Siyasah Dakwah

Pentingnya “Islam Politik”

Barat telah menempuh cara licik dan jahat untuk mencegah kembalinya Khilafah Islam. Khilafah adalah negara yang selama berabad-abad menjadi pemimpin dunia, mewujudkan predikat khairu ummah bagi ummat Islam. Dengan izin dan pertolangan Allah SWT Khilafah akan segera kembali. Kehadiran Khilafah Islam menjadi satu-satunya harapan yang bisa menyelamatkan dunia dari kebrutalan Kapitalisme.

Selain janji Allah SWT, keberadaan para pejuang yang mukhlis  yang menjual dunia mereka demi kehidupan  akhirat, mengikuti metode ijtihad syar’i  dalam memahami hukum-hukum syariah beserta seluruh solusinya dan berjuang dengan menempuh tharîqah Rasulullah saw., merupakan jaminan  tegaknya Khilafah Islam pada masa datang.

Merekalah yang terus-menerus melakukan pergolakan pemikiran. Menjelaskan kerusakan pemikiran-pemikiran kufur. Menawarkan Islam sebagai satu-satunya solusi alternatif. Mereka jugalah yang menyebarkan dakwah Islam di tengah-tengah umat. Melakukan perjuangan politik. Mengungkap rencana-rencana jahat para penjajah dan agen-agen mereka. Berusaha mencari pertolongan untuk melindungi dakwah dan mengantarkan pemikiran Islam pada kekuasaan. Islam politik  inilah yang saat ini sedang diperangi dan dimonsterisasi Barat penjajah.

Oleh sebab itu penting bagi umat Islam memahami usaha yang mengantarkan pada kembalinya Negara Islam. Pelindung mereka dan pelaksana syariah Islam. Pertama: Menciptakan opini publik yang terbangun dari kesadaran umum, bahwa Islam adalah solusi seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam urusan ekonomi, pemerintahan, muamalah, peradilan, pendidikan, kesehatan, tentara, pertanian, industri, perdagangan, peperangan, perdamaian dan lain-lain. Juga opini publik tentang kewajiban mendirikan Daulah Islam sebagai satu-satunya instusi pelakasana seluruh solusi-solusi tersebut.

Kedua: Melakukan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik dengan menghancurkan ide, hukum serta interaksi antara penguasa dan rakyat, yang dibangun di atas dasar pemikiran kapitalis. Menjelaskan kerusakan dan bahayanya terhadap kehidupan seluruh manusia termasuk para pengembannya sendiri. Mengungkap realitas rezim yang sedang berkuasa serta hubungan  mereka dengan pihak asing. Menyingkap  realitas partai politik, kelompok sekular dan kelompok lain yang berperan dalam menjalankan proyek-proyek penjajah di negeri-negeri Islam. Hal itu tak lain agar rencana-rencana mereka dapat dihadang dan digagalakan. Selanjutnya umat mesti dipahamkan akan keagungan sistem Islam sebagai satu-satu harapan dan jaminan kebangkitan ummat.

Aktivitas tersebut mutlak dilakukan mengingat Barat dan para agen-agennya, baik dari kalangan penguasa, ulama, partai-partai sekular dan kelompok lain yang mereka pakai, dengan gigih terus melakukan upaya menikam Islam dengan berbagai cara. Di antaranya: Pertama, menikam sumber-sumber Islam, seperti mempertanyakan kehujjahan hadis atau meniupkan berbagai keraguan seputar hadis, menafsirkan al-Quran keluar dari makna yang dikandungnya, serta membuat kaidah-kaidah yang tidak ada kaitan dengan islam sama sekali, seperti: al-ghâyah tubarrirul wasîlah (tujuan membenarkan segala sarana), haitsumâ takûnu al-mashlahatu yakûnu asy-syar’u (di mana ada maslahat di sana ada syariah), syayi’un ahsanu min lâ syai’ (ada susuatu lebih baik daripada tidak ada sama sekali). Serangan seperti ini dilakukan oleh musuh Islam sejak pertama kali dakwah Islam kembali digaungkan dan berlangsung hingga saat ini bahkan senantiasa diperbaharui. Tak aneh bila ada slogan-slogan seperti: agama itu fleksibel, agama mesti sejalan dengan realitas,  mengambil manfaat dari setiap hal yang baru, dll. Alasannya, “Kebijaksanaan itu ibarat sesuatu yang hilang bagi seorang Mukmin. Di manapun ia temukan  maka ia akan ambil (Al-Hikmah dhâlatul Mu’min annâ wajadahâ akhadzahâ).”

