Menguak Liberalisasi Arab Saudi (Bagian 1)
Proyek ekonomi swasta Visi 2030 Arab Saudi bernilai ratusan ribu triliun rupiah. Pesta Halloween digelar. Peringatan Maulid Nabi saw. dilarang. Wanita tidak wajib menggunakan kerudung di tempat umum. Berbagai konser penyanyi Barat digelar. Berbikini di pantai diizinkan. Minuman keras dan narkoba legal. Saudi berhubungan secara rahasia dengan Israel. Ulama kritis ditangkap dan dipenjara.
Apa yang bisa dijelaskan dari rangkaian fakta-fakta ini?
Sejarah Singkat Liberalisasi
Arab Saudi Adalah Tragedi.1 Pada tanggal 23 September 1932 Arab Saudi didirikan oleh Abdul Aziz Bin Saud (Ibnu Saud, penguasa Bani Saud di Nejd) di atas kekalahan Syarif Husein (Bani Hasyim di Hijaz, Makkah dan Madinah), wali Hijaz yang diangkat oleh Khalifah Utsmaniyah di Istanbul.
Pengkhianatan Syarif Husein kepada Khalifah di Istanbul diwarnai dengan persekongkolannya dengan Inggris melalui TE Lawrence (mata-mata Inggris) dengan dipenuhi aroma racun nasionalisme Barat yang mematikan. Dengan dukungan Inggris, setelah Syarif Husein dikalahkan, Ibnu Saud dan keturunannya menamakan kerajaannya dengan Arab Saudi (berasal dari nama Ibnu Saud. Dia menggabungkan Hijaz (Makkah dan Madinah) dengan Nejd yang sampai sekarang beribukota di Riyadh. Setelah penemuan minyak bumi pada 1938,2 kedekatan klan Saud dengan Amerika juga terjadi.
Jadi secara historis sebenarnya Arab Saudi sudah dalam genggaman dua negara kolonialis, Inggris dan Amerika. Dengan demikian jejak nilai-nilai liberal Barat sebenarnya sudah ada sejak berdirinya negara ini di atas tragedi pilu yang ditopang keserakahan akan kekuasaan, persekongkolan dengan orang kafir, dan keterpecahbelahan kekuatan di Dunia Islam.
Akar Liberalisasi
Liberalisasi secara sederhana adalah melepaskan ketergantungan pada risalah (wahyu) dan memberikan porsi berlebih pada akal manusia untuk menentukan arah dan warna kehidupan. Liberalisasi ini adalah syarat penerapan sekulerisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan yang secara historis-substanstif adalah pengalaman buruk-parsial Barat (Eropa awalnya) ketika agama katolik tidak dapat menjawab berbagai persoalan kehidupan.
Mengapa liberalisasi ini terjadi? Setidaknya ada dua faktor: Pertama, faktor internal, saat Islam tidak diterapkan secara sempurna dan pengaruh kepemimpinan yang mendukung liberalisme. Ketika Islam tidak diterapkan secara sempurna maka yang terjadi celah masuknya nilai-nilai liberal akan terbuka. Meski sejak didirikan pada 1932 Kerajaan Arab Saudi mengklaim menerapkan seluruh syariah Islam. Sesungguhnya yang terjadi hanyalah penerapan yang sifatnya parsial. Ini terlihat dengan pemilihan sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kingdom, mamlakah) yang jelas tidak sesuai dengan Islam. Di dalam Islam sistem pemerintahan yang syar’i adalah Khilafah Islamiyah sebagaimana dicontohkan Baginda Rasul saw., para Sahabat sesudahnya dan para khalifah. Dari sisi ekonomi juga, penerapan mata uang cetak (Real Arab Saudi) yang merupakan uang cetak (printing money) tidak sesuai dengan mata uang syar’i Islam, yaitu dinar emas dan dirham perak.
Dari politik luar negerinya pun lebih berorientasi kepada kepentingan nasional dan tidak sejalan dengan politik luar negeri Islam, yaitu dakwah dan jihad. Sebagaimana keamanan negaranya ditumpukan kepada dukungan Amerika dan Inggris.
Kedua, pengaruh Barat yang ingin mengendalikan Dunia Islam, melalui peracunan barat (westoxition). Istilah ini mengacu pada pengaruh dari penjajahan Barat di Dunia Islam yang tidak hanya fisik tapi juga non-fisik. Penjajahan non-fisik (pemikiran) sering disebut juga dengan ghazwul fikr (war on ideas). Dimulai dengan menderasnya paham sekulerisme (fashluddin anil hayah), memisahkan agama dari kehidupan. Tersebarnya nilai-nilai-nilai liberal dalam ekonomi dan nilai-nilai demokrasi-nasionalis dalam politik.
