Hiwar

Dunia Islam Butuh Transformasi Total

Pengantar:

Tatanan global di bawah Kapitalisme saat ini sebetulnya sedang tidak baik-baik saja. Termasuk di bidang ekonomi. Banyak negara, termasuk negara-negara maju sekalipun, dihadapkan pada problem ekonomi masing-masing. Apalagi saat Presiden AS Donald Trump meningkatkan eskalasi perang dagang atau perang tarif baru-baru ini, terutama terhadap pesaing beratnya, Cina. Banyak negara, termasuk di Dunia Islam, terkena dampaknya.

Pertanyannya: Apa motif perang dagang atau perang tarif yang dilancarkan AS, khususnya terhadap Cina? Apa saja dampaknya terhadap ekonomi global? Apa pula dampaknya bagi negara-negara berkembang, khususnya di Dunia Islam? Lalu bagaimana cara Dunia Islam mengatasi dampak perang dagang atau perang tarif AS ini? Bagaimana agar Dunia Islam bisa keluar dari jeratan ekonomi negara-negara besar, khususnya AS dan Cina? Bagaimana pula agar Dunia Islam bisa mandiri secara ekonomi agar bisa menjadi subyek dan bukan obyek dari pertarungan ekonomi antar negara-negara besar?

Itulah di antara sejumlah pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada Pakar Ekonomi Islam, Ustadz Dwi Condro, Ph.D, dalam Rubrik Hiwar kali ini. Berikut hasil wawancaranya.

 

Ustadz, perang dagang yang dilancarkan Amerika saat ini itu seperti apa sih?

Secara sederhana, perang dagang itu akan dilakukan ketika ada dua negara atau lebih saling membalas kebijakan perdagangan yang merugikan satu sama lain. Biasanya dimulai oleh satu pihak tertentu. Dalam konteks Amerika Serikat, perang dagang yang dilakukan dapat dikatakan sebagai serangkaian kebijakan ekonomi yang sengaja dirancang untuk melindungi industri dalam negeri dan menekan negara lain secara ekonomi (proteksionisme). Kebijakan proteksi tersebut biasanya dilakukan dengan pemberlakuan tarif, larangan ekspor atau impor, serta pembatasan akses ke teknologi penting.

 

Mengapa AS melakukan keputusan ini?

Amerika Serikat memutuskan untuk melakukan perang dagang ini tentu karena beberapa alasan strategis. Perang dagang bukan hanya soal ekonomi, tetapi strategi multifungsi, yaitu: keamanan nasional dan geopolitik, seperti: melindungi kepentingan nasional, menghadapi ancaman global dan memperkuat posisi AS dalam tatanan dunia yang terus berubah.

 

Seperti apa reaksi Cina terhadap Perang Tarif Trump (AS)? Bagaimana pengaruhnya terhadap ekonomi dunia, khususnya Dunia Islam?

Dari fakta yang dapat kita amati, reaksi Cina terhadap perang tarif yang diluncurkan oleh Donald Trump sejak 2018 sangat keras, strategis dan penuh perhitungan, karena menyangkut eksistensi ekonominya sebagai kekuatan global.

Kita dapat mengatakan bahwa perang tarif yang saat ini terjadi itu dapat dikatakan sebagai salah satu perang dagang paling besar dalam sejarah modern, yang akan memiliki dampak luas, termasuk terhadap ekonomi dunia dan negara-negara di Dunia Islam.

Pengaruhnya terhadap Dunia Islam sangat beragam. Negeri-negeri Islam penghasil minyak, seperti Arab Saudi, Iran dan Irak terdampak karena permintaan minyak dari Cina dan AS sempat turun sehingga menekan harga minyak dunia. Ketidakstabilan harga minyak ini tentu akan mengganggu pendapatan dan fiskal mereka.

Adapun negara industri manufaktur dan eksportir produk primer, seperti Malaysia, Indonesia dan Turki terdampak karena berada di tengah rantai pasok global yang terganggu.

 

Indonesia juga terkena perang tarif AS. Dampaknya seperti apa?

