang.

Kedua: Terkait distribusi. Negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif, mengawasi rantai tata niaga, dan menghilangkan penyebab distorsi pasar.

Ketiga: Negara mengawasi agar penentuan harga mengikuti mekanisme pasar. Jika ada penyimpangan dalam kenaikan harga, misalkan penimbunan dan ekspor berlebih sampai dalam negeri kekurangan, maka Negara harus menindak tegas sehingga tidak terjadi penyimpangan lagi.

Negara juga wajib menjalankan politik perdagangan luar negeri secara independen (mandiri) [6].

 

Jaminan Islam

Sistem ekonomi Islam dibangun di atas pondasi akidah Islam. Ini adalah akidah yang haq karena berasal dari Allah yang dibawa kepada umat manusia melalui Muhammad Rasulullah saw. Akidah Islam merupakan akidah yang memuaskan akal, menenteramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia. Karena itu peraturan yang terpancar dari akidah Islam, seperti sistem ekonomi Islam, memiliki karakter yang khas dan manusiawi.

Islam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap inidividu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa ketersediaan kebutuhan-kebutuhan ini ibarat memperoleh dunia secara keseluruhan. Ini sebagai kiasan dari betapa pentingnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi setiap individu. Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سِرْبِهِ، مُعَافىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat dan mempunyai makanan untuk hari itu, seolah-olah ia mendapatkan dunia (HR at-Tirmidzi).

 

Untuk itu, dalam ketentuan Islam, Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, papan dan sandang untuk tiap-tiap individu rakyat. Pertama: Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok (primer). Ini direalisasikan dengan mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya. Negara membantu rakyat miskin. Nwgara mewajibkan kaum Muslim untuk membantu rakyat miskin.

Kedua: Pengaturan, pengelolaan dan distribusi hak milik yang adil dan merata. Negara juga wajib menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Hal itu merupakan bagian dari kewajiban mendasar Negara (penguasa) atas rakyatnya. Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari penunaian kewajiban itu. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban ini di akhirat.

Dalam konteks individu, kegiatan ekonomi dilandasi oleh nilai-nilai ibadah. Bukan materi semata yang menjadi orientasi (profit oriented), tetapi ridha Allah. Mencari materi merupakan perkara mubah bahkan menjadi wajib bagi seseorang jika ia penanggungjawab nafkah dalam keluarga. Hanya saja, untuk mendapatkannya tidak dengan menghalalkan segala cara melainkan harus terikat dengan hukum syariah.

Dalam konteks Negara, kegiatan ekonomi merupakan wujud pengaturan dan pelayanan urusan rakyat. Sebab, inilah tugas umum Negara. Untuk merealisasikannya, Negara menerapkan syariah Islam baik dalam urusan ekonomi di dalam negeri maupun di luar negeri.

Negara menerapkan hukum-hukum Allah sebagai koridor kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah aktivitas ekonomi yang zalim, eksploitatif, tidak transparan dan menyengsarakan umat manusia. Negara menerapkan politik ekonomi agar warga dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar Islam. Negara juga menjalin hubungan secara global dan memberikan pertolongan agar umat manusia di seluruh dunia melihat dan merasakankeadilan sistem Islam.

Strategi Islam dalam mengoptimalisasikan penjaminan kebutuhan pokok rakyatnya adalah sebagai berikut [7]:

 

  1. Memajukan Sektor Riil yang Tidak Eksploitatif.

Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (lihat al-Baqarah: 275). Tidak ada dikotomi sektor riil dengan sektor moneter. Sebabnya, sektor moneter dalam Islam bukan seperti sektor moneter kapitalis yang isinya sektor maya (virtual sector).

Islam memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Hanya saja, hukum-hukum tentang kepemilikan, produk (barang/jasa), dan transaksi dalam perekonomian Islam berbeda dengan kapitalis.

Individu diperbolehkan memperoleh kepemilikan sesuai dengan karakter harta yang memang dapat dimiliki oleh individu. Hal ini merupakan pengakuan Islam akan fitrah manusia untuk mempertahankan hidupnya.

Kepemilikan individu dibatasi oleh kepemilikan Negara dan kepemilikan umum. Individu tidak boleh memiliki harta yang terkatagori harta milik negara dan harta milik umum. Tanpa aturan kepemilikan Islam, pertumbuhan di sektor riil tidak memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil. Sebabnya, peningkatan hasil-hasil ekonomi dan penguasaan sumberdaya terkonsentrasi di tangan pemilik modal. Sebaliknya, semakin digenjot pertumbuhan ekonomi, eksploitasi terhadap masyarakat dan sumberdaya alam semakin besar.

 

  1. Menciptakan Mekanisme Pasar Internasional yang Adil.

Perdagangan global sewajarnya memiliki fungsi bagi setiap negara untuk mendapatkan manfaat pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan kesejahteraan.  Dalam Islam hubungan dagang dapat diberlakukan terhadap negara-negara lain jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan Negara Khilafah. Hubungan dagang internasional tidak dilakukan atas motif keserakahan menguasai perekonomian luar negeri, melainkan untuk mendapatkan manfaat dari pertukaran baik dari sisi kebutuhan akan suatu komoditas maupun dari keuntungan ekonomi.