Arab Saudi yang sejak awal dikendalikan oleh Inggris, dengan nilai-nilai liberalnya. Setelah Inggris kehilangan posisi adidayanya di dunia pasca Perang Dunia II, digantikan Amerika Serikat. Arab Saudi sampai sekarang ada dalam cengkeraman Amerika Serikat, yang sangat ideologis dengan ekspor sekulerisme-kapitalisme-liberalisme-demokrasi.
Rezeki minyak (emas hitam, black gold), yang ditemukan tahun 1938, yang menjadikan Arab Saudi negara penghasil minyak terbesar di dunia. Rezeki minyak bumi ini digunakan membangun infrastruktur, tetapi secara suprastruktur (pemikiran) tergadaikan ke Barat. Misal untuk menjaga keamanan dari serangan musuh (Israel dan Iran), Arab Saudi belanja senjata ke Amerika selama dua tahun terakhir (2021-2022) mencapai Rp 625 triliun.
Bentuk Proyek Liberalisasi
Akar liberalisasi ini dapat dilihat dari perkembangan konstelasi politik di internal kerajaan Arab Saudi dan pengaruh eksternal-internasional.
Dalam masa 1932-1915, pada batas tertentu meski pengaruh eskternal Barat (baik Inggris dan terutama Amerika terus menguat), tetapi akselerasi sesungguhnya dari liberalisasi terjadi ketika tahun 2015. Saat itu konstelasi internal, setelah Raja Salman naik tahta pada 2015 menggantikan Raja Abdullah(2005-2015) mengubah banyak hal. Di luar dugaan banyak kalangan pada 2017 dan bertentangan dengan tradisi pewarisan kekuasaan, Raja Salman mengangkat anaknya, Muhammad bin Salman menjadi putra mahkota (sebelumnya wakil putra mahkota dan Menteri pertahanan), melucuti posisi putra mahkota sebelumnya, Muhammad Bin Nayef (keponakan dari Raja Salman, anak Nayef bin Abdul Aziz, saudara Salman bin Abdul Aziz).
Peran penting Muhammad bin Salman (MBS) ini sejak 2015 adalah menyusun konsep Visi Saudi 2030 (bahasa Inggris: Vision 2030 Kingdom of Saudi Arabia, bahasa Arab: 2030). Inti dari visi ini adalah rencana untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sektor minyak bumi, mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi, serta mengembangkan sektor layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, rekreasi dan pariwisata.
Semua kebijakan yang dilakukan bertentangan dengan syariah Islam dan hanya mengandalkan ambisi akal untuk mencapai kemaslahatan yang diyakini. Inilah esensi pertentangan liberalisasi dengan syariah Islam.
Bidang Ekonomi
MBS mengumumkan visi secara resmi pada 25 April 2016. Proyek-proyek yang akan dijalankan untuk mewujudkan visi ini diperkirakan menghabiskan biaya lebih dari U$ 7 triliun (lebih dari Rp 100.000 triliun). Ada enam mega proyek yang akan diluncurkan.3
Di antaranya adalah NEOM (NEO-MUSTAQBAL) merupakan kota pusat teknologi tinggi senilai USD500 miliar atau lebih dari Rp 7.093 triliun yang dibangun di Laut Merah.
Secara kuantitatif misi yang ingin dicapai adalah: (1) indeks ‘pemerintahan elektronik’ naik dari 36 menjadi 50; (2) semakin melokalkan sektor minyak dan gas dari 40% menjadi 75%; (3) menambah pendapatan non-minyak dari $163 miliar menjadi $1 triliun setiap tahunnya; (4) menambah proporsi ekspor non-minyak dari 16% menjadi paling tidak 50% produk domestik bruto non-minyak; (5) menambah kontribusi sektor swasta terhadap produk domestik bruto dari 40% hingga 65%; (6) menambah persentase investasi langsung terhadap produk domestik bruto dari 3,8% menjadi seperti rata-rata dunia (5,7%); (7) menambah kontribusi usaha kecil dan menengah dari 2% produk domestik bruto menjadi 35%; (8) melompat dari peringkat 25 menjadi 10 besar dalam Indeks Persaingan Global.