Benar. Indonesia juga terkena dampak dari perang tarif antara AS dan Cina. Indonesia, meskipun bukan target utama, terdampak yang bersifat tidak langsung, tetapi pengaruhnya sangat signifikan; terutama dalam aspek perdagangan, investasi dan stabilitas ekonomi makro.

Contoh: Banyak bahan baku industri Indonesia seperti elektronik, tekstil dan otomotif yang berasal dari atau bergantung pada Cina mengalami gangguan. Ketika ekspor Cina ke AS menurun, banyak produk Cina membanjiri negara lain, termasuk Indonesia. Ini menciptakan persaingan yang makin ketat bagi industri lokal.

Di sisi lain, beberapa perusahaan AS mulai memindahkan produksi keluar dari Cina. Sayangnya pemindahan itu ke Vietnam dan India, bukan ke Indonesia, karena regulasi dan infrastrukturnya yang dinilai lebih siap.

 

Ada yang mengatakan perang tarif ini mencerminkan pertarungan ekonomi dan kerakusan ekonomi Kapitalisme. Benarkah demikian?

Pandangan tersebut memang benar. Hal itu terutama jika dilihat dari sisi persaingan hegemonik, eksploitasi dan dominasi pasar yang menjadi ciri khas kapitalisme global.

Dalam konteks perang tarif ini, AS sebagai kekuatan kapitalisme lama merasa posisinya terancam oleh Cina sebagai kekuatan kapitalisme baru yang tumbuh sangat cepat. Lalu terjadilah “pertarungan antar kapitalis” untuk memperebutkan supremasi dunia.

 

Siapa yang diuntungkan dengan perang tarif ini?

Dalam perang tarif ini, sementara ini kita tidak bisa melihat pemenangnya secara mutlak. Namun, kita juga melihat kenyataan bahwa ada kelompok tertentu yang mendapat keuntungan, terutama dalam jangka pendek, khususnya jika mereka berada di posisi yang strategis.

Contohnya: produsen baja, aluminium, atau semikonduktor di AS. Mereka mendapat perlindungan dari persaingan barang impor murah, karena tarif membuat produk luar negeri jadi lebih mahal. Perusahaan baja AS sempat menikmati peningkatan penjualan setelah tarif baja diberlakukan pada baja Cina dan lainnya.

 

Negeri-negeri Islam sepertinya sangat terpukul dengan kebijakan AS ini. Mengapa negeri-negeri Islam begitu lemah? Apa penyebabnya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu kita tidak dapat melepaskan diri pada akar persoalan di Dunia Islam yang bersifat struktural dan historis secara mendalam. Faktanya, banyak negeri-negeri Islam yang sangat lemah dalam menghadapi tekanan ekonomi global, termasuk kebijakan-kebijakan agresif seperti perang tarif dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Cina ini.

Apa contohnya? Kita dapat melihat bahwa negeri-negeri Islam sangat lemah dan rentan secara ekonomi dan politik, seperti: ketergantungan ekonomi pada komoditas mentah. Banyak Negeri Islam, seperti Arab Saudi, Indonesia, Aljazair, Nigeria, Iran yang masih bergantung pada ekspor bahan mentah: minyak, gas, kelapa sawit, bijih logam.

Dari sisi politik ekonomi, kita juga melihat tidak adanya integrasi ekonomi yang kuat antar negeri-negeri Islam. Negeri-negeri Islam tidak membentuk blok ekonomi yang solid, seperti Uni Eropa. Perdagangan antar sesama Negeri Islam hanya menyumbang kurang dari 20% dari total perdagangan mereka. Akibatnya, mereka bersaing satu sama lain, bukan bersinergi.

 

Apa yang harus dilakukan oleh Dunia Islam saat ditekan perang dagang oleh negara lain?

Jika negeri-negeri Islam ditekan oleh perang dagang atau kebijakan ekonomi agresif dari negara lain, seperti: tarif, sanksi, atau pembatasan teknologi, respon mereka cenderung bervariasi; bergantung pada kekuatan ekonomi, kepemimpinan politik dan posisi geopolitik masing-masing. Namun, secara umum, respon negara-negara Islam masih lemah, reaktif dan terpecah-belah.

 

Bagaimana syariah Islam membangun negara yang mempunyai ekonomi kuat?

