Baiti Jannati

Agar Anak Menjadi Mukmin Sejati

Mempunyai anak yang memiliki keimanan yang kokoh, pemahaman yang jelas dan pribadi yang bertakwa (Mukmin sejati) adalah idaman setiap orangtua. Akan tetapi, tidak sedikit orangtua yang tidak memahami strategi pendidikan anak, deskripsi dari apa yang dicita-citakan, serta bagaimana cara memproses pendidikannya. Karena itu orangtua harus memahami strategi mendidik anak  agar perilakunya sesuai dengan tuntutan Islam, menjadi pribadi yang takwa (Mukmin sejati). Abdurrahman Amirah mengatakan, “Sungguh strategi pendidikan Islam telah berhasil mengarahkan manusia kepada Tuhannya dan mengembalikan mereka kepada Penciptanya. Dengan itu masing- masing percaya sesungguhnya Allah itu dekat.” (Abdurrahman Amirah, Manhâj al-Qur’ân fî Tarbiyah ar-Rijâl, Beirut, Darul Jail, hlm. 237).

Allah SWT menyebutkan ciri-ciri orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya (Mukmin sejati) dalam ayat berikut:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ  ٢ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ  ٣

Sungguh orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan bila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal; (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka (QS al-Anfal [8]: 2-3).

 

Ibn Abbas menafsirkan ayat di atas: Sungguh orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah (diperintah Allah dengan  suatu urusan), gemetarlah hati mereka (karena takut kepada Allah); bila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, keyakinannya dan membenarkan secara berulang-ulang  firman-Nya; dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.

Untuk membentuk anak menjadi Mukmin sejati, maka secara praktis anak diajari tentang kewajiban-kewajibannya; dilatih melakukan dan dibiasakan. Kewajiban-kewajiban yang harus diajarkan  antara lain shalat dengan benar dan khusyuk, menyempurnakan shalat lima waktu, wudhu dengan benar, rukuk, sujud tuma’nina dan lain- lain yang menjadi kewajiban dalam shalat serta memperhatikan waktu shalat. Selanjutnya diajari membelanjakan hartanya untuk ketaatan kepada Allah dan menunaikan zakat (Ibn Abbas, Tanwîr Miqbâs, QS al-Anfal [8]: 3).

Anak juga diajari puasa Ramadhan, makan makanan yang sehat dan halal,  berbakti kepada orangtua, berakhlak mulia, berdakwah dan kewajiban-kewajiban yang lain.

Pelajaran disampaikan  secara mendalam, benar dan rinci  sampai dipahami hakikatnya dengan pemahaman yang benar. Selanjutnya dijelaskan secara gamblang dan meyakinkan sehingga anak meyakini kebenarannya, tergambar secara jelas realisasinya dalam perbuatan serta terdorong untuk melakukan. (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhsyiyah Islamiyah, I/374).

Agar anak terdorong untuk melaksanakan semua itu, maka harus dikaitkan dengan akibat dari perbuatannya baik di dunia maupun di akhirat. Dijelaskan bahwa amal ibadah dan semua kebaikan  yang dilaksanakan di dunia tidak ada yang sia-sia. Semuanya akan membuahkan pahala di surga. Sebaliknya, maksiat yang dilakukan di dunia akan mendapat dosa yang mengantarkan pelakunya ke neraka. Anak selalu diingatkan tugas hidup di dunia adalah beribadah. Dunia adalah sementara. Dunia adalah tempat mencari bekal untuk kehidupan kita yang abadi di akhirat. Anak juga diberi reward (hadiah/ganjaran/pujian) dan punishment (hukuman) yang sesuai dengan usia anak, selain diajari agar anak ikhlas mengerjakan karena Allah.

Selanjutnya anak dilatih dan dibiasakan dengan segera menyambut perintah Allah dan melaksanakan dengan semangat dan ikhlash karena Allah, karena  rindu surga-Nya dan takut siksa neraka-Nya. Agar pendidikan ini berhasil, orangtua harus sabar, memberi teladan dan senantiasa mendoakan anak.