Langkah-langkah strategis yang dilakukan adalah: (1) mengkonsolidasikan kekuatan politik internal untuk memastikan visi dan misi ini dapat dilakukan secara efektif; 4 dan 5 Pembunuhan wartawan The Washington Post, Jamal Khashoggi, kembali menjadi sorotan setelah Amerika Serikat resmi merilis dokumen intelijen yang menuding keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS) dalam kasus tersebut.
Pemerintahan Presiden Joe Biden merilis dokumen intelijen terkait penyelidikan kematian Khashoggi, yang menunjukkan peran Mohammed bin Salman dalam kasus pembunuhan itu. Dokumen itu sudah ada sejak pemerintahan Presiden Donald Trump. Namun, Trump disebut menolak merilis dokumen itu demi mempertahankan relasi AS dan Saudi. Sebelum menjadi warga AS, Khashoggi pernah menjabat sebagai penasihat Pangeran Turki al-Faisal, mantan kepala intelijen dan duta besar Saudi untuk Amerika Serikat dan Inggris. Selama menjadi wartawan, Khashoggi kerap mengkritik kepemimpinan MbS di Saudi. Dia menyoroti kedekatan Saudi dengan pemerintahan AS di era pemerintahan Trump. Da juga menentang keterlibatan Saudi dalam perang sipil di Yaman.Khashoggi hilang saat hendak mengurus sejumlah dokumen pernikahannya di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018.
Tunangan Khashoggi, Hatice Chengiz, ikut menemaninya dan menunggu di luar konsulat. Sejak itu, Chengiz tak pernah melihat tunangannya itu keluar dari gedung itu. Lihat lebih detail: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-49874546
(2) membuka hubungan internasional dengan mengundang investor asing dalam pembiayaan proyek-proyek; (3) melakukan keputusan-keputusan praktis di semua bidang terkait.
Di balik gemerlap Visi 2030 ini, para pakar melihat konsep ini adalah hanyalah semacam payung untuk melempangkan liberalisasi yang sesungguhnya dan diawali di bidang ekonomi. Intinya adalah swastanisasi. Negara mengurangi peran. Ini ciri layaknya negara kapitalis. Hal ini jelas bertentangan dengan syariat Islam, yang memposisikan negara berperan penting dalam mengelola aset negara bukan menyerahkan kepada swasta.
Mengutip Alfred Valder, mantan profesor ekonomi internasional di Universitas Oxford dan konsultan Bank Dunia, jurnal Al-Iqtisadiyah menulis Visi 2030 untuk mempercepat Arab Saudi memasuki pasar bebas, meningkatkan sumbangan sektor industri (swasta, pen.) dan layanan terhadap produk domestik bruto, mengurangi belanja negara, dan memasukkan perempuan ke dalam lapangan kerja.
James Reeve, wakil kepala ahli ekonomi di Samba Financial Group, mengatakan bahwa harapan banyak pihak, termasuk rakyat Saudi, amat tinggi terhadap Visi 2030 itu. Termasuk soal bagaimana pemerintah akan meningkatkan peran swasta dalam membangun perekonomian negara. Dia menambahkan pemerintah Arab Saudi perlu membentuk sebuah badan mampu menggaet investor asing.
Maka dari itu, salah satu bentuk konkrit mengundang investor, saat Rothschild & Company, perusahaan konsultan keuangan dan bank investasi milik keluarga konglomerat Yahudi bernama Rothschild, baru-baru ini membuka kantor cabang di Ibu Kota Riyadh, Arab Saudi, seperti dilansir Saudi Project. Perusahaan konsultan berskala global ini pula telah ditunjuk oleh MBS untuk merestrukturisasi Saudi Bin Ladin Group, perusahaan konstruksi terbesar di Arab Saudi milik keluarga besar Usamah Bin Ladin.
Di sisi lain, Chairman Bank Leumi di Israel, Samir Haji Yahya mengatakan perusahaannya berminat untuk berinvestasi di Arab Saudi. Hal ini dia sampaikan kemarin saat menjadi pembicara dalam konferensi investasi tahunan FII (Insiatif Investasi Masa Depan) di Ibukota Riyadh, Arab Saudi.
Bank Leumi adalah satu dari dua bank terbesar di Israel selain Bank Hapoalim. Samir merupakan bos bank Israel pertama menjadi peserta pada konferensi investasi di negara Kabah itu. Samir menjelaskan ada banyak arus investasi masuk ke Saudi. “Kami juga tertarik menanamkan modal di sana, di sektor pembayaran, ritel, atau mata uang digital,” katanya.
