Jalan Menuju Khilafah
Gaung Khilafah tak bisa dibendung. Di mana-mana umat bangga bicara Khilafah. Dari latar belakang dan profesi yang berbeda. Dari masyarakat biasa hingga para intelektual.
Namun demikian, sebagian tokoh umat hari ini masih ada yang berpendapat bahwa mendirikan Khilafah dapat dilakukan melalui jalan demokrasi. Dengan masuk dalam parlemen ber-musyarakah dalam sistem kufur. Dalihnya, masuknya para tokoh Islam ke parlemen dapat memasukkan nilai-nilai Islam dalam setiap hukum atau konstitusi yang dibuat.
Namun demikian, jika dicermati secara mendalam, metode ini hanya mungkin mewarnai hukum atau konstitusi dengan nilai-nilai Islam, tetapi sulit menghasilkan undang-undang Islam. Itu pun kalau memungkinkan.
Rule of game demokrasi menjadikan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat, bukan pada Asy-Syari, yaitu Allah SWT. Al-Quran tidak boleh menjadi sumber hukum. Sistem Islam (Khilafah) tidak akan bisa tegak dengan demokrasi. Kita bisa mengambil pelajaran apa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw, ketika Abu Jahal dan para pasukannya menawarkan kekuasaan (ber-musyarakah) kepada beliau melalui Abdul Muthalib (pamannya). Dengan tegas beliau menjawab, “Paman, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, aku tidak akan pernah melakukannya hingga Allah memenangkan agama-Nya atau aku mati karenanya.” (Sirah Ibnu Hisyam).
Metode syari menegakkan Khilafah adalah sebuah aktivitas yang harus ditetapkan berdasarkan dalil syariah. Kaum Muslim wajib mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. dalam membangun sistem Islam (Daulah Islam) di Madinah. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam firman-Nya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS al-Ahzab [33]: 21).
Aktivitas dakwah sebelum tegaknya Islam (Dar al-Kufr) dengan mengikuti aktivitas dakwah Rasulullah di Makkah. Rasulullah saw. memulai dakwah dengan seorang diri kemudian membentuk kelompok dakwah politik (kutlah siyasiyah). Artinya, Rasulullah saw. tidak berdakwah sendiri. Beliau melakukan dakwah berjamaah dengan aktivitas politik melakukan ash-shira al-fikri (pergolakan pemikiran) dan al-kifah as-siyasi (perjuangan politik). Beliau berdakwah untuk mengubah pemikiran dengan bentuk menyeru, debat dan dialog tidak dengan kekerasan. Aktivitas dakwah di Makkah melalui tiga tahapan:
Pertama: Marhalah at-Tatsqif (Tahap Pembinaan dan Pengkaderan). Aktivitas ini dimulai sejak Rasulullah saw. diutus sebagai rasul sesuai seruan Allah dalam QS al-Muddatsir [74] : 1-2] secara sirriyah (sembunyi). Dimulai dari istrinya Khadijah ra., sepupunya Ali bin Abi Thalib ra., mantan budaknya Zaid dan sahabatnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Rasulullah membina mereka dengan pemahaman Islam yang kuat sehingga menghasilkan individu yang ber-syakhsiyyah islamiyyah dan siap mengemban dakwah.
Kedua: Marhalah Tafaul maa al-Ummah (tahap interaksi dengan umat), Rasulullah saw. dan para Sahabat yang telah digembleng, memulai dakwah secara terang-terangan sesuai firman Allah SWT dalam QS al-Hajr [15]: 94). Pada tahapan ini dilakukan ash-shira al-fikri (pergolakan pemikiran) dan al-kifah as-siyasiyah (perjuangan politik). Dakwah dilakukan dengan melakukan benturan Islam dengan selain Islam baik berupa pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis) maupun keyakinan (qanaat).
Ketiga: Istilam al-Hukmi (Tahap Penerimaan Kekuasaan). Meski telah memasuki tahapan ini, tahapan pertama dan kedua tetap dilakukan. Tahapan ini diawali dengan aktivitas thalab an-nushrah terhadap Ahlul Quwwah. Rasulullah saw. mendatangi kabilah-kabilah Arab untuk menyerukan Islam, menawarkan dirinya untuk dilindungi dalam mendakwahkan Islam serta diberi kekuasaan penuh untuk menerapkannya atas umat Islam. Thalab an-nushrah merupakan wahyu dari Allah SWT yang sifatnya wajib. Akhirnya, nushrah diberikan dari suku Aus dan Khazraj yang dikenal dengan kaum Anshar.
Di tahapan ketiga ini, Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Hal ini setelah para pemimpinnya dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan. Dengan kata lain telah terbentuk opini umum dari kesadarn umum.
Sepatutnya kita mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. ini. WalLahu alam. [Trisnawaty A.; (Revowriter, Makassar)]