Kedua, menikam Islam politik. Salah satunya dilakukan dengan cara membuat partai-partai politik Islam yang didukung kekuatan dalam sekala regional maupun internasional. Lalu partai-partai politik ini disibukkan untuk bersaing meraih kekuasaan dan kepentingannya masing-masing. Pada saat yang sama mereka mengkhianti kepentingan umat melalui slogan-slogan kosong sebatas untuk menarik dukungan umat kepada mereka. Saat umat menyadari bahwa mereka sama sekali tak bisa diharapkan bisa mewujudkan kepentingan mereka, apalagi kebangkitan Islam, maka hal ini akan mengakibatkan penolakkan umat terhadap mereka dan kecurigaan terhadap setiap gerakan lain yang hadir di tengah-tengah umat. Alih-alih menjadi perwujudan Islam, malah membangun citra buruk di kalangan non-Muslim.

Semua itu adalah khithah Barat yang bertujuan menjauhkan umat dari politik. Tujuan akhirnya adalah menjauhkan Islam dari kehidupan.

Di sisi lain, kebanyakan gerakan atau partai Islam mengalami kegagalan. Ini terjadi karena bebarapa faktor. Di antaranya: Pertama, miskin agenda yang berkaitan dengan kebangkitan dan perwujudan peradaban Islam, yang mampu menyelamatkan umat dari berbagai ‘bencana’ yang menimpa mereka. Kedua, fanatisme terhadap pendapat yang diemban masing-masing kelompok, terlepas apakah pendapat tersebut dibangun berdasarkan dalil ataupun tidak. Padahal realitasnya sering mereka fanatik dalam perkara zhann, bukan perkara qath’i. Ketiga, terpengaruh dengan opini para penjajah bahwa kebangkitan peradaban mereka tak lain hasil dari penerapan pemikiran sekularisme.

Inilah di antara proyek Barat untuk memundurkan umat Islam. Proyek ini mereka jalankan melalui rezim-rezim antek, partai sekuar dan tsaqafah yang menipu. Dengan itulah mereka mencuci otak masyarakat agar mereka melihat politik sebagai dajjal dan perkara najis, sementara agama—menurut mereka—adalah perkara suci yang tak sepantasnya dikotori politik.

Memang benar, politik adalah najis dan dajjal ketika pijakannya adalah perebutan kepentingan pribadi atau kelompok. Ini sebagaimana terjadi di Barat, yang senantiasa berujung pada konflik, krisis bahkan peperangan. Sebaliknya, politik Islam tidaklah demikian. Sangat tidak adil menyamakan politik Islam dengan politik Barat yang penuh kebencian. Politik dalam Islam bertujuan membimbing manusia, memakmur-kan bumi. Bukan menghancurkannya  seperti dalam konsep Barat.

Politik Islam dibangun di atas dasar akidah Islam. Politik Islam tak lain untuk melaksanakan Islam di dalam negeri dan dakwah ke luar negeri. Dengan kata lain, politik Islam hakikatnya adalah pengurusan urusan umat berdasarkan kebenaran dan keadilan.

Sirah Rasulullah saw. menghimpun berbagai kisah yang luar biasa berkaitan sikap dan aktivitas politik Rasulullah saw. Hal tersebut tampak saat beliau berinteraksi dengan kaum kuffar, mengungkap rencana buruk mereka, termasuk mengadopsi berbagai kemaslahatan umat. Dari sana kita  bisa belajar bagaimana mengambil akidah Islam sebagai konsep politik agar kita menyelaraskan seluruh kehidupan kita berdasarkan akidah Islam.

Akidah Islamlah yang mendorong kaum Muslim memiliki perhatian terhadap dunia, menyebarkan petunjuk ke seluruh penjurunya dan mengatur dunia dengan hukum-hukum syariah. Inilah puncak tanggung jawab terhadap manusia di dunia ini. Selain itu pemikiran seorang Muslim jauh melampau kehidupan di dunia ini. Mereka juga memiliki pemahaman akan apa yang ada sebelum dan sesudah dunia serta hubungan keduanya dengan kehidupan di dunia ini.

Inilah konsep politik yang sesungguhnya, yakni mengurusi seluruh urusan manusia. Sebab syariah Islam hakikatnya adalah solusi bagi seluruh aspek kehidupan manusia, dalam kedudukannya sebagai manusia, tanpa memperhatikan suku, jenis, warna kulit dan sebagainya. Pemahaman yang agung terhadap konsep politik inilah yang saat ini sedang didistorsi oleh Barat.