Bidang Luar Negeri
Arus investasi asing yang masuk ke Arab Saudi melalui proyek-proyek Visi 2030 ini meniscayakan diplomasi baru internasional. Tentu investor asing yang mampu masuk dalam proyek Visi 2030 adalah mereka yang selama ini menguasai konstelasi keuangan internasional. Mereka adalah para bankir Yahudi, Israel. Jelas ini bertentangan dengan syariat Islam, karena Israel adalah negara kafir penjajah yang harusnya diperangi, bukan diajak investasi.
MBS pun menjadi aktor utama dalam upaya normalisasi hubungan Saudi-Israel. Apalagi dia adalah penguasa de fakto sekaligus calon raja di Arab Saudi. Sikapnya pun mendukung kepentingan negara Zionis itu. Dia sama sekali tidak pernah mengecam terobosan-terobosan Trump (saat itu sebagai Presiden AS) yang mendukung Israel.
Dalam pertemuan dengan para pemimpin organisasi lobi Yahudi dan Zionis ketika melawat ke Ibu Kota Washington DC, Amerika, MBS menyampaikan seperti Palestina, Israel juga berhak memiliki tanah air sendiri. Dia bahkan menekan Presiden Palestina Mahmud Rida Abbas untuk menerima proposal damai versi Trump.
Perlahan tetapi pasti, hubungan Saudi-Israel kian mencair. Pada Januari 2019, Sekretaris Jenderal Liga Dunia Muslim Syaikh Muhammad Abdul Karim memimpin delegasi tokoh Muslim ke kamp Auschwitz, lokasi pembantaian sekitar satu juta orang Yahudi oleh tentara Nazi Jerman di Polandia semasa Perang Dunia Kedua.
Lima bulan kemudian, Syaikh Muhammad Abdul Karim – merupakan orang kepercayaan MBS – menjadi tokoh Saudi pertama menghadiri pertemuan tahunan Forum Global AJC (Komite Yahudi Amerika) digelar secara virtual.
Setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain meneken Perjanjian Ibrahim pada 15 September 2020 di Gedung Putih, Presiden AS saat itu, Trump, mengumumkan Saudi mengizinkan semua penerbangan dari Israel ke Timur Jauh dan sebaliknya melewati wilayah udaranya.
Akhirnya, pada 23 November 2020, Bin Salman bertemu Netanyahu di Kota Neom, Arab Saudi. Ini menjadi pertemuan ketiga keduanya setelah pada 2017 dan 2018.
Haaretz dan Walla News dalam laporan yang dipublikasikan pada Senin (23/11/2020) mengatakan Netanyahu bertemu Pangeran MBS di Neom, sebuah kota di Laut Merah. Netanyahu didampingi kepala badan intelijen Isarel (Mossad) Yossi Cohen. Pertemuan berlangsung selama lima jam.
Pompeo, Menlu AS, pada Senin, turut mengumumkan bahwa dia telah melakukan pertemuan dengan Pangeran MBS di Neom. Dia mengatakan, melakukan pembicaraan konstruktif.
“Kemitraan keamanan dan ekonomi kami kuat dan kami akan terus memanfaatkannya untuk memajukan upaya untuk melawan pengaruh buruk Iran di Teluk, tujuan ekonomi di bawah rencana Visi 2030, dan reformasi hak asasi manusia,” tulis Pompeo melalui akun Twitter pribadinya. [Bersambung]
Catatan kaki:
1 Arab Saudi adalah Tragedi, bermakna negara yang di dalamnya ada dua kota suci: Mekkah (ada ka’bah kiblat umat Islam sedunia dan masjidil haram yang penuh berkah) dan Madinah ( ibukota negara Islam pertama, dan terdapat makam Rasul SAW.). Tidak lagi menjadi kiblat untuk persoalan politik sebagaimana sebelumnya. Orang beribadah dengan khusyu’ di dua kota ini, tetapi di kota lain mereka dihadapkan pada kemaksiatan yang luar biasa.
2 Pada 3 Maret 1938, para ahli geologi yang melakukan pengeboran berhasil menemukan ladang minyak di Arab Saudi untuk pertama kalinya. Temuan ini juga berhasil mencatatkan rekor sebagai ladang minyak mentah terbesar di dunia saat itu. Sekaligus meyakinkan para peneliti bahwa masih banyak ladang minyak lainnya yang belum terungkap. Ini adalah buah dari kerjasama yang dilakukan Raja Abdul Aziz dengan perusahaan AS yang bergerak di bidang perminyakan, SOCAL. Kelak, SOCAL menjelma menjadi California Arab Standard Oil Company (CASOC), cikal bakal Saudi Arabian American Oil Company (ARAMCO)—salah satu perusahaan minyak terbesar dan tersukses di dunia.