Agar terwujud ekonomi yang kuat, maka harus ada perubahan yang mendasar dari pondasinya, yaitu, harus dengan sistem ekonomi Islam. Kita tahu, Sistem Ekonomi Islam telah mengajarkan kepada kita, bahwa dalam menata ekonomi itu harus diawali dengan menetapkan pembagian kepemilikan ekonomi secara benar.

Pembagian kepemilikan dalam ekonom Islam itu ada tiga, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pembagian kepemilikan ini sangat penting. Di antaranya agar tidak terjadi pencaplokan sektor kepemilikan umum (misalnya) oleh pihak yang tidak semestinya; seperti pencaplokan oleh pihak swasta, baik swasta dalam negeri maupun luar negeri. Contohnya, seperti pencaplokan pada sektor tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan laut, bandara dan sebagainya.

Jika pembagian kepemilikan ini sudah tegas dan benar, selanjutnya Sistem Ekonomi Islam akan mengatur bagaimana pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu harus bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil dan bukan sektor ekonomi non riil. Dengan itu insya Allah krisis demi krisis ekonomi tidak akan terjadi lagi.

Pilar terakhir dari ekonomi Islam adalah distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat maupun negara. Adanya pilar ekonomi ini, Insya Allah ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat Indonesia akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder, maupun tersiernya. Paling tidak itulah gambaran globalnya.

 

Faktor-faktor apa saja yang perlu dipersiapkan agar Dunia Islam mempunyai kemandirian ekonomi?

Untuk membangun kemandirian ekonomi Dunia Islam, dibutuhkan transformasi menyeluruh dan terintegrasi di berbagai aspek. Bukan hanya ekonomi teknis, tetapi juga ideologi, kepemimpinan dan kerjasama antar negeri-negeri Islam.

Di antara faktor-faktor penting yang perlu dipersiapkan, misalnya, dengan membangun blok ekonomi Islam yang saling melengkapi, bukan saling bersaing.

Contohnya: satu negara fokus pada energi, yang lain pada pertanian, yang lain pada industri teknologi. Dengan itu dapat terwujud supply chain bersama. Selain itu, dapat dirintis dengan membentuk Pasar Bersama antar negeri Islam, mata uang bersama, termasuk sistem perdagangan bebas bersama.

 

Bisakah Islam mewujudkan tatanan ekonomi dunia yang adil dan mensejahterakan?

Islam secara prinsip dan sistem mampu mewujudkan tatanan ekonomi dunia yang adil dan mensejahterakan. Syaratnya, syariah Islam harus diterapkan secara menyeluruh (kâffah), bukan hanya pada level individu atau simbolik saja, tetapi juga dalam struktur negara dan tata kelola ekonomi global.

Dalam Islam, negara memiliki peran yang paling penting dalam menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam agar ditaati dan diikuti oleh seluruh lapisan rakyatnya. Rakyat dengan kesadaran keimanannya akan dengan penuh keikhlasan menjalankan aktivitas ekonomi sesuai aturan syariah yang telah diterapkan oleh negara.

Antara negara dan rakyat harus saling membantu, menjaga, mengontrol dan saling mendukung. Juga harus ada koreksi atas pelaksanaan aturan ekonomi agar dapat terus berjalan sesuai dengan koridor syariah Islam.

 

Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam menghadapi perang dagang AS saat ini?

Untuk menghadapi perang dagang AS atau tekanan ekonomi global secara umum, umat Islam tidak cukup hanya bersikap reaktif atau emosional. Yang dibutuhkan adalah langkah strategis, sistemik dan jangka panjang; baik pada level negara maupun individu sebagai bagian dari umat.

Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk senantiasa mendakwahkan, mensosialisasikan, mengopinikan ekonomi Islam, baik yang ditujukan kepada sesama anggota masyarakat maupun negara. Dengan itu akan muncul kesadaran umum di tengah masyarakat akan kewajiban penerapan syariah Islam, termasuk di dalamnya adalah Ekonomi Islam, yang Insya Allah akan membawa rahmat bagi alam semesta.

WalLâhu a’lam. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − two =

Back to top button