Baik tatkala berdakwah di Makkah maupun di Madinah, Rasulullah saw. telah memberikan gambar dan contoh yang jelas akan kedudukan Islam sebagai agama ri’ayah (pengurusan), sebagaimana Islam sebagai agama hidayah (petunjuk). Saat di Makkah Rasulullah saw. berdakwah untuk menegakkan Daulah Islam. Bukankah ini aktivitas politik? Dialah yang menyeru para penguasa Quraisy melalui tawarannya kepada mereka, “Berikan aku satu kata, yang bila kalian memberikannya, maka kalian akan bisa memimpin seluruh orang-orang Arab, dan tunduk kepada kalian orang-orang ‘ajam (non Arab).

Alih-alih menerima tawaran tersebut, mereka justru memerangi beliau, sebab mereka tahu bahwa makna pernyataan itu adalah mencabut kekuasaan mereka.

Rasulullah saw. tetap bersabar melakukan perjuangannya. Saat merasa putus asa dapat memperoleh kekuasaan dari penduduk Makkah. Beliau mencari pertolongan dan kekuasaan dari  kabilah-kabilah lain selain Quraisy. Hal ini tiada lain agar hukum-hukum Allah SWT diterapkan dan Negara Islam berhasil ditegakkan. Ini pulalah yang dipahami oleh kabilah-kabilah yang didatangi Rasulullah saw. untuk diminta pertolongannya. Ini sebagaimana yang terjadi pada Bani Amir bin Sha’sha’ah. Salah seorang di antara mereka mengatakan, “Bagaimana pendapatmu jika kami membaiatmu atas perkaramu (yang kamu tawarkan) itu, kemudian Allah SWT memenangkanmu dari siapa saja yang menentangmu, apakah sepeninggalmu perkara tersebut (kekuasaan) menjadi milik kami?”

Nabi saw menjawab, Perkara (kekuasaan) tersebut kembali kepada Allah SWT. Dia akan memberikan kekuasaan itu kepada siapa saja yang Dia kehendaki.”

Kemudian dia berkata, “Apakah engkau hendak mengorbankan leher-leher kami bagi suku-suku Arab demi melindungimu. Lalu jika Allah memenangkanmu nanti, perkara (kekuasaan) tersebut diberikan kepada selain kami. Kami tidak butuh pada perkaramu itu.”

Mereka enggan menerima tawaran tersebut.

Perjuangan ini terus dilakukan hingga Rasulullah mendapatkan kekuasan melalui nushrah yang diberikan oleh para pemimpin Kota Madinah. Karena itu Rasulullah saw. berhasil mengokohkan dirinya sebagai pemimpin negara dan mengurusi seluruh urusan rakyatnya dengan ayat-ayat hukum yang diturunkan kepada beliau.

Begitu pun tatkala Rasulullah saw. berada di Madinah. Sulit dibayangkan beliau tidak melakukan aktivitas politik. Sebaliknya,  aktivitas Rasulullah saw adalah aktivitas politik, yakni menerapkan dan menyebarkan hukum-hukum Islam; dalam perkara ibadah, akhlak, mu’amalah, jihad, dll. Bukankah Rasulullah saw terjun dalam peperangan dan meraih berbagai kemenangan? Bukankah Rasulullah saw. memerintah wilayah-wilayah yang ditaklukkan dengan hukum Islam? Bukankah beliau mengangkat para wali dan para qadhi? Bukankah beliau mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah pembantunya di bumi ini? Bukankah beliau menerima para utusan dan menunjuk ahli dalam menaksir hasil pertanian?

Politik adalah inti dari ajaran Islam. Kekuatan politik Islam lahir dari kekuatan akidah dan kebenaran hukum-hukumnya dalam menyelesaikan problematika kehidupan manusia. Itulah yang menjadi jaminan kebahagiaan bagi kaum Muslim dan manusia pada umumnya. Kegemilangan politik Islam bahkan dibuktikan oleh pujian musuh-musuh Islam yang jujur.

Dari semua paparan di atas, jelaslah pernyataan bahwa penderitaan dan kemunduran umat Islam akibat politik adalah dusta. Pernyataan itu menjadi benar bila politik yang diterapkan adalah politik kapitalis yang zalim dan bengis. Adapun saat politik berdiri di atas sistem dan akhlak Islam maka yang terjadi adalah terjaganya kehormatan dan terjaminnya hak-hak rakyat. Inilah yang semestinya disadari dan diperjuangkan umat Islam, yaitu dengan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah  yang akan menjalankan politik Islam. Hal ini sejatinya bukan hanya dinantikan kaum Muslim, namun juga  dibutuhkan umat dan bangsa lain setelah mereka merasakan berbagai malapetaka akibat penerapan sistem kapitalis.

 

[Disarikan dari makalah berjudul, “ Kadzb Syaqâul Ummah Bis Siyâsah,” oleh Abdur Raham al-‘Amiiri, dalam Majalah al-Wa’ie Arab edisi 389]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 4 =

Check Also
Close
Back to top button