3 Keenam projek raksasa yang sedang dijalankan Arab Saudi, sebagaimana dilansir dari Arab News, Kamis (14/10/2021). Diantaranya: (1) Perusahaan Pengembangan Laut Merah, bertujuan menjadi pemimpin dunia dalam pariwisata regeneratif, Proyek Laut Merah adalah proyek pariwisata berkelanjutan yang mewah di situs seluas 28.000 km persegi di pantai barat Kerajaan.(2) Qiddiya, menjadi pusat hiburan, olahraga, dan seni. Proyek ini dibangun di atas lima pilar utama: Olahraga dan kesehatan, alam dan lingkungan, taman dan atraksi, gerak dan mobilitas, serta seni dan budaya. (3) Proyek Pengembangan Aseer, untuk mengembangkan wilayah Aseer barat daya dengan US$ 13 miliar untuk menarik lebih dari 10 juta pengunjung pada tahun 2030. (4) Otoritas Pengembangan Gerbang Diriyah, proyek raksasa untuk mengembangkan kembali tempat kelahiran Kerajaan (Nejdi) untuk menjadi tujuan kelas dunia. Senilai US$ 50 miliar ini akan menampilkan beberapa restoran dan hotel termewah di dunia, dengan semua struktur dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Nejdi. (5) NEOM, neo-mustaqbal (masa depan baru), adalah proyek raksasa, kota berbasiskan teknologi yang terletak di barat laut Arab Saudi, di pantai Laut Merah, NEOM kini sedang mencari kontraktor dan investor.(6) Amaala, adalah proyek ultra-mewah di pantai Laut Merah Arab Saudi, yang berfokus pada kesehatan, hidup sehat, dan meditasi. Proyek ini akan menawarkan fasilitas dan layanan kepada tamu yang memberikan pengalaman mewah di berbagai bidang seperti seni, budaya, mode, kesehatan, dan layanan olahraga.
4 MBS melakukan konsolidasi dengan menyingkirkan lawan politiknya, yaitu mantan putra mahkota Pangeran Mohammad Bin Nayef. Kemudian, sebanyak 11 pangeran dan 4 menteri Arab Saudi ditangkap atas dugaan terlibat korupsi. Dilansir dari Reuters, Minggu (5/11/2017), penangkapan dilakukan pada Sabtu (4/11) malam. Putra Mahkota merupakan pemimpin dari Komite Anti-Korupsi baru Saudi yang baru saja dibentuk di hari yang sama. Salah satunya adalah Alwaleed bin Talal, pangeran yang termasuk daftar orang terkaya dunia. Dilansir dari arabnews, Minggu (5/11), penangkapan 4 menteri membuat Raja Salman melakukan reshuffle kabinet. Dua perubahan penting tersebut adalah digantinya Menteri Garda Nasional Miteb bin Abdullah oleh Pangeran Khaled bin Ayyaf, serta Menteri Ekonomi Adel Fakieh yang digantikan oleh Mohammed Al-Tuwaijri.
5 Pembunuhan wartawan The Washington Post, Jamal Khashoggi, kembali menjadi sorotan setelah Amerika Serikat resmi merilis dokumen intelijen yang menuding keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS) dalam kasus tersebut. Pemerintahan Presiden Joe Biden merilis dokumen intelijen terkait penyelidikan kematian Khashoggi, yang menunjukkan peran Mohammed bin Salman dalam kasus pembunuhan itu. Dokumen itu sudah ada sejak pemerintahan Presiden Donald Trump. Namun, Trump disebut menolak merilis dokumen itu demi mempertahankan relasi AS dan Saudi. Sebelum menjadi warga AS, Khashoggi pernah menjabat sebagai penasihat Pangeran Turki al-Faisal, mantan kepala intelijen dan duta besar Saudi untuk Amerika Serikat dan Inggris. Selama menjadi wartawan, Khashoggi kerap mengkritik kepemimpinan MbS di Saudi. Dia menyoroti kedekatan Saudi dengan pemerintahan AS di era pemerintahan Trump. Da juga menentang keterlibatan Saudi dalam perang sipil di Yaman.Khashoggi hilang saat hendak mengurus sejumlah dokumen pernikahannya di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018.Tunangan Khashoggi, Hatice Chengiz, ikut menemaninya dan menunggu di luar konsulat. Sejak itu, Chengiz tak pernah melihat tunangannya itu keluar dari gedung itu. Lihat lebih detail: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-49874546