Mekanisme pasar dalam Islam tidak mengharamkan adanya intervensi Negara seperti subsidi dan penetapan komoditas yang boleh diekspor. Sebaliknya, Negara tidak pernah melakukan intervensi dengan cara mematok harga. Harga dibiarkan berjalan sesuai mekanisme permintaan dan penawaran pasar secara alami. Untuk mempengaruhi harga yang tidak wajar, Negara mengintervensi melalui mekanisme operasi pasar.

Negara juga tidak mengenakan cukai atas komoditas yang datang dari negara lain jika negara tersebut tidak memungut cukai atas komoditas yang dibawa warga Negara Khilafah. Inilah pola hubungan dagang internasional yang adil dan tidak saling mengeksploitasi.

 

  1. Dakwah dan Jihad.

Ekonomi Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Di dalam negeri, Khilafah menjalankan politik ekonomi yang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara. Khilafah juga mendorong warga dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya dalam batas-batas kemampuan yang mereka miliki.

Di luar negeri, Khilafah menjalankan politik dakwah dan jihad. Dalam kerangka dakwah dan kemanusiaan, Khilafah dapat menggunakan kekuatan ekonominya untuk menolong bangsa lain yang sedang ditimpa bencana. Sejarah mencatat, pada abad ke 18 Khilafah Turki Utsmani pernah mengirimkan bantuan pangan kepada Amerika pasca perang melawan Inggris. Khilafah juga pernah mengirimkan bantuan uang dan pangan untuk penduduk Irlandia yang terkena bencana kelaparan besar yang menewaskan lebih dari 1 juta orang.

Apa yang dilakukan Khilafah Islamiyah pada masa lalu justru bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh negara kapitalis. Misalkan, Amerika menghancurkan dan membunuh jutaan kaum Muslim di Irak dan Afghanistan. Tentu hal ini juga merusak perekonomian mereka.

 

Penutup

Islam sebagai sebuah ideologi yang sahih memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia, termasuk problem ekonomi. Dari pembahasan ini, tampak bagaimana keandalan Islam dalam mengatasi problem ekonomi. Dengan demikian persoalan ekonomi seekstrem apa pun akan bisa terselesaikan jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Jika saat ini kita menyaksikan banyak permasalahan ekonomi yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dalam naungan Islam. Allah SWT berfirman (yang artinya): Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thahaa [20]: 124).

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Muhammad Sholahuddin, Ph.D.]

 

Referensi:

[1]      Y. A. Uly, “Sinyal Kenaikan Tarif Listrik, Pertalite, hingga Elpiji 3 Kg, Apa yang Jadi Pertimbangan Pemerintah?,” kompas.com, 2022. https://money.kompas.com/read/2022/04/14/090000126/sinyal-kenaikan-tarif-listrik-pertalite-hingga-elpiji-3-kg-apa-yang-jadi?page=all. (accessed May 10, 2022).

[2]      Hizbut Tahrir, Kritik Terhadap Pemikiran Kapitalis Barat: Ideologi, Peradaban dan Tsaqafah. Pustaka Fikrul Islam, 2021.

[3]      stackexchange.com, “Does the United States throw wheat in the ocean to keep the prices high?,” stackexchange.com, 2013. https://skeptics.stackexchange.com/questions/16971/does-the-united-states-throw-wheat-in-the-ocean-to-keep-the-prices-high (accessed May 10, 2022).

[4]      G. A. Panggabean, “Ini Fakta Ketimpangan: Kekayaan 2,61 juta orang Setara dengan 45% Kekayaan Indonesia,” bisnis.com, 2018. https://ekonomi.bisnis.com/read/20180123/9/729578/ini-fakta-ketimpangan-kekayaan-261-juta-orang-setara-dengan-45-kekayaan-indonesia (accessed May 10, 2022).

[5]      M. Idris, “Ironi Minyak Sawit: Ditanam di Tanah Negara, Dijual Mahal di Dalam Negeri,” kompas.com, 2022. https://money.kompas.com/read/2022/01/24/082344026/ironi-minyak-sawit-ditanam-di-tanah-negara-dijual-mahal-di-dalam-negeri?page=all. (accessed May 10, 2022).

[6]      R. Septiana, “Harga Minyak Goreng Melangit, ‘Raja Sawit’ Sedang Sakit,” MuslimahNewsId, 2021. https://www.muslimahnews.com/2021/11/16/harga-minyak-goreng-melangit-raja-sawit-sedang-sakit/ (accessed May 10, 2022).

[7]      H. Muttaqin, “Bagaimanakah Ekonomi Islam Mensejahterakan Dunia?,” jurnal-ekonomi.org, 2020. https://muttaq.in/bagaimanakah-ekonomi-islam-mensejahterakan-dunia/ (accessed May 10, 2022).

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

six + twelve =

Back to top button