Berkaitan dengan cara mendidik anak agar saat dibacakan ayat-ayat al-Quran bertambahlah iman mereka dan membenarkan secara berulang-ulang terhadap firman Allah, maka pertama kali yang harus dilakukan adalah mengajari ayat-ayat pendek beserta artinya, lalu jelaskan kandungannya. Agar menyentuh akal dan hatinya, maka cara menyampaikan harus sesuai dengan kemampuan anak. Sabda Rasulullah:

اُمِرْنَا, اَنْ نُكَلِّمَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ

Kami diperintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing (HR Muslim).

 

Dengan demikian, bisa memakai metode Make and Match, yaitu  mencocokkan/ memasangkan dua kartu. Kartu yang satu berisi kosakata dalam al-Quran. Satunya berisi terjemahan. Langkah-langkahnya sebagai berikut: Jelaskan isi al-Quran dan terjemahnya. Lalu cocokkan kartu untuk melatih hapalannya. Selanjutnya diperdengarkan ayat yang bersangkutan dan anak diminta merespon. Ini hanya salah satu metode. Bisa juga dengan metode yang lain yang memang cocok. Untuk anak yang telah balig cukup metode Explicit Instruction, yaitu pengajaran langsung dengan ceramah, latihan menghapal, demonstrasi-praktik membaca atau diperdengarkan ayat al-Quran.

Dengan memahami terjemahannya, anak akan memahami kandungan al-Quran. Saat yang dibacakan ayat-ayat tentang amal perbuatan sekecil apapun akan dibalas, kebaikan akan dibalas dengan pahala/surga dan kemaksiatan akan dibalas dengan neraka, maka tersentuhlah hatinya; mendorong dia untuk senantiasa dalam ketakwaan dan menjauhi kemaksiatan.  Misalnya firman Allah SWT berikut:

فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ قَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ  ٧ وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ  ٨

Siapa saja yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun (sekecil apapun), niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Siapa saja yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun (sekecil apapun), niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (QS al-Zalzalah [99]: 7-8).

 

Begitu pula saat ayat al-Quran berisi tentang kenikmatan surga,  maka hati dan akal anak akan tersentuh. Dia akan semakin meyakini bahwa surga adalah haq dan kehidupan akhirat adalah kehidupan sebenarnya. Dengan itu dia rindu terhadap kenikmatan surga.

Pada saat al-Quran berbicara tentang  Allah sebagai  Tempat Bergantung:

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

 

Pada saat mendengar atau membacanya, anak akan membenarkan bahwa segala sesuatu bergantung kepada Allah.

Dengan demikian menjadikan anak saat membaca atau mendengar ayat al-Quran akan bertambahlah imannya. Bertambahnya iman ini akan tampak pada lisannya, senantiasa untuk ketaatan; hatinya semakin yakin bahwa hanya Islam yang menyelamatkan dirinya dunia-akhirat; semakin bertakwa.  Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam (QS Ali Imran [3]: 102).

 

Ibn Abbas menafsirkan ayat tersebut: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya.  Benar-benar takwa itu mentaati-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya, mesyukuri segala nikmat-Nya dan tidak mengingkarinya, mengingat-Nya dan tidak melupakan Nya. Taatlah kalian kepada Allah sebagaimana yang Allah kehendaki. Janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan Islam, yaitu dalam keadaan ibadah/tidak dalam keadaan maksiat, mentauhidkan Allah dengan ikhlash (Ibn Abbas, Tanwîr Miqbâs, I/67).

Selanjutnya anak juga harus dididik agar  berusaha dengan keras untuk meraih prestasi-prestasi hidup dan ditanamkan pula mental yang kuat, yaitu sabar dan tawakal, karena tidak semua yang diinginkan itu bisa tercapai (Lihat: QS Ali Imran [3]: 159).

Dengan demikian anak memiliki kepribadian Islam yang kokoh, siap mengantarkannya mencapai sukses dunia-akhirat.

Inilah pribadi-pribadi Mukmin sejati. Mereka adalah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian (kelebihan/nikmat) di sisi Tuhannya  di akhirat, dan ampunan dosanya di dunia serta rezeki/nikmat yang mulia dan pahala yang baik di surga (Ibn Abbas, Tanwîr Miqbâs, QS al-Anfal [8]: 4). [Dr. Rahma Qomariyah]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twelve − eleven =

Back to top button